Senin, 13 Juni 2011

SISTEM PENUNTUTAN PIDANA MODERN DI NEGARA-NEGARA YANG TIDAK MENGANUT SECARA RESMI SISTEM OPORTUNITAS ATAU LEGALITAS


Pada dasarnya negara-negara modern dapat dikelompokan ke dalam dua golongan yaitu penganut sistem hukum Anglo Saxon dan penganut sistem hukum Eropa Kontinental. Untuk negara-negara sosiais ataupun eks-sosialis digolongkan kedalam kelompok tersendiri. Kedua golongan negara dengan perbedaan sistem ukumnya tersebut pernah sebagian besar menjajajh bumi Asia maupun Afrika, dan dimana mereka selalu enerapkn sistem hukumnya di negara jajahannya tersebut. Seperti apa yang terjadi anatara Indonesia dan Malaysia dimana memiliki sistem hukum yang berbeda meskipun masih dalam satu rumpun dan bersebelahan. Dimana Indonesia lebih berkiblat pada Eropa Kontinental sedang Malaysia lebih condong ke Anglo Saxon. Akibatnya yang nampak, walaupun Indonesia telah berhasil membuat KUHAP yang lahir dari rahim asli Indonesia tetapi tetap saja masih bertumpu pada sistem Eropa Kontinental atau yang akrab juga disebut Civil Law, sedangkan Malaysia, Brunei, Singapura lebih bertumpu pada sistem hukum Anglo Saxon yang disebut juga Comon Law.
            Tetapi perlu dicermati bahwa KUHAP tidaklah menganut sistem Civil Law secar murni, hal ini dapat diketahui dalam hal jaksa tidak dapat menyidik hal ini ekuivalen dengan apa yang terjadi di Inggris, Malaysia dll. Namun di Skotlandia yang termasuk dalam Kesatuan Kerajaan Britania Raya (United Kingdom of Great Britain) lebih condong ke sistem eropa kontinental Perancis yang mana merupakan dari sumber hukum sistem Belanda yang kemudian diwariskan ke Indonesia berdasarkan asas konkordasi. Tidak hanya itu saja di Inggris (England and Wales) dalam sistem penuntutannya juga mulai merapat ke sistem hukum eropa kontinental.           Sejak tahun 1986, Inggris menciptakan sebuah lembaga baru yaitu lembaga penuntut umum, yang dikenal dengan nama Crown Prosecutor Service (CPS). Sebelum tahun tersebut di Inggris tidak memiliki lembaga penuntutan secara khusus, dimana yang melakukan penuntutan pada waktu itu masih pada polisi. Dikarenakan dalam hal penuntutan memerlukan keahlian khusus, maka pada waktu itu polisi hanya menangani penuntutan terhadap ksus-kasus kecil saja, sedang untuk keperluan penuntutan pada kasus besar maka mereka menggunakan jasa barrister(advokat) atau solicitor(pengacara). Namun pada hasilnya biaya yang diperlukan guna membayar pengacara melakukan itu adalah cukup mahal, maka dalam kondisi demikian lahirlah pemikiran untuk menciptakan sebuah lembaga penuntut umum.
            Dibentuklah suatu undang-undang yang bernama Prosecution Service Act, yang mana berdasar UU tersebut lahirlah Director of Public Prosecutions yang mana berfungsi sejak tanggal 1 Oktober 1986. Namun dalam prakteknya wewenang CPS berkembang sejak tahun 1986 meskipun ia belum menyidik. Ia mulai memberi polisi petunjuk-petunjuk dan polisi wajib memenuhi petunjuk CPS tersebut guna mengumpulkan bukti-bukti dan terutama keputusan CPS untuk tidak menuntut. Polisi wajib menghubungi CPS pada tahap pertama penyidikan sedini mungkin. Polisi juga harus melapor dimulainya penyidikan.
Dalam negara-negara yang merupakan bekas jajahan Inggris seperti New Zealand, Bangladesh, Brunei, India, Srilanka, Malaysia, Singapura, dll menganu sistem yang sama pula seperti di Inggris. Namun Malaysia dan Singapura sudah mempunyai lembaga penuntut umum dan jaksa agung jauh sebelum Inggris yang disebut Pendakwa atau Pendakwa Raya. Pada negara-negara ini jaksa tidaklah menyidik bersama polisi, berbeda dengan negara-negera Eropa Kontinental seperti Belanda, Jerman, Belgia, Indonesia, dll. Yang menjadi penting dalam sistem ini kebijakan penuntutan atau keputusan untuk menuntut maupun tidak menuntut ada pada penuntut umum.
