RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR: TAHUN
TENTANG
INTELIJEN NEGARA
Draft tanggal 25 Januari 2002
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR.......... TAHUN............. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR......TAHUN.......
2
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR: TAHUN 2002
TENTANG
INTELIJEN NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa dalam upaya mengantisipasi ancaman terhadap integritas nasional serta tegaknya kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 sebagai prasyarat terwujudnya tujuan nasional, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan , perdarnaian abadi dan keadilan sosial, maka disadari pentingya deteksi dini atas ancaman tersebut, sebagai peringatan dini dan langkah pencegahan dini;
b. bahwa deteksi dini, peringatan dini serta pecegahan dini tersebut hanya dapat dilaksanakan dengan baik apabila didukung oleh penyelenggaraan intelejen yang profesional;
c. bahwa untuk terwujudnya penyelenggaraan intelejen yang profesional tersebut diperlukan landasan hukum, baik sebagai landasan pembinaan maupun operasionalnya.
d. bahwa berhubungan dengan pertimbangan huruf a, b, dan c tersebut diatas, perlu di bentuk Undang-undang tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Intelejen Negara;
Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1)
Undang-Undang Dasar 1945 beserta perubahannya.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV /MPR/ 1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1999 sampai 2004;
3. Undang-Undang Nomor 12/Drt/1951, tentang Sendjata Api (Lembaran Negara Nomor 78 Tahun 1951).
4. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Pertahanan Negara (Lembaran .Negara Nomor 3 Tahun 2002, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4169)
3
Dengan persetujuan bersama antara
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
M E M U T U S K A N:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG INTELIJEN NEGARA.
BAB 1
UMUM
Bagian Pertama
Pengertian
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1. Ancaman nasional adalah usaha yang dilakukan secara konsepsional melalui berbagai segi kehidupan dan atau kejahatan transnasional, yang diperkirakan dapat membahayakan tatanan serta kepentingan bangsa dan negara.
2. Setiap orang adalah orang perorang, kelompok orang atau organisasi yang diduga kuat mengetahui atau terlibat langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan ancaman nasional.
3. Kejahatan transnasional adalah kejahatan yang pelaku-pelakunya tidak terbatas didalam negeri, melainkan bekerjasama dalam bentuk jaringan transnasional dengan pelaku kejahatan yang sama di luar negeri.
4. Pengamatan adalah pengawasan terhadap perbuatan, kegiatan, keadaan orang, rumah atau bangunan dengan seksama.
5. Penyensoran adalah pekerjaan membuka, memeriksa, dan atau menyita surat lain yang dikirim melalui Kantor Pos dan Telekomunikasi, Jawatan atau Perusahaan Komunikasi atau pengangkutan, jika benda tersebut dicurigai dengan alasan yang kuat mempunyai hubungan dengan ancaman nasional.
6. Penyadapan adalah proses, cara, perbuatan mendengarkan atau merekam informasi atau pembicaraan orang lain dengan sengaja , tanpa sepengetahuan orangnya, dengan atau tanpa mempergunakan alat; tapping dan bugging termasuk bagian tindakan penyadapan.
7. Penjejakan adalah usaha, pekerjaan dan kegiatan pengamatan yang dilakukan secara tertutup terhadap orang atau benda secara fisik maupun menggunakan tehnik yang bertujuan untuk mengetahui aktifitas atau kegiatan orang yang diduga kuat melakukan ancaman nasional
8. Penyelidikan adalah semua usaha, pekerjaan, dan kegiatan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk memperoleh keterangan yang berhubungan dengan ancaman nasional untuk dapat membuat perkiraan mengenai masalah yang dihadapi, guna memungkinkan penentuan kebijakan dengan mempertimbangkan resiko yang diperhitungkan.
9. Pengamanan adalah segala usaha, pekerjaan dan kegiatan untuk melawan dan menggagalkan penyelenggaraan intelijen sendiri.
4
10. Pengga1angan adalah semua usaha, pekerjaan, kegiatan dan tindakan yang bertujuan untuk membuat, menciptakan dan atau merubah suatu kondisi, sehingga menguntungkan pihak sendiri.
11. Penangkapan adalah suatu usaha, pekerjaan, kegiatan, berupa pengekangan sementara waktu, kebebasan tersangka apabila terdapat bukti-bukti guna kepentingan penyelidikan.
12. Penahanan adalah penempatan tersangka ditempat tertentu oleh petugas intelijen dalam rangka pemeriksaan.
13. Pemeriksaan adalah segala kegiatan untuk mendapatkan keterangan dari orang tentang hal-hal yang berkaitan dengan ancaman nasional yang sedang dalam pemeriksaan, untuk menemukan dan mendapatkan keterangan lain yang memperkuat barang bukti.
14. Penggeledahan adalah suatu pekerjaan dan kegiatan untuk melakukan pemeriksaan terhadap orang, barang, pakaian, rumah tinggal dan atau bangunan untuk menemukan barang bukti yang berkaitan dengan ancaman nasional.
15. Penyitaan adalah serangkaian tindakan untuk mengambil alih dan atau penyimpanan barang bergerak maupun barang tetap dibawah penguasaan petugas intelijen negara.
