Jumat, 04 Oktober 2013

Best iOS 7 Apps






From long-established classics to newcomers, there's a wealth of apps available now that every guy should at least know about. Not every one of these apps is going to be best-suited to your lifestyle, but when used correctly, all of them will help make your life a little easier. We've broken down our favorite iOS apps into twelve distinct categories, and picked our favorites of the bunch.

Moves
"Moves automatically records any walking, cycling, and running you do. You can view the distance, duration, steps, and calories burned for each activity. The activity tracker is always on, so there’s no need to start and stop it. Just keep your phone in your pocket or your bag."
Zombies, Run!
"Zombies, Run! works anywhere and at any speed. We immerse you in an action-packed game and story mixed with your own music, whether you're jogging in a park, running along a trail, walking to work or even running on treadmills."

Strava Run
"Track all your runs, rides and cross-training too. Upload your activities from your Garmin, Android or iPhone and Strava will automatically log all your workouts."
GAIN Fitness
"We sought out top-notch personal trainers to create interactive, customizable workout packs that guide you to your goals. Get workouts and plans—matched to your fitness level, goals and time constraints—instantly, from the convenience of your mobile device."

 Camera+
"Camera+ helps you use your iPhone to shoot the best photos you possibly can. Packed with several handy features that your standard camera app doesn’t include, your pics will improve the instant you start using Camera+."

Mextures
"Tons of light leaks, gritty and grainy film textures, dusty vintage film scans, tasteful grunge, and gorgeous gradients. These textures are created from actual 35mm film scans from various cameras, and a multitude of other natural elements. With 12 different blending modes, every new layer adds millions of possibilities to enhance your images and make them uniquely yours."
Pro HDR
"Thanks to Pro HDR, you no longer have to choose between a blown-out sky or a hopelessly dark foreground. Bringing high dynamic range photography to your iPhone, Pro HDR lets you capture an image exposed for the highlights and another exposed for the shadows. It then automatically aligns and blends the images, giving you a gorgeous HDR image (up to 12 megapixels) like nothing you've ever seen from such a tiny device."

Analog Camera
"The filters in Analog Camera are like no others. We lovingly crafted them to ensure they improve your photos, not cover them with scratches and tacky borders. They’re incredible professional-grade filters that make your photos even more beautiful, and give them an almost cinematic quality."

VSCO Cam
"Separate Focus and Exposure Rings, plus White Balance Lock allow for increased creative control."

Mint
"Get a handle on your finances the free and fast way. Mint does all the work of organizing and categorizing your spending for you. See where every dime goes and make money decisions you feel good about."
Expensify
"Streamline the way your employees report expenses, the way expenses are approved, and the way you export that information to your accounting package."
Spendee
"Spendee is an awesome new app for managing your personal finances on the go. It gives you the power of unique data analysis in an adaptable environment that automatically and thoroughly analyzes your income and expenses, giving you intelligent advice on how to make the most of your money."

So, you wanna try it?