            Dalam sistem Anglo Saxon, tidak dikenal adanya sistem oportunitas dan legalitas secara resmi maka kebijakan penuntutan ini bervariasi dari satu negara ke negara lain. Inggris mempraktekan tentang engenyampingan perkara demi kepentingan umum. Kata kepentingan umum dalam hal ini dimaknai secara luas, yaitu termasuk pula kepentingan anak di bawah umur dan juga orang yang terlalu tua. Berbeda dengan Indonesia yang secara historis maupun yuridis menganut asas oportunitas, tetapi pengertiannya terlalu sempit. Dimana hanya Jaksa Agung sajalah yang berwenang menyampingkan perkara demi kepentingan umum. Dan kata kepentingan umum tidaklah dimaknai secara sempit, yaitu kepentingan negara atau masyarakat.
            Sekitar 40 tahunan yang lalu di Inggris telah dikenal diskresi penuntutan (Prosecutorial Discretion) seperti apa yang diungkapkan oleh Attorney General atau yang dikenal dengan istilah Jaksa Agung yang pada waktu itu dijabat oleh Sir Hartley Shoecrecross sebagai berikut:
“Tidak pernah menjadi aturan di negeri ini-saya harap tidak pernah- bahwa tersangka perbuatan krimnal harus secara otomatis menjadi subjek penuntutan. Memang peraturan utama (penuntutan pidana) yang direktur penuntut umum (Directur of Public Prosecutions) bekerja untuk mempersiapkan pada waktu dilakukannya mempunyai sifat yang menunjukan bahwa kepentingan umum masyarkat demikian. Itulah menjadi pertimbangan yang menetukan”
            Jadi tak ubahnya dengan Belanda yang menganut asas oportunitas CPS boleh menyamoingkan perkara demi kepentingan umum (untuk delik ringan, terdakwa terlalu tua, anak dibawah umur, dan yang berpenyakit mental) dan alasan-alasan teknis (tidak cukup bukti, lewat waktu, derajat kesalahan yang sangat rendah). Sebelum terbentuknya CPS pada tahun 1986, di Inggris ada tiga pilihan dalam penuntutan pidana, yaitu sbb :
1.      Terdakwa harus dituntut karena ada cukup bukti
2.      Terdakwa tidak dituntut karena tidak cukup bukti
3.      Dengan perhatian saja walaupun cukup bukti
           Setelah undang-undang penuntutan pidana (The Prosecution of Offences Act) tahun 1985 di undangkan maka CPS dalam memututskan untuk menunutut atau tidak ia harus memperhatikan ketentuan pasal 10 UU tersebut dimana mengatakan bahwa untuk melanjutkan suatu perkara haruslah cukup bukti yang memnunjukan adanya harapan realistik bahwa terdakwa akan dipidana dan untuk kepentingan umum menuntut.
            Skotlandia negera penganut Common Law dan termasuk dalam kesatuan United Kingdom of Great Britain mengikuti sistem diskresi penuntutan seperti halnya penganut asas oportunitas di Eropa Kontinental. Tidak ada aturan yang memnetukan bahwa suatu delik harus dituntut. Tidak ada seorang yang dapat memerintahkan Lord Advocate (Jaksa Agung) guna menuntut dan tidak seorangpun kecuali Lord Advocate yang dapat memerintahkan Procurator Fiscal untuk menuntut.
Di Inggris, sekali penuntut umum mengajukan perkara ke pengadilan maka ia tidak dapat lagi mengeyampingkan perkara tersebut. Apabila ia hendak menarik penuntutan, ia tidak dapat mengajukan bukti-bukti dan memohon persetujuan pengadilan untuk menghentikan penuntutan. Pengadilan dapat melimpahkan perkara kepada Director of Public Prosecutions (Direktur Penuntutan Umum), yang biasa disebut DPP. DPP ini mengambil alih atau meminta kepada Attorney General (Jaksa Agung) guna menarik penuntutan yang disebut nolle prosequi.
            Menurut Chris Summer, Jaksa Agung di Ausralia sistemnya condong ke asas legalitas, artinya jaksa tidaklah boleh mengeyampingkan perkara. Prancis yang diikuti Belgia termasuk negara-negara yang tidak mengenal asas oportunitas ataukah legalitas secara resmi, tetapi sejak revolusi Prancis penuntut umum boleh menyampingkan perkara yang dikenal dengan istilah classer sans suite.