16. Operasi intelijen adalah tindakan yang dilakukan berdasarkan suatu rencana untuk mencapai suatu tujuan yang khusus diluar tujuan rutin, ditetapkan dan dilaksanakan atas perintah Pimpinan yang berwenang.
17. Kegiatan intelijen adalah usaha, pekerjaan dan tindakan penyelenggaraan intelijen secara rutin.
Bagian Kedua
Visi
Pasal 2
Visi inteljen adalah terwujudnya integritas nasional, tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, terhindarnya Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dari berbagai ancaman baik yang datang dari dalam maupun luar negeri dalam kerangka tercapainya tujuan nasional.
Bagian Ketiga
Misi
Pasal 3
Untuk mewujudkan visi intelijen sebagaimana dimaksud pasal 2, penyelenggara intelijen melakukan upaya deteksi dini untuk peringatan dini, sebagai langkah
pencegahan dini dari situasi pendadakan yang tidak diperhitungkan.
5
BAB II
PENYELENGGARAAN INTELIJEN, KEDUDUKAN , PENGABDIAN DAN PENGORGANISASIAN
Bagian Pertama
Penyelenggaraan Intelijen
Pasal 4
(1) Penyelenggara intelijen tingkat nasional adalah Badan Intelijen Negara;
(2) Disamping penyelenggara intelijen tingkat nasional, terdapat penyelenggara intelijen tingkat departemental.
(3) Penyelenggaraan intelijen negara diarahkan dalam kerangka terjaganya integritas nasional, tetap tegaknya kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, terhindarnya Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dari berbagai bentuk ancaman.
Bagian Kedua
Kedudukan
Pasal 5
(1) Badan Intelijen Negara merupakan badan intelijen tertinggi didalam Negara Kesatuan Republik Indonesia;
(2) Badan Intelijen Negara berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Pimpinan
Pasal 6
(1) Badan Intelijen Negara dipimpin oleh seorang Kepala;
(2) Kepala Badan Intelijen Negara berkedudukan setingkat menteri;
(3) Dalam memimpin Badan Intelijen Negara, Kepala Badan Intelijen Negara didampingi oleh seorang Wakil Kepala.
Pembantu Pimpinan
Pasal 7
Dalam melaksanakan tugasnya Pimpinan Badan Intelijen Negara dibantu:
a. seorang Sekretaris Utama;
b. sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang Deputi.
Staf Ahli
Pasal 8
Apabila dianggap perlu dapat membentuk staf Ahli, sebanyak-banyaknya terdiri dari 5 (lima) orang.
6
Dewan Analisa Strategis
Pasal 9
(1) Dalam upaya mempertajam analisa perubahan serta perkembangan lingkungan strategis yang berpengaruh negatif terhadap kepentingan nasional, . dapat dibentuk Dewan Analisa Strategis;
(2) Keanggotaan Dewan Analisa Strategis terdiri dari berbagai disiplin ilmu, Pakar intelijen dan Komunitas Intelijen.
Bagian Ketiga
Pengabdian
Pasal 10
(1) Penyelenggara intelijen berwatak non-partisan dari sesuatu partai politik.
(2) Pengabdian penyelenggara intelijen, ditujukan kepada masyarakat, bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, melalui Pemerintah;
Bagian Keempat
Pengorganisasian
Pasal 11
(1) Pengorganisasian Badan Intelijen Negara disusun berdasarkan premise- premise penyusunan organisasi dinas rahasia;
(2) Organisasi Badan Intelijen Negara diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
BAB III
TUGAS POKOK, AKTIFITAS DAN FUNGSI
Bagian Pertama
Tugas Pokok
Pasal 12
Dalam pelaksanaan penyelenggaraan intelijen sebagaimana dimaksud pasal 4:
a. Intelijen negara mempunyai tugas pokok menyediakan intelijen dalam semua aspek kehidupan;
b. Intelijen departemental mempunyai tugas pokok, menyediakan intelijen dengan penekanan sesuai misi masing-masing instansinya.
Bagian Kedua
Aktifitas
Pasal 13
(1) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pasal 12, penyelenggara intelijen melakukan aktivitas intelijen positif maupun intelijen negatif.
(2) Aktifitas sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, dilakukan di dalam maupun di luar negeri;
(3) Aktifitas intelijen sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini, dapat berupa kegiatan dan atau operasi intelijen.
7
Fungsi
Pasal 14
Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pasal 12, penye- lenggara intelijen mempunyai fungsi penyelidikan, pengamanan dan penggalangan.
BAB IV
HAK
Bagian Pertama
Hak Merahasiakan
Pasal 15
Penyelenggara intelijen berhak merahasiakan:
a. seluruh informasi yang berkaitan dengan bidang tugasnya;
b. seluruh instalasi dan peralatan yang merupakan fasilitas aktifitasnya;
c. personil yang melaksanakan aktifitas intelijen;
d. akses-akses yang berkaitan dengan pelaksanaan aktifitasnya.
Pasal 16
Dikecualikan dari ketentuan dimaksud pasal 15, adalah Presiden Republik Indonesia dan ketentuan ayat (2) dan ayat (3) pasal 39.