Minggu, 29 April 2012

PERAN PERGERAKAN SOSIAL SEBAGAI WUJUD KONKRET PELAKSANAAN PROSES DEMOKRASI INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Menurut ilmu hukum tata negara syarat mutlak terbentuknya dari suatu negara adalah memiliki wilayah, memiliki rakyat, memiliki pemerintahan yang berdaulat serta mendapat pengakuan dari negara lain. Keempat syarat ini mutlak harus dimiliki oleh setiap negara. Hal ini ditegaskan pula dalam Konvensi Montevideo pada tahun 1993 yang memaparkan bahwa unsur yang mutlak untuk dipenuhi demi terbentuknya negara adalah: Permanent Population, a defined Teritory, a Government, a Capacity to enter into relations with other states.
            Suatu negara menurut Thomas Hobbes terbentuk karena adanya perjanjian dalam masyarakat itu sendiri. Untuk terselenggaranya perdamaian, manusia-manusia itu mengadakan suatu perjanjian yang disebut perjanjian masyarakat, untuk membentuk suatu masyarakat dan selanjutnya disebut negara (Soehino: 2000: 99). Selanjutnya dalam perjanjian itu, masyarakat memilih seseorang sebagai pemimpinnya yang kemudian dikenal sebagai Raja. Namun Thomas Aquinas memberikan argumen yang berbeda akan asal mula suatu negara itu sendiri, menurutnya negara terbentuk karena hak-hak yang diberikan oleh Tuhan. Ia mengemukakan bahwasanya gereja adalah persekutuan hidup yang nyata dan terlengkap, dia pun menjelaskan bahwa itu merupakan wakil kerajaan Tuhan di dunia. Plato dalam teori idealismenya menyatakan berbeda, bahwa menurutnya suatu negara terbentuk dikarenakan keinginan manusia yang beraneka ragam sehingga menyebabkan mereka harus bersatu untuk memenuhi keinginan itu, persatuan inilah yang selanjutnya disebut negara. Selain itu masih banyak pula teori-teori yang menjelaskan akan asal mula terbentuknya suatu negara itu sendiri seperti pemikiran dari Montesquieu, John Locke, Imanuel Kant, dll.
            Dalam suatu negara dikenal akan ajaran mengenai kedaulatan. Kedaulatan adalah konsep mengenai kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Menyangkut siapa yang berdaulat (berkuasa) dalam suatu negara, dalam ilmu kenegaraan dikenal adanya beberapa teori atau ajaran, yaitu :
1.      Teori Kedaulatan Tuhan
2.      Teori Kedaulatan Raja
3.      Teori Kedaulatan Negara
4.      Teori Kedaulatan Rakyat
5.      Teori Kedaulatan Hukum(Jimly Asshidiqie:1994: 10)
            Apabila merujuk pada pasal 1 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum” maka kental terasa bahwa Negara Indonesia ini lebih bercondong kepada model kedaulatan hukum. Dalam kedaulatan hukum, hukum diharapkan menjadi panglima tertinggi dalam pelbagai aspek kehidupan. Konsekuensi dari dianutnya kedaulatan hukum maka tidak dapat dilepaskan dari teori negara hukum dan teori konstitusi. Teori Negara Hukum meletakan prasyarat bagi pelaksanaan pemerintahan dalam negara yang berdasarkan kedaulatan hukum. Teori Konstitusi meletakkan kerangka dasar hukum tertinggi dalam suatu negara modern atau memberikan landasan bagi berjalannya supremasi konstitusi/UUD yang menjadi prasyarat berlakunya kedaulatan hukum (Anwar Cengkeng: 2008: 15). Perbincangan akan negara hukum sejatinya merupakan terjemahan langsung dari istilah “Rechstaat”. Di negara-negara di Eropa dan Amerika menggunakan istilah yang berbeda-beda untuk negara hukum ini, contohnya seperti di Jerman dan Belanda memakai kata Rechstaat sedangkan di Perancis memakai istilah kata Etat De Droit. Di negara Spanyol memakai istilah Estado Dederecho, dan Italia memakai kata Stato Di Diritto. Sedangkan di Inggris dikenal ungkapan the state according to law atau according to the rule of law. Istilah-istilah yang digunakan dalam paham Eropa Kontinental dan Amerika Latin adalah istilah-istilah yang tidak memiliki kesepadanan yang tepat dengan sistem hukum Inggris, meskipun ungkapan legal state atau state according to law atau the rule of law yang juga digunakan untuk maksud “Negara Hukum”(Fatkhurohman: 2010: 43). R.Soepomo memberikan pengertian terhadap Negara Hukum ini sebagai negara yang tunduk pada hukum,peraturan-peraturan hukum berlaku pula bagi segala badan dan alat-alat perlengkapan negara(Fatkhurohman, et.al: 2005: 128).