Rabu, 01 Juni 2011

Putusan Nomor : 053/G/2008/Ij/PTUN-MKS

P U T U S A N
Nomor : 053/G/2008/Ij/PTUN-MKS.
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar yang memeriksa, memutus dan meyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara dalam tingkat pertama telah menjatuhkan putusan dalam perkara antara :
Agung, Warganegara Indonesia, Pekerjaan PNS, alamat Jalan Perintis Kemerdekaan IV No. 34 Makassar ;
Dengan ini memberikan Kuasa Khusus kepada :
SAKTI ABRIANSYAH., SH., Warganegara Indonesia, Advokat Publik dari Lembaga Bantuan Hukum Makassar, bertempat tinggal di Jl. Perintis Kemerdekaan VIII No. 17 Makassar, berdasarkan surat kuasa khusus berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 11 November 2008 untuk selanjutnya disebut sebagai PENGGUGAT ;

M e l a w a n :

REKTOR UNIVERSITAS HASANUDDIN PROVINSI SULAWESI beralamat di Jl. Perintis Kemerdekaan Makassar, selanjutnya disebiut sebagai TERGUGAT.
;
Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut ; Telah membaca dan memeriksa berkas perkara ; Telah Membaca Surat Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar tertanggal 19 November 2008 Nomor : 053/PEN-MH/PTUN-MKS. 2008. tentang Penunjukkan Majelis Hakim yang memeriksa dan menyidangkan perkara tersebut;
Telah membaca Surat Penetapan Ketua Majelis tertanggal 19 November 2008 Nomor 053/PEN-HS/PTUN.MKS.2008, tentang Penetapan Hari Sidang Pemeriksaan Persiapan yang pertama yaitu pada Hari SENIN tanggal 2 Desember 2008 Jam.10.00 WIB ;
Telah membaca Surat-surat Bukti dan Mendengar keterangan kedua belah pihak yang berperkara dipersidangan ;

TENTANG DUDUKNYA PERKARA :