Bagian Kedua
Hak Anggaran Khusus
Pasal 17
Dalam mendukung keberhasilan tugas, penyelenggara intelijen negara berhak:
a. memperoleh alokasi anggaran yang memadai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. memperoleh alokasi anggaran khusus dari Presiden dalam rangka pembiayaan kegiatan dan atau operasi-operasi intelijen yang dilakukannya.
BAB V
WEWENANG
Tindakan Awal
Pasal 18
Dalam rangka penyelidikan awal, petugas intelijen negara berwenang:
a. melakukan pengamatan, penyensoran, penyadapan serta penjejakan terhadap kegiatan setiap orang yang diduga kuat terlibat dalam ancaman nasional;
b. memanggil setiap orang untuk didengar keterangannya tentang hal-hal yang diketahuinya berkaitan dengan ancaman nasional.
8
Bagian Kedua
Tindakan Lanjutan
Pasal 19
Dalam rangka melakukan penyelidikan terhadap ancaman nasional, petugas intelijen negara berwenang memasuki pekarangan, gedung, rumah tinggal, bangunan, sarana angkutan dan atau proyek vital milik perorangan, swasta maupun negara.
Pasal 20
Dalam rangka melaksanakan penyelidikan terhadap ancaman nasional, Kepala Badan Intelijen Negara berwenang memerintahkan kepada bank untuk membuka dan atau membekukan rekening orang yang diduga kuat melakukan kegiatan ancaman tersebut.
Pasal 21
Dalam rangka melaksanan penyelidikan, sebagai upaya memberikan perlindungan terhadap ketentraman dan keselamatan masyarakat, petugas intelijen negara berwenang melakukan:
a. penangkapan, penahanan, pemeriksaan, penggeledahan serta pencegahan dan penangka1an terhadap setiap orang yang diduga kuat terlibat langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan ancaman nasional.
b. penyitaan terhadap barang-barang yang dipergunakan untuk kegiatan tersebut huruf a pasal ini.
Pasal 22
Dalam keadaan khusus:
a. Kepala Badan Intelijen negara berwenang membentuk, memimpin dan menyelenggarakan aktifitas intelijen dengan melibatkan anggota-anggota Komunitas Intelijen, sebagaimana dimaksud pasal 39;
b. Melakukan kerjasama dengan badan-badan intelijen negara asing.
Bagian Ketiga
Prosedur
Pasal 23
Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pasal 18, dilakukan:
a. atas perintah Kepala Badan Intelijen Negara
b. dapat berkoordinasi dengan instansi terkait.
Pasal 24
Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud Pasal 19 dan 21, dilakukan atas perintah Kepala Badan Intelijen Negara.
9
Bagian Keempat
Pengadaan Senjata Api
Pasal 25
Kepala Badan Intelijen Negara berwenang:
a. melakukan pengadaan senjata api yang dipergunakan, langsung kepada produsen dan atau melalui agen yang berdomisili di dalam maupun di luar negeri;
b. menertibkan surat senjata api bagi penyelenggara intelijen.
BAB VI
PENANGKAPAN, PENAHANAN, PEMERIKSAAN, PENGGELEDAHAN SERTA PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN
Bagian Pertama
Penangkapan
Pasal 26
Penangkapan sebagaimana dimaksud pasal 21 huruf a, dilaksanakan paling lama untuk 7 x 24 jam (tujuh kali duapuluh empat jam).
Bagian Kedua
Penahanan
Pasal 27
(1) Penahanan dalam rangka pemeriksaan intelijen sebagimana dimaksud pasal 21 huruf a, berlaku paling lama 90 (sembilan puluh) hari.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yagn belum selesai, dapat diperpanjang paling lama 3 x 90 (tiga kali sembilanpuluh) hari.
(3) Penahanan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) pasal ini, dilaksanakan disuatu tempat yang ditentukan oleh Kepala Badan Intelijen Negara.
Bagian Ketiga
Pemeriksaan
Pasal 28
Dalam pemeriksaan intelijen sebagaimana dimaksud pasal 21 huruf a bagi tersangka:
a. berlaku sistem inquisitor;
b. tidak mempunyai hak untuk didampingi advokat;
c. tidak mempunyai hak untuk diam atau tidak menjawab pertanyaan pemeriksa;
d. tidak mempunyai hak atas penangguhan penahanan dengan jaminan orang ataupun uang;
e. tidak mempunyai hak untuk dilakukan penahanan rumah maupun penahanan kota.
f. tidak mempunyai hak untuk berhubungan dengan pihak luar, termasuk keluarganya.
10
Pasal 29
Hasil pemeriksaan intelijen sebagaimana dimaksud pasal 21 huruf a, bukan merupakan bahan pro justisia.
Pasal 30
Apabila dari hasil pemeriksaan intelijen sebagaimana dimaksud pasal 21 huruf a:
a. terdapat cukup kuat bukti-bukti awal bahwa tersangka terlibat dalam kegiatan ancaman nasional, maka tersangka dan barang-barang sitaan sebagaimana dimaksud pasal 21 huruf b, diserahkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Kejaksaan Agung Republik Indonesia, untuk diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku;
b. tidak terdapat cukup kuat bukti-bukti awal, maka tersangka harus dilepaskan dari penahanan.