            Istilah Rechstaat ini sendiri jika ditilik sejatinya mulai populer di Eropa sejak abad XIX walaupun pemikiran akan itu sudah berlangsung lama sebelumnya. Dan sejak tahun 1885 dengan terbitnya buku dari Albert Van Dicey yang berjudul “Introduction to the study of law of the constitution” istilah the rule of law ini mulai populer (Bagir Manan: 1990: 75). Unsur-unsur Rechstaat dikemukakan oleh Friedrich Julius Stahl yang berlatar belakang ahli hukum Eropa Barat Kontinental sbb:
a)      Mengakui dan melindungi hak-hak asasi manusia
b)      Untuk melindungi hak asasi tersebut maka penyelenggara negara harus berdasarkan teori Trias Politica
c)      Dalam menjalankan tugasnya, pemerintah berdasarkan atas undang-undang (wetmatig bestuur)
d)     Apabila dalam menjalankan tugasnya berdasarkan undang-undang pemerintah masih melanggar hak asasi (campur tangan pemerintah dalam kehidupan pribadi seseorang), maka ada pengadilan administrasi yang akan menyelesaikannya.(Padmo Wahyono: 1989: 151)
AV Dicey, memberikan pengertian mengenai the rule of law sbb:
a)      Supremasi hukum, dalam arti tidak boleh ada kesewenang-wenangan sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hukum.
b)      Kedudukan yang sama didepan hukum baik bagi rakyat biasa maupun bagi pejabat.
c)      Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang dan keputusan-keputusan pengadilan.(Anwar Cengkeng, Op.Cit: 49)
           Dapat dicermati bahwa sejatinya terdapat perbedaan antara konsep antara konsep rechstaat dan juga konsep the rule of law, tetapi juga perlu ditarik sebuah benang merah bahwasanya kedua konsep tersebut tetap melindungi kepada hak-hak kebebasan sipil dari warga negara, berkenaan dengan perlindungan terhadap hak-hak dasar. Jimly Asshidiqie merumuskan perihal 12 prinsip pokok yang mutlak dimiliki oleh negara modern yang merupakan negara hukum (baik itu The Rule of Law ataupun Rechstaats), prinsip tersebut adalah:
1.      Supremasi Hukum (Supremacy of Law)
2.      Persamaan dalam hukum (Equality before the Law)
3.      Asas Legalitas (Due Process of Law)
4.      Pembatasan Kekuasaan
5.      Organ-organ eksekutif independen
6.      Peradilan bebas dan tidak memihak
7.      Peradilan Tata Usaha Negara
8.      Peradilan Tata Negara
9.      Perlindungan Hak Asasi Manusia
10.  Bersifat Demokrasi (Democratische Rechstaat)
11.  Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara (Welfare Rechstaat)
12.   Transparasi dan Kontrol Sosial (Jimly Asshidiqie: 2005: 21)
           Pada point ke-10 dimana menyandarkan demokrasi sebagai salah satu pilar negara hukum merupakan pembahasan menarik. Hal ini di dasarkan kepada demokrasi yang dikenal berpakem pada adagium “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”. Demokrasi selama ini memang diagungkan karena citanya yang dianggap luhur, sehingga wajar jika hampir semua negara di dunia ini memilih demokrasi sebagai sistem pemerintahannya (Dwi Nofi A: 2012: 1). Di dalam khasanah demokrasi sejatinya peran rakyat dianggap sebagai sarana yang amat sentral, hal ini dikarenakan pemerintah dianggap sebagai wakil rakyat. Mutlak dibutuhkan peran masyarakat sebagai pengerem atau pengawas dari sikap yang diambil oleh pemerintah. Perlu adanya suatu kebangkitan kembali demokrasi melalui “kekuatan masyarakat” (Bill Moyer: 2004: 4). Dalam perwujudan “kekuatan masyarakat” tersebut maka diperlukan aksi nyata dari masyarakat untuk sadar akan perannya dalam kehidupan demokrasi di Indonesia, yang salah satunya melalui jalan pergerakan sosial (social movement). Sejatinya dengan diangkatnya Indonesia sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia sudah sepantasnya apabila bangsa ini berbenah guna menciptakan alam demokrasi yang seutuhnya dan tidak bersifat demokrasi semu.