Menimbang, Bahwa Penggugat dengan Surat gugatannya tertanggal 19 November 2008 yang dibuat dan ditanda tangani oleh Kuasanya, telah menggugat Tergugat / REKTOR UNHAS ;
Surat gugatan mana diterima dan didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar pada tanggal 19 November 2008 dan telah diadakan perbaikan pada tanggal 2 November 2008 dengan mengemukakan alasan sebagai berikut :
Bahwa Kedudukan Hukum dan kepentingan Penggugat sebagai PNS.
Bahwa Penggugat adalah PNS yang bekerja di Universitas Hasanuddin sebagai Karyawan;
Bahwa di dalam menjalankan peranannya, Penggugat secara nyata dan terus menerus membuktikan dirinya peduli terhadap pekerjaan yang diberikan oleh Rektor UNHAS sesuai prosedur yang berlaku;
Bahwa kepentingan hukum Penggugat dalam mengajukan Gugatan bahwa Tergugat telah memberhentikan Penggugat secara tidak hormat
Bahwa didalam menjalankan fungsinya tersebut Penggugat berhak Mengajukan gugatan terhadap pejabat TUN karena pemberhentian yang secara tidak hormat tanpa disertai alasan yang jelas dan dianggap berlaku sewenang-wenang.
Adapun alasan-alasan diajukannya gugatan ini adalah sebagai berikut :
a. Bahwa Keputusan Tergugat Nomor : 600/0115/SJ.T/2008 yang dibuat pada tanggal 17 Oktober 2008 dan baru diketahui oleh Para Penggugat setelah adanya surat penyampaian di rumah domisili penggugat 1 November 2008 sedangkan gugatan ini diajukan pada tanggal 19November 2008 Dengan demikian gugatan ini telah diajukan dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara ;
b. Bahwa Keputusan yang dikeluarkan oleh Tergugat a quo telah memenuhi ketentuan sebagaimana tersebut dalam pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dengan alasan-alasan sebagai berikut :
Bahwa keputusan Tergugat a quo berupa suatu Penetapan tertulis (Beschikking) Nomor : 600/0115/SJ.T/2008 yang dibuat pada tanggal 17 November 2008,
Bahwa Keputusan tersebut dikeluarkan oleh Tergugat sebagai Rektor Unhas yang merupakan Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga Tergugat merupakan Badan atau Pejabat yang melaksanakan Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud oleh Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 ;
Bahwa Surat Keputusan Tergugat a quo bersifat Konkrit, Individual dan final dengan alasan sebagai berikut :
a) Bahwa Keputusan Tergugat a quo telah nyata ada, yaitu berupa Surat Persetujuan Nomor : 600/0115/SJ.T/2008 yang telah dikeluarkan oleh Tergugat pada tanggal 17 November 2008, perihal Surat Pemecatan sehingga surat dimaksud dapat dikualifikasikan bersifat konkrit ;
b) Bahwa Keputusan Tergugat a quo telah nyata-nyata hanya ditujukan kepada Penggugat, beralamat di Jln Perintis Kemerdekaan IV No. 34 Makassar dan tidak ditujukan untuk umum. Dengan demikian Keputusan dimaksud harus dikualifikasi sebagai bersifat Individual ;
c) Bahwa Keputusan Tergugat a quo sudah definitif dan karenanya menimbulkan akibat Hukum, berupa timbulnya suatu hak dan kewajiban kepada Penggugat untuk melaksanakan Hasil keputusan tersebut yang dikeluarkan oleh Tergugat, yaitu untuk melakukan pemecatan secara tidak hormat, keputusan tersebut juga tidak memerlukan persetujuan instansi lain. Oleh karena itu, keputusan dimaksud harus dikualifikasi bersifat Final ;
Bahwa Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Tergugat itu merupakan perbuatan yang melanggar ketentuan pasal 53 ayat 2 (a) dan (c) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, dengan alasan-alasan sebagai berikut :
Bahwa Surat Keputusan yang dikeluarkan Tergugat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu bertentangan dengan dikeluarkannya KTUN yang bersifat sewenang-wenang:
Bahwa selain itu, tindakan Tergugat yang telah mengeluarkan Surat Keputusan a quo adalah tindakan yang sewenang-wenang (Willekeur) dan bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik, sehingga seharusnya setelah mempertimbangkan semua kepentingan yang terkait dengan Keputusan tersebut, Tergugat tidak sampai pada pengambilan keputusan a quo ;
Bahwa berdasarkan argumen tersebut diatas, jelas terbukti bahwa Tergugat pada waktu mngeluarkan keputusan tidak mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut dengan keputusan itu atau dengan kata lain telah melakukan perbuatan yang bersifat sewenang-wenang (Willekeurig) ;
Bahwa Gugatan ini diajukan oleh Penggugat, karena Surat Keputusan Tergugat a quo telah menimbulkan akibat hukum yang merugikan kepentingan Penggugat dengan alasan sebagai berikut : Bahwa tindakan Tergugat mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 600/0115/Sj.T/2008 perihal pemberhentian secara tidak hormat kepada penggugat menimbulkan kerugian bagi Penggugat selaku karyawan UNHAS, yaitu :
Sebagai karyawan khususnya yang berfungsi sebagai staff administrasi namun ternyata didalam proses pengeluaran Keputusan tersebut PENGGUGAT kesulitan untuk memberikan nafkah kepada anak dan istrinya.
Bahwa pendapat, saran dan masukan Penggugat yang diungkapkan dalam sidang komisi tertanggal 22 Desember 2008) yang prinsip-prinsipnya sama sekali tidak diperhatikan oleh Tergugat.
Dari seluruh uraian diatas, maka tindakan Tergugat yang mengeluarkan Surat Keputusan a quo telah menimbulkan akibat hukum yang merugikan kepentingan PENGGUGAT secara langsung, sehingga dengan demikian Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Tergugat a quo terbukti melanggar Pasal 53 ayat (2) sub a,b dan c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, dan oleh karenanya harus dinyatakan batal demi hukum.
Bahwa atas pelanggaran tersebut layaklah apabila Tergugat dihukum untuk membayar ganti rugi, dan disertai rehabilitsi maka Penggugat lebih mementingkan Pembatalan Keputusan Tergugat a quo;
Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas, Penggugat mohon agar Majelis Hakim yang terhormat berkenan untuk memutuskan hal-hal sebagai berikut :
Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya ;
Menyatakan bahwa Surat Keputusan REKTOR UNHAS Nomor : 600/0115/SJ.T/2008 tertanggal : 17 Februari 2008 perihal pemberhentian secara tidak hormat kepada PENGGUGAT adalah tidak sah dan dinyatakan batal demi hukum ;
Menghukum Tergugat untuk mengeluarkan Surat Keputusan Pencabutan Keputusan REKTOR UNHAS Nomor : 600/0115/SJ.T/2008 tersebut;
Menghukum Tergugat untuk membayar seluruh biaya perkara hingga keputusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap.
Menimbang, bahwa pada pemeriksaan persiapan yang telah ditentukan yaitu pada hari : SENIN Tanggal 5 Juni 2008, Jam 10.00 WIB, Pihak Penggugat datang menghadap kuasanya Roberto C., SH., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 5 Mei 2008 ; Sedangkan Pihak Tergugat telah datang menghadap Kuasanya H. HARPRILENY SOEBIANTORO, SH, berdasarkan surat kuasa khusus dengan hak substitusi dari REKTOR UNHAS Makassar Nomor : 2104/037SJ.H/2008 tertanggal 8 Juni 2008, yang dilanjutkan dengan Surat Kuasa Khusus dari Jaksa Agung Republik Indonesia kepada kami Nomor : 008/JA/6/2008;
Menimbang , bahwa atas gugatan Penggugat tersebut pihak Tergugat telah mengajukan jawaban tertulisnya pada tanggal 6 Juli 2008 dengan mengemukakan alasan-alasan sebagai berikut:
EKSEPSI. Terlebih dahulu Tergugat menyatakan bahwa Tergugat menyangkal segala sesuatu yang dikemukakan oleh Penggugat di dalam Surat Gugatannya, kecuali apa yang secara nyata-nyata dibenarkan oleh Tergugat didalam eksepsi ini.