Bagian Keempat
Penggeledahan
Pasal 31
Penggeledahan dalam rangka pemeriksaan sebagaimana dimaksud pasal 21 huruf a, dilakukan terhadap orang, badan, pakaian, barang, rumah dan atau bangunan.
Pasal 32
Apabila dari hasil penggeledahan sebagamana dimaksud pasal 31 diketemukan atau terdapat dokumen atau benda-benda lain yang diduga kuat berkaitan dengan kegiatan ancaman nasional, maka atas benda tersebut dilakukan penyitaan.
Bagian Kelima
Pencegahan dan Penangkalan
Pasal 33
Dalam rangka melaksanakan penyelidikan, Kepala Badan Intelijen Negara berwenang memerintahkan kepada Direktur Jenderal Imigrasi untuk mencegah atau melarang orang-orang tertentu yang diduga kuat terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalaam kegiatan ancaman nasional, untuk meninggalkan
Wilayah kekuasaan Republik Indonesia.
Pasal 34
Sebagai langkah antisipasi serta preventif, berdasarkan informasi yang dipercaya dan bukti-bukti awal yang kuat, Kepala Badan Intelijen Negara berwenang memerintahkan kepada Direktur Jenderal Imigrasi untuk menangkal atau melarang orang-orang tertentu yang diduga kuat terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan ancaman nasional, untuk masuk ke dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia.
11
BAB VII
PELAPORAN DAN PERLINDUNGAN PETUGAS INTELIJEN
Bagian Pertama
Pelaporan
Pasal 35
Hasil pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pasal 18, 19, 20 dan 21 dilaporkan secara tertulis kepada Kepala Badan Intelijen Negara.
Bagian Kedua
Perlindungan Prtugas Intelijen
Pasal 36
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 18, 19, 20 dan 21, petugas intelijen negara wajib diberi perlindungan khusus, baik pribadi maupun keluarganya.
BAB VIII
HUBUNGAN DENGAN PRESIDEN, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, KOMUNITAS INTELIJEN, MASYARAKAT DAN BADAN INTELIJEN NEGARA SAHABAT
Bagian Pertama
Hubungan dengan Presiden
Pasal 37
Presiden merupakan pengguna tunggal (single cliet) intelijen negara.
Bagian Kedua
Hubungan dengan Dewan Perwakilan Rakyat
Pasal 38
(1) Dewan Perwakilan Rakyat berhak melakukan kontrol terhadap penyelenggara intelijen negara.
(2) Kontrol sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, dilakukan oleh Komisi intelijen Dewan Perwakilan Rakyat, yang keanggotaannya terdiri dari beberapa anggota Dewan yang telah disumpah secara khusus.
(3) Kontrol sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini, dilakukan melalui pengawasan terhadap anggaran intelijen serta substansi yang berkaitan dengan keamanan negara.
12
Bagian Ketiga
Hubungan dengan Komunitas Intelijen
Pasal 39
(1) Badan-badan intelijen sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) pasal 4, tergabung dalam suatu forum Komunitas Intelijen.
(2) Badan Intelijen Negara berwenang mengkoordinasikan dan mengarahkan aktifitas intelijen yang dilakukan oleh anggota Komunitas Intelijen;
Pasal 40
Dalam upaya mewujudkan upaya mewujudkan komunitas telijen yang handal dan profesional, pengangkatan Pimpinan anggota komunitas Intelijen dilaksanakan atas persetujuan Kepala Badan Intelijen Negara.
Bagian Keempat
Hubungan dengan masyarakat
Pasal 41
a. Pengabdian intelijen kepada masyarakat, diwujudkan dalam upaya memberikan perlindungan dari ancaman nasional.
b. Dalam upaya melengkapi analisa tentang ancaman nasional, diwujudkan dalam bentuk kerjasama dengan lembaga-lembaga dalam masyarakat dan
(1) atau instansi lainnya.
Bagian Kelima
Hubungan dengan intelijen negara-negara asing
Pasal 42
Dalam rangka mendukung kepentingan nasional serta mengoptimalkan tugas fungsinya, penyelenggara intelijen negara melakukan hubungan dan kerja sama secara tertutup dengan penyelenggara intelijen negara asing.
BAB IX
PENGADAAN, PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN PERSONIL
Bagian Pertama
Pengadaan
Pasal 43
(1) Sumber tenaga penyelenggara intelijen berasal dari masyarakat, Mabes TNl, Mabes Polri dan anggota Komunitas Intelijen lainnya;
(2) Dalam upaya mewujudkan penyelenggara intelijen yang profesional, pengadaan tenaga sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, dilaksanakan berdasarkan persyaratan serta melalui seleksi yang diatur lebih lanjut dengan keputusan Kepala Badan Intelijen Negara.
13
Bagian Kedua
Pengembangan Kemampuan
Pasal 44
(1) Pengembangan kemampuan penyelenggara intelijen di bidang profesinya, dilakukan melalui berbagai pendidikan tehnis fungsional yang sekailgus merupakan pendidikan penjenjangan.
(2) Jenis-jenis pendidikan sebagaimana di maksud ayat (1) pasal ini, diatur lebih lanjut dengan keputusan Kepala Badan Intelijen Negara.