B. Rumusan Masalah
Berdasar pada uraian diatas maka dapat ditarik rumusan masalah, yaitu:
1.      Bagaimana peran masyarakat demi terciptanya alam demokrasi utuh di Indonesia?
2.      Sejauhmana efektivitas Pergerakan Sosial sebagai upaya kontrol terhadap kinerja pemerintah?


C
. Tujuan dan Kegunaan Penulisan
1. Penulisan ini bertujuan guna:
a.       Guna mengetahui peran masyarakat demi terciptanya alam demokrasi utuh di Indonesia.
b.      Guna mengetahui efektivitas Pergerakan Sosial sebagai upaya kontrol terhadap kinerja pemerintah.
2. Dengan diadakannya penulisan ini, dapat ditarik beberapa kegunaannya yaitu:
a)      Kegunaan dari segi teoritis
            Dari kacamata teoritis, berguna untuk menambah dan membuka khasanah pengetahuan lebih dalam lagi perihal peran pergerakan sosial sebagai wujud konkret pelaksanaan proses demokrasi Indonesia.
b)      Kegunaan dari segi praktis
1.      Bagi Pemerintah
Menjadi bahan acuan dalam hal peningkatan pemahaman akan peran serta masyarakat dalam era perpolitikan demokrasi di Indonesia
2.      Bagi Kalangan Akademisi
Penulisan ini diharapkan sebagai sumbangan pemikiran guna mengkaji akan pentingnya peran serta masyarakat dalam sebuah proses lahirnya demokrasi di Indonesia.
3.      Bagi Masyarakat luas
Dengan diadakannya penulisan ini diharapkan dapat memicu kepedulian masyarakat guna membangun “Public Control” terhadap pengambilan kebijakan yang diambil oleh pemerintah, selain itu berguna pula dalam membentuk pembinaan dini pada masyarakat demi terciptannya proses demokrasi yang utuh.