PENGGUGAT MEMENUHI KETENTUAN PASAL 53 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 UNTUK DISKWALIFIKASIKAN SEBAGAI SESEORANG YANG MERASA KEPENTINGANNYA DIRUGIKAN.

Bahwa Penggugat telah memenuhi syarat yang dicantumkan didalam pasal tersebut diatas, karena Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat, yaitu "Surat Keputusan Nomor : 600/0115/SJ.T/2008",
Bahwa didalam Bagian I dan Bagian III Surat gugatan didalilkan, bahwa Penggugat mewakili kepentingan diriya sendiri (vide ANGKA 2.4.c. pada halaman 6 dan angka 2.5 pada halaman 8 Surat Gugatan).
Bahwa putusan-putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam angka a.5 diatas dapat dijadikan sebagai dasar hukum bagi gugatan Penggugat, karena tidak ada satupun dari putusan-putusan tersebut yang sudah dikuatkan oleh Putusan Mahkamah Agung ;
Berdasarkan uraian diatas, jelaslah, bahwa gugatan Penggugat seharusnya dinyatakan dapat diterima, karena Penggugat mempunyai hak (legal standing) untuk mengajukan gugatan ini ; didalam perkara ini ;
Bahwa berdasarkan alasan tersebut, seharusnya gugatan Penggugat merupakan gugatan yang dapat diterima, karena gugatan ini telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang menyatakan telah terjadinya pencemaran nama baik terhadap PENGGUGAT yang dimaksud oleh Penggugat didalam surat gugatannya ;
Berdasarkan uraian diatas, bersama ini Tergugat mengajukan PETITUM, agar yang terhormat Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan untuk memberikan Putusan Sel dengan amar sebagai berikut :
1. Menerima dengan baik eksepsi yang diajukan oleh tergugat ;
2. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima ;





JAWABAN.