Bagian Ketiga
Pembinaan Karier
Pasal 45
(1) Penyelenggara intelijen merupakan profesi yang memiliki ciri khusus tersendiri;
(2) Pembinaan karier penyelenggara intelijen dalam batas-batas tertentu dapat menyimpang dari ketentuan perundang-undangan kepegawaian yang berlaku;
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud yat (2) pasal ini, diatur lebih lanjut dengan keputusan Kepala Badan Intelijen Negara.
Pasal 46
Pembinaan karier penyelenggara intelijen sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal 46:
a. didasarkan pada kemampuan serta pendidikan tehnis fungsional yang telah ditempuhnya;
b. dalam hal-hal tertentu, pembinaan penyelenggara intelijen dapat menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud huruf a pasal ini.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 47
Setiap penyelenggara intelijen yang ingkar pada tugasnya dan masuk intelijen negara asing dan atau pihak lawan di ancam hukuman dengan pidana mati.
Pasal 48
Setiap orang yang dengan sengaja membocorkan rahasia intelijen, diancam hukuman pidana penjara paling lama 20 (duapuluh) tahun.
Pasal 49
Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan bocornya rahasia intelijen, diancam hukuman penjara paling lama 5 (lima) tahun.
14
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, semua peraturan yang ada berkaitan dengan intelijen dinyatakan tetap berlaku selama ketentuan baru berdasarkan Undang-Undang ini belum dikeluarkan dan sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini
BAB XII
PENUTUP
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Undang-undang ini disebut Undang-undang Intelijen Negara.
Disahkan di : Jakarta
Pada tanggal : Januari 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEGAWATI SOEKARNO PUTRI
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal
MENTERI SEKRETARIS NEGARA
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN...
15
PENJELASAN ATAS
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR: TAHUN 2002
TENTANG
INTELIJEN NEGARA
1. UMUM
a. Revolusi tehnologi industri, globalisasi, transparansi, demokratisasi, serta kemajuan dalam perlindungan hak asasi manusia, membawa akibat yang luar biasa bagi kehidupan umat manusia. Batas negara satu dengan lainnya terkesan semakin manipis yang berakibat derasnya arus lalu lintas warga negara dunia bermigrasi.
Bagi negara-negara yagn tingkat ketahanan nasionalnya cukup mantap, kahadiran warga negara asing ke negerinya merupakan suatu rakhmat; masuknya devisa negara. Namun bagi negara-negara yang tingkat ketahanan naionalnya “rendah”, kehadiran warga negara asing seringkali menimbulkan masalah. Mereka sering memanfaatkan kondisi semacam itu untuk perbuatan negatif yang memperkeruh situasi.
Derasnya arus informasi seierng memicu inspirasi negatif, yang tidak jarang berkembang menjadi ancaman terhadap integritas nasional.
Menghadapi ancaman semacam itu, tuntutan masyarakat cukup tinggi, agar pemerintah secepatnya menangani berbagai ancaman tersebut.
Disamping tumpuan dicurahkan kepada aparat keamanan, harapan ditujukan pula kepada aparat intelijen agar mampu menangani secara cepat.
Masalah yang dihadapi adalah belum adanya instrumen perangkat lunak yagn memungkinkan aparat intelijen bertindak secara legal.
Transparansi menghendaki semua langkah aparat, lebih-lebih yang bersinggungan dengan HAM harus didasarkan pada Undang-undang.
Atas dasar itulah, Undang-undang intelijen dibentuk dengan harapan dapat menjadi landasan legal aparat intelijen dalam bertindak.
b. Walaupun disebut Undang-Undang Intelijen Negara, namun undang-undang ini tidak hanya mengatur aktifitas petugas Badan Intelijen Negara, tetapi mencakup aktifitas intelijen tingkat departemental yang tergabung dalam Komunitas Intelijen.
c. Dikenalnya tiga pengertian intelijen yang meliputi organisasi, aktifitas dan pengetahuan, hakekatnya secara implisit imperatif mengandung makna, bahwa dalam mengatur organisasi intelijen harus berdasarkan premise-premise pengaturan organisasi dinas rahasia. Sedangkan dalam memanage aktifitas
16
(kegiatan/operasi) telah terdapat kesamaan persepsi, pelaksanaannya dilakukan secara tertutup.
Sementara itu, dalam memanage inforrnasi intelijen, harus disesuaikan dengan tingkatannya sebagai rahasia negara.
d. Profesi intelijen merupakan profesi yang sangat spesifik. Atas dasar itu, rnaka pernbinaan organisasi dan penyelenggaranya pun memerlukan penanganan spesifik pula.
Kespesifikan pembinaan organisasi intelijen, sebagaimana disebutkan dalam butir c diatas. Sedangkan pembinaan karier personilnya, perlu pengaturan secara khusus pula, demikian halnya dengan jenjang pendidikan yang harus dilalui.
Atas dasar itu, pendidikan intelijen perlu diatur tersendiri, yang sejauh mungkin tetap mengikuti norma peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e. Badan Intelijen Negara sebagai instirusi penyelenggara intelijen tingkat nasional, bertanggung jawab terhadap pengelolaan intelijen secara profesional.