BAB II
TELAAH PUSTAKA
A. Cita Demokrasi di Indonesia
            Demokrasi berasal dari dua suku kata yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos yang berarti pemerintahan. Maka demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan oleh rakyat. Atau dalam pakemnya sering disebut sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Demokrasi bermula dari zaman Yunani namun ketika itu masih berwujud demokrasi langsung, atau demokrasi kuno. Hal itu dapat terjadi di Yunani karena :
1.      Negara Yunani pada waktu itu masih kecil, masih merupakan apa yang disebut Polis atau City State, negara Kota
2.      Persoalan di dalam negara dahulu itu tidaklah seruwet dan berbelit-belit seperti sekarang ini, lagipula jumlah warga negaranya masih sedikit
3.      Setiap warganegara adalah negara minded (Soehino, Op.Cit: 15)
            Hal tersebut untuk digunakan pada era sekarang terasa sangat tidak mungkin, dikarenakan jumlah penduduk yang mutlak telah berjumlah beratus-ratus juta. Selain itu jumlah kerumitan masalah yang semakin meningkat. Maka demokrasi yang dianggap luhur tersebut dibutuhkan suatu modifikasi demi tercapainya cita tersebut dalam era modern ini, dengan demikian lahirlah konsep demokrasi perwakilan. Demokrasi tipe ini merupakan pilihan dari banyak negara di dunia.
            Tercatat setelah Perang Dunia ke II terjadi suatu gejala bahwa secara formal demokrasi merupakan dasar dari kebanyakan negara di dunia. Perihal ini dapat diketahui dalam penelitian yang dilakukan oleh UNESCO pada tahun 1949 yang memaparkan :
            Probably for the first time in history democracy is claimed as the    proper ideal description of all system of political and social      organization advocated by influential proponents”(S.I Bens : 1964: 393)
            (“Mungkin untuk pertama kali dalam sejarah demokrasi        dinyatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua      sistem organisasi politik dan sosial yang diperjuangkan oleh             pendukung-pendukung yang berpengaruh”)
            Penelitian tersebut melibatkan lebih dari 100 sarjana Barat maupun Timur menunjukan tidak satupun tanggapan yang menolak demokrasi. Lebih mendalam Affan Gafar mengemukakan tentang lima ciri demokrasi yaitu :
  1. Akuntabilitas, dalam demokrasi, setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertangungjawabkan kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuhnya
  2. Rotasi Kekuasaan, dalam demokrasi peluang terjadinya rotasi kekuasaan harus ada, dan dilakukan secara teratur dan damai
  3. Rekruitmen Politik yang terbuka, untuk memungkikan terjadinya rotasi kekuasaan
  4. Pemilihan Umum. Dalam suatu negara demokrasi, pemilu dilaksanakan secara teratur
  5. Menikmati hak-hak dasar. Dalam suatu negara mereka secara bebas, termasuk di dalamnya adalah hak untuk berkumpul dan berserikat, dan untuk menikmati pers yang bebas (Affan Gafar: 2000: 82)
            Demokrasi sering pula disebut sebagai titik keseimbangan dari perbedaan dari masyarakat dalam sebuah negara, karena dalam demokrasi tetap terjadinya keseimbangan antara konflik dan juga konsensus. Namun dalam sebuah demokrasi dikenal ada dua aliran yang cukup penting, yaitu demokrasi konstitusional dan demokrasi yang mendasarkan dirinya pada komunisme (Miriam Budiardjo: 2008: 105). Demokrasi yang berada di Indonesia ini sejatinya beragam, hal ini dapat ditafsirkan dari setiap jatuh bangunnya pemerintahan, tercatat setidaknya ada 3 jenis demokrasi yang hidup di Indonesia, yaitu: Demokrasi Liberal, Demokrasi Terpimpin dan Demokrasi Pancasila.
            Demokrasi liberal terlahir dari Maklumat Pemerintah tertanggal 3 November 1945 yang pada intinya memberikan kesempatan seluasnya kepada rakyat untuk membentuk partai maka dari itu sistem politik kala itu menganut sistem multi partai. Hal ini bermuara dari usul BPKNIP yang merupakan penegasan dari pendirian pemerintah yaitu Pertama, Pemerintah menyukai tumbuhnya banyak partai politik, hal ini disebabkan asumsi yang dimiliki pemerintah dengan munculnya banyak partai politik, maka akan mudah dalam mengatur masyarakat. Kedua, Pemerintah kala itu mengharapkan agar partai politik telah tersusun sebelum adanya pemilihan anggota Badan Perwakilan Rakyat pada Januari 1946 (Moh. Hatta: 1982: 473-474). Bermula dari hal ini maka nampak perubahan ke arah liberal, dimana masyarakat di harapkan memiliki peranan lebih besar daripada peranan negara.
            Sebuah hal mencengangkan terjadi yaitu demokrasi liberal yang diharapkan mampu lebih mudah dalam mengatur masyarakat berubah menjadi tumbuhnya Instabilitas Nasional. Sadar akan hal itu muncullah era demokrasi terpimpin. Presiden Soekarno dalam pidatonya tertanggal 17 Agustus 1959, beliau memaparkan tentang butir-butir demokrasi terpimpin, yaitu :
1.      Tiap orang diwajibkan untuk berbakti kepada kepentingan umum, masyarakat dan negara
2.      Tiap orang mendapat penghidupan layak dalam masyarakat, bangsa dan negara (Soekarno: 372)
            Definisi perihal demokrasi terpimpin setidaknya belum didapat suatu kesepakatan utuh, bahkan Presiden Soekarno-pun memberikan tak kurang dari 12 definisi. Salah satu definisi beliau yang cukup terkenal adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Ada juga definisi yang menjelaskan bahwa demokrasi kekeluargaan yang tanpa anarkinya liberalisme dan tanpa otokrasi diktator (M. Lubis:  1986: 39).
            Setumbangnya rezim Orde Lama, dan beralih ke rezim Orde Baru dibawah kepemimpinan Soeharto, model demokrasi di Indonesia-pun turut mengalami perubahan. Demokrasi yang dilahirkan dalam rezim ini adalah demokrasi yang mengembalikan secara utuh ajaran Pancasila dan UUD 1945 yaitu demokrasi Pancasila. Demokrasi ini dipahami sebagai pola demokrasi yang di ingini bangsa Indonesia karena membentuk tata nilai tentang tatanan kenegaraan yang dirumuskan dalam UUD 1945. Ajaran pokok dalam demokrasi Pancasila terdapat empat pilar utama, yaitu:
1.      Pelaksanaan demokrasi itu harus berdasarkan atas Pancasila seperti termuat di dalam Pembukaan UUD 1945 dan penjabarannya lebih lanjut seperti apa yang tersebut dalam batang tubuh UUD 1945 dan Penjelasannya.
2.      Demokrasi ini harus menghargai hak-hak asasi manusia serta menjamin adanya hak-hak minoritas, baik berdasarkan kelompok ataupun kekuatan sosial politik.
3.      Pelaksanaan kehidupan ketatanegaraan harus berdasarkan atas kelembagaan atau konstitusional.
4.      Demokrasi ini harus bersendi atas hukum, sebagaimana dijelaskan di dalam Penjelasan UUD 1945.(Darji Darmodihardjo, et.al: 1994: 93)
            Runtuhnya tameng kekuasaan Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun, berimbas pula dengan runtuhnya pondasi-pondasi dari Demokrasi Pancasila tersebut. Demokrasi Pancasila yang sejatinya bercita luhur, nyatanya telah tergerus oleh kekuatan kepentingan kekuasaan pemerintah. Era Orde Baru memposisikan kekuasaan bagi pemerintah cukup besar maka dengan runtuhnya era tersebut, maka timbulah era Reformasi yang mencitakan kembalinya segala hal ke dalam pembatasan-pembatasan berdasar pada hukum, maka dalam era ini Indonesia telah memasuki masa demokrasi konstitusional.