Sekalipun demikian, apabila yang terhormat Majelis Hakim berkehendak untuk segera memeriksa pokok sengketa, bersama ini perkenankanlah Tergugat mengajukan Jawaban terhadap gugatan Penggugat sebagai berikut :
a. Terlebih dahulu Tergugat menyatakan, bahwa apa yang dikemukakan oleh Tergugat didalam eksepsi tetap dipertahankan didalam bagian jawaban dan merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari bagian ini ;
b. Tergugatpun telah menyangkal segala sesuatu yang dikemukakan oleh Penggugat didalam surat gugatannya, kecuali apa yang secara nyata-nyata dibenarkan oleh Tergugat didalam Jawaban ini.


KEPUTUSAN PEJABAT TATA USAHA NEGARA DALAM PERKARA INI BERTENTANGAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU.

Bahwa dalam angka 2.4. Surat gugatan (halaman 4 dan 5) didalilkan bahwa Surat Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara yang digugat dalam perkara ini bertentangan dengan ketentuan Peraturan perundang-undangan yang berlaku

P E T I T U M

Berdasarkan uraian diatas, perkenankanlah Tergugat mengajukan petitum agar Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan untuk memberikan putusan dengan amar sebagai berikut :
Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya.;
Menghukum Penggugat untuk membayar semua biaya perkara ;
Menimbang, bahwa pihak Penggugat telah mengajukan Repliknya pada tanggal 27 Juli 2008, yang pada pokoknya tetap pada dalil gugatannya, sedangkan Pihak Tergugat telah menyampaikan Dupliknya pada tanggal 21 Agustus 2008 yang pada pokoknya tetap pada dalil Jawabannya ;

Menimbang, bahwa untuk mempertahankan dalil-dalil gugatan dan Repliknya, maka pihak Penggugat telah mengajukan Surat-surat Bukti tertulis yang diberi tanda P-1, berupa foto copy yang telah dimeteraikan cukup dan telah pula dicocokkan dengan Bukti-bukti asli, adalah sebagai berikut :
BUKTI P-1 : Surat Keputusan REKTOR UNHAS tanggal 17 Februari 2008. Perihal Pemecatan secara tidak hormat kepada PENGGUGAT.;
Menimbang, bahwa untuk mempertahankan dalil-dalil Jawabannya dan Dupliknya, maka pihak Tergugat telah mengajukan Bukti-Bukti tertulisnya yang diberi tanda : T-1 yang berupa foto copy yang telah dimeteraikan cukup serta telah dicocokkan dengan Bukti Aslinya, sebagai berikut ;
BUKTI T1 : Volume II, Laporan Kehadiran staff REKTOR UNHAS.
Menimbang, bahwa pihak Penggugat dan Tergugat menyatakan tidak menyampaikan sesuatu apapun lagi dalam persidangan, maka untuk selanjutnya telah memohon kepada Majelis Hakim setelah terlebih dahulu menyampaikan Kesimpulan masing-masing tertanggal 18 September 2008 ;
Menimbang, bahwa segala sesuatu yang tertera dalam Berita Acara Biasa dalam perkara ini adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan putusan ini ;

TENTANG PERTIMBANGAN HUKUMNYA :

DALAM EKSEPSI :

Menimbang, bahwa gugatan yang diajukan oleh Pihak Penggugat adalah pada pokoknya seperti terurai diatas ;
Menimbang, bahwa terhadap eksepsi yang diajukan pihak Tergugat setelah Majelis teliti dan telah dengan seksama maka kami berpendapat bahwasanya eksepsi yang diajukan tersebut merupakan eksepsi yang seyogyanya diajukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang tertera dalam Pasal 77 ayat 1,2 dan 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, jadi menyangkut kewenangan absolut maupun relatif dari Peradilan Tata Usaha Negara adalah mengenai hal-hal yang seyogyanya dikaji dalam pokok perkara, sehingga dengan demikian eksepsi yang diajukan oleh pihak Tergugat seyogyanya haruslah Majelis diterima;