Dalam hal ini intelijen memiliki visi, terhindarnya masyarakat dari berbagai ancaman, terjaganya integritas nasional, persatuan dan kesatuan, tetap tegaknya kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dari berbagai ancaman, baik yang datang dari dalam maupun dari luar negeri, dalam mewujudkan tujuan nasional.
Untuk terwujudnya visi tersebut, intelijen melakukan misinya dalam bentuk berbagai kegiatan dan operasi secara tertutup meliputi penyelidikan, pengamanan dan penggalangan sebagai upaya menghilangkan, setidak-tidaknya memperkecil bentuk-bentuk ancarnan agar bangsa dan negara terhindar dari pendadakan.
2. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 .
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukupjelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud intelijen tingkat departemental adalah intelijen yang merupakan unit sesuatu departernen atau unit yang ada di departemen, walaupun tidak secara eksplisit disebut intelijen, tetapi melaksanakan fungsi intelijen. Pengertian departemental tidak semata-mata berarti departemen, tetapi juga pada tingkat Markas Besar.
17
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Staf Ahli adalah orang dinilai ahli didalam bidangnya. Ia bertugas melakukan analisa terhadap permasalahan yang menjadi lingkup tugasnya.
Pasal 9
Dewan Analisa Strategis merupakan organisasi struktural, namun
Keanggotaannya bersifat fungsional.
Pasal 10
Ayat (1)
Pasal ini dimaksudkan agar penyelenggara intelijen bersifat netral dari tarikan sesuatu partai politik.
Pasal 11
Yang dimaksud dengan premise-premise adalah pedoman.
Pasal 12
Huruf a
Semua aspek kehidupan meliputi bidang-bidang Idiologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, Pertahanan Keamanan.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan intelijen positif adalah kegiatan penyelidikan, pengamanan dan penggalangan, sedangkan yang dimaksud intelijen negatif adalah langkah-langkah yang bersifat counter terhadap kegiatan lawan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
18
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Yang dimaksud bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang, yang berusaha di wilayah Republik Indonesia serta cabang-cabangnya di luar negeri. Dalam pengertian ini termasuk Bank Indonesia.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukupjelas.
Pasal 26
Huruf a
Kewenangan pengadaan senjata api yang dimiliki oleh Kepala Badan Intelijen Negara adalah kewenangan yang dikuasakan dan bersumber dari Undang-Undang ini. Dengan demikian, apabila Kepala Badan Intelijen Negara melakukan pengadaan senjata api untuk kepentingan instansinya. tidak memerlukan ijin dari sesuatu instansi lain.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan di suatu tempat antara lain dapat di rumah tahan militer, rumah tahanan, tempat penahanan kepolisian atau tempat penahanan kejaksaan.
Pasal 29
Huruf a
Yang dimaksudkan dengan sistem inquisitor adalah suatu cara yang memperlakukan tersangka sebagai obyek pemeriksaan dan bukan sebagai pihak sebagaimana dalam sistem aqusatoir. Disini tidak berlaku adagium praduga tak bersalah.
Huruf b s.d. f
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
19
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Dalam pelaksanaan pencegahan, Kepala Badan Intelijen Negara dapat memerintahkan kepada Direktur Jenderal Imigrasi untuk melaksanakan pencegahan tersebut, mengingat Direktur Jenderal Imigrasi tergabung dalam Komunitas Intelijen.
Pasal 35
Dalam pelaksanaan penangkalan, Kepala Badan Intelijen Negara dapat memerintahkan kepada Direktur Jenderal Imigrasi untuk melaksanakan penangkalan tersebut, mengingat Direktur Jenderal Imigrasi tergabung dalam Komunitas Intelijen.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Yang dimaksud dengan perlindungan khusus antara lain pada waktu melakukan tugas penyelidikan atau pemeriksaan tidak boleh diketahui identitasnya ataupun diperlengkapi dengan peralatan perlindungan pembelaan diri.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Saat ini Komisi Intelijen di Dewan Perwakilan Rakyat belum dibentuk, oleh karena itu, agar dapat melakukan tugas tersebut Dewan Perwakilan Rakyat perlu membentuk kelengkapannya yang disebut Komisi Intelijen.
Pasal 40
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Komunitas Intelijen, yakni Badan Intelijen Negara, Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Asisten Intelijen Mabes POLRI, Jaksa Agung Muda bidang Intelijen Kejaksaan Agung, Direktur Jenderal Imigrasi Depkeh & HAM, Direktur Jenderal Bea & Cukai-Depkeu .Jenderal Pembinaan Kesatuan Bangsa-Depdagri serta Direktur Jenderal Politik-Deplu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Bekerjasama dengan lembaga masyarakat adalah seperti dengan Lembaga Swadaya Masyarakat, termasuk Lembaga-Lembaga Studi Lembaga Akademisi/Perguruan Tinggi, Lembaga Cendikiawan, Lembaga Keagamaan dan lain-lain. Sedangkan
20
Instansi lainnya adalah seperti Lembaga Sandi Negara, Wanhankamnas, PT .Telkom dan PT. Pos Indonesia dan lain-lain.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup Jelas
Pasal 51
Cukup Jelas
Pasal 52
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR........