B. Sumber Kekuasaan
            Kekuasaan secara bahasa berasal dari kata “kuasa” yang berarti kemampuan atau kesanggupan (untuk berbuat sesuatu) (Anton M. Moelino, et.al: 1995: 533). Sedangkan definisi yang diberikan oleh Harold D. Laswell adalah suatu hubungan dimana seseorang atau sekelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain ke arah tujuan dari pihak pertama (Harold D. Laswell: 1950: 74), dan Soerjono Soekamto medefinisikan kekuasaan adalah sebagai kekuasaan untuk mepengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan (Soerjono Soekamto: 1998: 79-80). Cara untuk menyelenggarakan suatu kekuasaan berbeda-beda, namun pada dasarnya ada beberapa cara yang ampuh untuk dilakukan yaitu dengan, melakukan kekerasan fisik (force) cara ini dipandang paling ampuh, namun juga dapat dilakukan lewat jalan koersi (coercion), yaitu melalui ancaman akan diadakan sanksi, atau dengan jalan yang lebih halus kembali yaitu melalui suatu proses persuasi (persuasion) namun ada juga dengan cara lain yaitu dengan tidak mengatakan denda tetapi memberi ganjaran (reward) atau insentif, imbalan, atau kompensasi (Miriam Budiardjo, Op.Cit: 61-62).
            Di era modern, negara sebagai suatu organisasi kekuasaan keberadaannya dipahami sebagai hasil bentukan masyarakat melalui proses perjanjian sosial antara warga masyarakat (Moh. Mahfud MD: 2009: 1). Secara utuh sumber kekuasaan pada suatu Negara dapat dijelaskan melalui teori kedaulatan, kedaulatan adalah konsep mengenai kekuasaan tertinggi dalam suatu Negara (Anwar Cengkeng, Op.Cit: 7), ada empat teori yang memaparkan perihal kedaulatan tersebut yaitu, Pertama, Teori Kedaulatan Tuhan yang dikembangkan oleh Agustinus, Thomas Aquinas dan Marsillius pada abad ke-15 teori ini menjelaskan bahwa sumber dari kekuasaan itu adalah dari Tuhan (Soehino, Op.Cit: 150). Kedua, teori hukum alam yang dikembangkan oleh Johanes Althusius, teori ini mengajarkan bahwa kekuasaan bersumber dari rakyat. Kekuasaan tidak lagi dipandang berasal dari Tuhan(Fatkhurohman, Pembubaran…,Op.Cit :57). Ketiga, Teori kedaulatan hukum yang dipelopori oleh Krabbe. Teori ini menjelaskan bahwa segala kekuasaan dalam negara berdasarkan atas hukum (Wirdjono Prodjodikoro: 1980: 6). Keempat, Teori kedaulatan Negara, teori ini dikembangkan oleh Jellinek dan Otto Mayer dalam teori ini diajarkan bahwa pangkal kekuasaan negara tidaklah diperoleh dari siapapun dan kekuasaannya tidak perlu diberi penjelasan apapun (Ibid:5).