DALAM POKOK PERKARA :
Menimbang, bahwa sebelumnya Majelis akan mengakaji terhadap pendapat dari Pihak Tergugat bahwa pihak Penggugat memenuhi ketentuan yang tertera dalam pasal 53 (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 untuk dikualifikasikan sebagai seseorang atau Badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan, Majelis berpendapat bahwasanya benar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, Pihak Penggugat merupakan Karyawan yang bekerja di UNHAS sehingga jelas terhadap Surat dari pihak Tergugat
Majelis akan mengkajinya dalam uraian-uraian dan pengkajian-pengkajian dibawah berikut ini ;
Menimbang, bahwa dalam rangka Keputusan yang dibuat oleh Tergugat, menurut Majelis hal tersebut merupakan tindakan yang sewenang-wenang oleh Tergugat
Keputusan REKTOR UNHAS Nomor 13/RUH/3/08. tentang Pemecatan secara tidak hormat Nomor 600/0115/SJ.T/2008 tanggal 17 Pebruari 2008 menurut pendapat Majelis Pihak Penggugat dapat dikwalifikasikan sebagai pihak yang merasa kepentingannya dirugikan ;
Menimbang, bahwa atas acuan dan dasar yang telah Majelis kemukakan diatas Majelis telah sampai kepada pendapat akhir bahwasanya Surat Keputusan Nomor 600/0115/SJ.T/2008 tertanggal 17 Pebruari 2008 yang dikeluarkan oleh pihak Tergugat telah dikeluarkan oleh pihak Tergugat tidak sesuai dengan kewenangan dan tidak melalui prosedure yang berlaku sehingga dengan demikian gugatan yang diajukan oleh pihak Penggugat tersebut haruslah diterima seluruhnya dan pihak Tergugat harus pula dihukum untuk membayar biaya perkara yang timbul berkenaan dengan pengajuan gugatan Tata Usaha Negara ini ;
Memperhatikan segenap Pasal daripada Peraturan perundang-undangan dan Peraturan-peraturan hukum lain yang berkenaan dengan pengajuan gugatan Tata Usaha Negara ini ;
M E N G A D I L I

DALAM EKSEPSI :

Menolak Eksepsi yang diajukan oleh pihak Tergugat ;

DALAM POKOK PERKARA :
Menerima gugatan yang diajukan oleh pihak Penggugat untuk seluruhnya ;
Menghukum pihak Tergugat untuk membayar biaya perkara yang berkenaan dengan pengajuan gugatan Tata Usaha Negara ini yang ditaksir sebesar Rp.52.000,- (lima puluh dua ribu rupiah) ;
Demikianlah diputuskan dalam suatu Rapat Permusyawaratan Majelis dan terdiri dari : H. BENJAMIN MANGKOEDILAGA, SH., sebagai Hakim Ketua, IS SUDARYONO, SH., dan MUSTAHDI , SH. Masing-masing sebagai Hakim Anggota pada Hari : SENIN tanggal 23 Oktober 2008, Putusan mana diucapkan dalam suatu persidangan yang terbuka untuk umum pada hari : SENIN, tanggal 30 Oktober 2008 dengan susunan Majelis yang sama yang terdiri dari H. BENJAMIN MANGKOEDILAGA,SH, SH., sebagai Hakim Ketua, IS SUDARYONO, SH., dan MUSTAHDI , SH., masing-masing sebagai Hakim Anggota dengan dibantu oleh NY.LEONORA SAHETAPY sebagai Panitera Pengganti dan dihadiri oleh Kuasa Penggugat dan Kuasa Tergugat.










HAKIM KETUA



H. BENJAMIN MANGKOEDILAGA, SH


HAKIM ANGGOTA


IS SUDARYONO, SH M U S T A H D I, SH.



PANITERA PENGGANTI



NY. LEONORA SAHETAPY.


Biaya Perkara :
Meterai : Rp. 8.000,-
Redaksi : Rp. 1.000,-
Biaya Administrasi : Rp.49.000,- +
JUMLAH ------------------
Rp. 58.000,- (lima puluh delapan ribu rupiah).

Pengikut