TAHUN .......
BADAN INTELIJEN NEGARA
Untuk otentikasi :
Senin, 28 Maret 2011
DWI NOFI ANDHIYANTAMA
Dwi Nofi Andhiyantama terlahir di kota Malang pada tanggal 18 November 1990,merupakan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang,pendidikan dasarnya ditamatkan di SDN.Arjosari I Malang,kemudian ditunaikan pula pendidikan lanjutan di SLTPN 16 Malang dan kemudian di SMUN 12 Malang.Sejak SMU telah cukup aktif dalam kegiatan kepartaian di salah satu Parpol di kota Malang.Namun setelah berstatus Mahasiswa ia memilih untuk mundur dari dunia politik praktis,hal ini dikarenakan ia ingin menjalankan salah satu peran Mahasiswa yaitu Social Control yang tentunya harus terbebas dari intervensi kekuatan politik aktif.Namun bukan berarti kegiatannya berhenti sampai itu saja,pada tahun 2009 dalam MUBES salah satu NGO di kotanya yaitu “GERAKAN PEMUDA ANTI PENYIMPANGAN” Kota Malang ia dipercaya untuk menjadi Wakil Ketua I GPAP Kota Malang masa bakti 2009-2010 yang mana dipilih secara aklamasi oleh seluruh anggota GPAP Kota Malang tsb. Pemikiran-pemikirannya yang cukup kritis membuatnya sering bertabrakan dengan rekan-rekannya di NGO,hal ini dikarenakan ia tidak selalu memandang dari sudut pandang rakyat saja tetapi juga memandang dari sudut pandang pemerintah,dalam menelaah permasalahan-permasalahan yang ada.Selain itu ia juga aktif dalam organisasi-organisasi kemahasiswaan baik organisasi internal kampus maupun eksternal kampus.
SUARA KAMI UNTUK DANA ABAL-ABAL
Kami . . . Sedang menyaksikan drama . . .
Drama oleh ratusan anggota Dewan yang terhormat . . .
Kemarin kami mendengarkan puisi . . .
Puisi yang engkau nyanyikan saat kampanye . . .
Masih tercium baunya . . .
Akan dana Aspirasi yang sempat engkau rencanakan . . .
Namun engkau batalkan karena kami menggongong tidak setuju . . .
Detik ini engkau memberi cerita baru kepada kami . . .
Cerita mengenai Dana Infrastruktur . . .
Dengan landasan yang tidak jelas . .
Bapak MENKEU Agus Martowardojo yang bijaksana,bolehkah kami bertanya ? . .
Darimana landasan lahirnya Peraturan Menteri tersebut . . .
Mungkin kami yang terlalu bodoh,hingga tidak mengerti . . .
Apakah ada regulasi yang mengamanatkan itu semua ? . .
Dan mungkinkah ini sebuah Freiss Ermessen . . .
Yang mana terlahir karena adanya sebuah kondisi darurat ? . .
Darurat menghadapi PEMILU 2014 . . .
OLEH:
DWI NOFI ANDHIYANTAMA
MAHASISWA FAK.HUKUM UNIV.WIDYAGAMA MALANG
DWI NOFI ANDHIYANTAMA dan KPM atau KKN ?
Salah satu perbedaan seorang mahasiswa dengan seorang pelajar adalah fungsi mahasiswa yang diwajibkan guna mengamalkan ilmu yang dimilikinya terhadap masyarakat,disini bukanlah berarti bahwa seorang pelajar layak guna bersikap apatis dan tidak perlu mengamalkan ilmunya.Tetapi hal ini lebih ditekankan pada konsep Tri Dharma Perguruan Tinggi.Salah satu bentuk nyata dari Pengabdian Masyarakat ini barusaja penulis cicipi asam,manisnya pada bulan Februari s/d Maret Tahun 2011 ini di Dusun Puthuk,Desa Ngadireso,Kec.Poncokusumo,Kab.Malang.Terdapat perbedaan nama dengan konsep ini yang pernah berjalan beberapa tahun silam,jika dahulu dikenal sebagai KKN sekarang lebih dikenal sebagai KPM tetapi bahasa masyarakat yang ada masihlah menyebut hal ini sebagai KKN.
Penulis sejatinya lebih mengamini penganugerahan nama KPM ini daripada KKN,walaupun KKN adalah akronim dari kata “kuliah kerja nyata” tetapi patut pula kita bersama pahami setidaknya sejak era tahun 1998 masyarakat mengenal kata KKN ini tidak hanya memiliki 1 arti saja,tetapi ada 2 arti.Arti kata yang pertama yaitu adalah Kuliah Kerja Nyata tadi,sedang arti yang kedua ini cukup miris yaitu Korupsi,Kolusi dan Nepotisme.