BAB III
METODE PENULISAN

A. Jenis Penulisan dan Metode Pendekatan
            Metode penulisan yang dilakukan dalam penulisan ini ialah metode penulisan hukum, yaitu suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki: 2005: 95). Berdasarkan ruang lingkup dan permasalahan sebagaimana diuraikan di muka, maka intisari dari permasalahan yang di angkat dalam penulisan ini akan dikaji secara yuridis-normatif. Yaitu penulisan yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka (Soerjono Soekanto: 2001: 13-14).
            Demi memperoleh suatu kebenaran ilmiah yang diharapkan, maka dalam penulisan ini secara umum menggunakan pendekatan perundang-undangan. Penggunaan pendekatan ini bertujuan guna mempelajari dan menelaah dasar ontologis lahirnya dan landasan filosofis undang-undang serta ratio legis dari ketentuan undang-undang. Pendekatan perundang-undangan ini dilakukan dengan mendasarkan pada peraturan yang bersinergi dengan peran pergerakan sosial sebagai wujud konkret pelaksanaan proses demokrasi Indonesia. Selain menggunakan pendekatan perundang-undangan juga digunakan pendekatan sejarah, tentang peran pergerakan sosial sebagai wujud konkret pelaksanaan proses demokrasi Indonesia.
B. Jenis Bahan Hukum
            Merujuk pada jenis pendekatan penulisan yang dipergunakan yaitu pendekatan yuridis normatif maka jenis bahan hukum yang digunakan adalah:
a.       Bahan hukum Primer
Yaitu bahan hukum yang diperoleh berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada seperti, UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Informasi dan Pendapat, KUHP, KUHAP, dll.
b.      Bahan hukum Sekunder
Yaitu bahan hukum yang diperoleh melalui buku-buku referensi, internet, pendapat para ahli serta referensi-referensi lain yang terkait dengan tulisan ini.
c.       Bahan hukum Tertier
Yaitu bahan hukum yang diperoleh melalui kamus hukum dan ensiklopedia.
C. Metode Pengumpulan Bahan Hukum
            Untuk mengumpulkan bahan hukum dapat menggunakan teknik studi kepustakaan yaitu dengan mencari, mencatat, menginvetarisasi, menganalisa dan mempelajari data-data yang berupa bahan-bahan pustaka.
D. Metode Analisis
            Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif yaitu menggambarkan secara tepat keadaan subjek atau objek penulisan pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Ronny Hanitijo S: 1994: 145). Penulisan ini akan mengambarkan potret secara utuh tentang peran pergerakan sosial sebagai wujud konkret pelaksanaan proses demokrasi Indonesia yang kemudian akan dianalisa dan diteliti berdasarkan teori juga perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.