Arti kata kedua ini setidaknya pernah penulis alami saat berada di lokasi KPM tersebut.Kembali pada yang telah penulis jelaskan bahwa masyarakat sudah terbiasa menyebut KKN dan bukan KPM,hingga pada suatu saat ada segerombolan anak kecil sekitar usia 7 tahunan memanggil kami,”Mas,KKN . . . !!!”,kamipun tersenyum ramah karena wajar jika mereka saat itu belum mengenal nama kami satu-persatu dikarenakan baru 1 hari kami disana,kemudian oleh rekan penulis dijawab,”Iyah,adek-adek”,yang membuat kami sedikit kesal saat itu anak kecil tersebut menjawab”Nggak apa-apa,Mas “Korupsi,Kolusi dan Nepotisme”.”seraya mereka berlari.Kamipun semua terbahak,dan disanalah penulis mendapat titik terang salah satu perubahan nama ini.
Sempat juga sebelum berangkat KPM penulis mengobrol ringan dengan Mantan Presiden Mahasiswa di Universitas Widyagama Malang dimana tempat penulis mengais ilmu.Ia mengatakan bahwa konsep KKN dan KPM itu serupa tapi tidak sama,jika dalam KKN wujud fisik lebih ditekankan daripada penyaluran ilmu karena kita dituntut harus memberikan hal yang berwujud nyata dan dapat dilihat,sedang dalam konsep KPM yang ditekankan bukanlah wujud fisik yang ada melainkan adalah bagaimana kita dapat mengamalkan ilmu dan secara bergotong-royong bersama masyarakat mengatasi permasalahan.Jadi dalam konsep KPM kita ditekankan dalam pentransferan ilmu,jelasnya.
Meskipun penulis saat itu tidak meyakini hal tersebut secara utuh karena nampak itu hanyalah asumsi belaka tetapi penulis beranggapan bahwa benar apa kata Mantan Presma tersebut,hal ini dipondasikan jika mahasiswa menekankan pada program fisik saja maka apakah mahasiswa ini dicetak sebagai seorang milyuner yang membangun ini itu tanpa memperdulikan masyarakat?tentu tidak,selain bukanlah itu denyut nadi mahasiswa kita tahu pula sebuah rahasia umum bahwasnya kantong mahasiswa ini selalu tipis dan kering.Maka untuk menjadi kontraktor seperti itu jelaslah tidak mungkin.Dalam perkuliahan yang ada kita selalu dicekoki ilmu dan pengetahuan,maka hal yang dimiliki mahasiswa untuk diberikan tentunya adalah ilmu saja.
Tetapi cukup menarik berbicara soal ilmu ini,bahwasanya ilmu yang selama ini dipelajari ternyata kebanyakan berbeda dengan kenyataan yang ada di lapangan,ada kalanya masyarakat yang rata-rata (maaf) berpendidikan lebih rendah dari kita justru mereka lebih pandai dan paham tentang suatu hal yang menjadi obyek bahasan(karena basic di lokasi penulis KPM adalah Pertanian,sempat miris bahwa rekan penulis yang berasal dari Fakultas Pertanian dicecar pertanyaan seputar pertanian dan ternyata masyarakat disana lebih paham daripadanya).Hal ini berdasarkan obrolan ringan penulis dengan rekan penulis di Universitas-universitas lain dikatakan bahwa ini selalu terjadi.Memang selama ini kita yang dicetak sebagai seorang Akademisi dengan ribuan teori yang kita lahap setiap harinya sulit untuk ditandingkan dengan Praktisi yang sudah kenyang akan pengalaman.Maka setidaknya penulis berasumsi bahwa KPM ini bertujuan guna mengsinergikan antara kemampuan seorang Akademisi dengan seorang Praktisi agar tercipta seorang Maha Profesional di Bidangnya.
Disadari atau tidak penulis beranggapan bahwasanya baik KKN maupun KPM bukanlah terjadi karena suatu keikhlasan secara nyata.Penulis masih lebih mengapresiasi rekan-rekan yang turun ke jalan untuk melakukan aksi-aksi menentang kebijakan yang Non Pro Rakyat ataupun aksi-aksi seperti Baksos.Memang jika dinilai secara kuantitas waktu KKN ataupun KPM ini lebih lama,tetapi disini mahasiswa kebanyakan(karena tidak seluruhnya) melakukan itu semua karena ada pamrih berupa nilai.Sedang untuk rekan-rekan yang turun aksi walaupun paling Cuma sebatas 3 s/d 5 Hari saja tetapi disini rekan-rekan tidak mengharapkan nilai bahkan mereka mengorbankan nilai dengan tidak masuk kuliah bahkan sampai tidak ikut ujian.
Pemahaman terhadap adat ketimuran yang masih dipegang teguh oleh masyarakat desa merupakan hal yang akan dipelajari oleh Mahasiswa baik secara langsung maupun tidak langsung,apabila di kota merupakan hal yang wajar jika antar tetangga tidak saling mengenal dan juga tidak saling bertegur sapa apabila bertemu dengan tetangganya,di desa hal ini bukanlah suatu hal yang wajar dan bahkan menjadi suatu permasalahan.Walaupun terkesan bahwa KPM ini merupakan hal yang membosankan karena ditempatkan ke daerah yang sangat jauh dari kota atau mungkin seperti daerah terisolir tetapi banyak pelajaran yang dapat kita peroleh dari hal ini yang mana tidak akan pernah kita dapatkan dibangku perkuliahan atau dikehidupan kota.
Langganan:
Postingan (Atom)