BAB IV
ANALISIS DAN SINTESIS
A. Peran Masyarakat Demi Terciptanya Alam Demokrasi di Indonesia
            Demokrasi sebagaimana telah dipaparkan pada bab sebelumnya, ialah suatu konsep pemerintahan yang mendasarkan pada Pemerintahan oleh rakyat. Alam demokrasi menuntut peran serta masyarakat untuk secara aktif turut serta di dalamnya. Demokrasi diketahui bermula dari zaman Yunani tetapi saat itu masih berwujud demokrasi langsung, atau demokrasi kuno. Hal itu dapat terjadi di Yunani karena :
1.      Negara Yunani pada waktu itu masih kecil, masih merupakan apa yang disebut Polis atau City State, negara Kota
2.      Persoalan di dalam negara dahulu itu tidaklah seruwet dan berbelit-belit seperti sekarang ini, lagipula jumlah warga negaranya masih sedikit
3.      Setiap warganegara adalah negara minded (Soehino, Op.Cit: 15)
            Hal ini apabila digunakan di era saat ini terasa sangat tidak mungkin, hal ini disebabkan karena jumlah penduduk yang mutlak telah berjumlah beratus-ratus juta. Di dukung pula dengan jumlah kerumitan masalah yang semakin meningkat. Maka demokrasi yang dianggap luhur tersebut dibutuhkan suatu modifikasi demi tercapainya cita tersebut dalam era modern ini, dengan demikian lahirlah konsep demokrasi perwakilan. Demokrasi tipe ini merupakan pilihan dari banyak negara di dunia.
            Tercatat setelah Perang Dunia ke II terjadi suatu gejala bahwa secara formal demokrasi merupakan dasar dari kebanyakan negara di dunia. Perihal ini dapat diketahui dalam penelitian yang dilakukan oleh UNESCO pada tahun 1949, memaparkan :
            Probably for the first time in history democracy is claimed as the    proper ideal description of all system of political and social      organization advocated by influential proponents” (S.I Bens,            Loc.Cit)
            (“Mungkin untuk pertama kali dalam sejarah demokrasi        dinyatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua      sistem organisasi politik dan sosial yang diperjuangkan oleh             pendukung-pendukung yang berpengaruh”)
            Penelitian tersebut melibatkan lebih dari 100 sarjana Barat maupun Timur menunjukan tidak satupun tanggapan yang menolak demokrasi.
Lebih mendalam Affan Gafar mengemukakan tentang lima ciri demokrasi yaitu :
  1. Akuntabilitas, dalam demokrasi, setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertangungjawabkan kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuhnya
  2. Rotasi Kekuasaan, dalam demokrasi peluang terjadinya rotasi kekuasaan harus ada, dan dilakukan secara teratur dan damai
  3. Rekruitmen Politik yang terbuka, untuk memungkikan terjadinya rotasi kekuasaan
  4. Pemilihan Umum. Dalam suatu negara demokrasi, pemilu dilaksanakan secara teratur
  5. Menikmati hak-hak dasar. Dalam suatu negara mereka secara bebas, termasuk di dalamnya adalah hak untuk berkumpul dan berserikat, dan untuk menikmati pers yang bebas (Affan Gafar, Loc.Cit)
            Demokrasi sering pula disebut sebagai titik keseimbangan dari perbedaan dari masyarakat dalam sebuah negara, karena dalam demokrasi tetap terjadinya keseimbangan antara konflik dan juga konsensus. Max Webber pernah memaparkan bahwa partai politik sebagai “anak demokrasi” namun seiring berjalannya waktu kondisi ini memunculkan masyarakat sipil (civil society) sebagai favorit baru sebagai institusi pendukung demokrasi (Ivan Doherty: 1). Masyarakat sipil sebagai unsur penting dalam dekmokrasi dinilai memiliki 3 peran utama, yaitu : Advokasi, Empowerment dan Social Control (www.detik.com).
            Peran pertama yaitu advokasi, masyarakat dituntut untuk ikut mempengaruhi tentang apa yang seharusnya menjadi kebijakan publik masyarakat sipil harus ikut menyampaikan aspirasi kepada elemen-elemen yang bisa membuat keputusan langsung. Elemen yang dimaksud salah satunya melalui DPR. Advokasi berdefinisi sebagai tindakan atau proses untuk membela atau memberi dukungan (Webster’s New Collegiate Dictionary Third Edition). Pada hakekatnya sebuah advokasi adalah suatu pembelaan terhadap hak dan kepentingan publik, bukan kepentingan pribadi, karena tujuan mulia dalam sebuah advokasi adalah public interest. Advokasi memiliki peran penting hal ini dikarenakan advokasi bertugas untuk mendesak pemerintah guna selalu konsisten dalam melindungi serta mensejahterahkan masyarakatnya. Bentuk-bentuk kegiatan advokasi antara lain pendidikan dan penyadaran serta pengorganisasian kelompok-kelompok usaha, pemberian bantuan hukum yang mengedepankan pembelaan hak-hak dan kepentingan organisasi pengusaha, serta kegiatan me-lobby ke pusat-pusat pengambilan keputusan (Kamar Dagang Indonesia: 5).
            Selanjutnya adalah peran Empowerment, masyarakat mutlak untuk turut serta dalam pemberdayaan masyarakat. Konsep pemberdayaan ini telah banyak dikemukakan oleh para ahli, secara umum empowerment bertujuan untuk membangun daya, dengan mendorong, memotivasi dan menimbulkan kesadaran (awareness) akan potensi yang dimiliki serta upaya untuk memampukan dan mengembangkan diri sendiri atau orang lain supaya dapat berbuat lebih baik (www.bbppketindan.info).
            Terdapat suatu definisi perihal empowerment ini, yaitu sebuah konsep pembangunan ekonomi dan politik yang merangkum berbagai nilai sosial. Dalam hal ini menggambarkan suatu hal baru yaitu pembangunan yang bersifat “people centered, participatory, empowering, and sustainable”(Roberts Chambers: 1998: 21). Selain itu empowerment juga dimaknai sebagai upaya untuk membangun daya, dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya (Ginandjar Kartasasmita: 1996: 2). Konsep perihal empowerment ini timbul oleh adanya dua premis mayor, yaitu “kegagalan” dan “harapan”(John Friedmen: 1992: 47). Kegagalan dalam hal ini adalah gagalnya model pembangunan ekonomi dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan lingkungan yang berkelanjutan, sedangkan harapan muncul karena adanya alternatif-alternatif pembangunan yang memasukkan nilai-nilai demokrasi, persamaan gender, peran antara generasi dan pertumbuhan ekonomi yang  memadai(www.bbppketindan.info). Empowerment tersebut memiliki sebuah cita yaitu ingin mengubah kondisi tersebut dengan cara memberi kesempatan pada kelompok orang miskin untuk merencanakan dan kemudian melaksanakan program pembangunan yang juga mereka pilih sendiri (Loekman Soetrisno: 1995: 139).
            Ketiga, adalah social control dalam peran ini masyarakat beserta media massa menjadi pengawas akan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah guna tidak menyimpang dari rambu-rambu demokrasi. Social Control ditilik dari arti sempit adalah pengawasan oleh masyarakat terhadap pemerintah.
B. Efektivitas Pergerakan Sosial Sebagai Upaya Kontrol Terhadap Kinerja Pemerintah
            Pergerakan Sosial adalah pergerakan kolektif dimana massa disiagakan, di didik, dan dikerahkan selama bertahun-tahun dan beberapa dekade, untuk menghadapi tantangan pemegang kekuasaan dan keseluruhan masyarakat untuk mengatasi masalah sosial atau keluhan-keluhan dan menata kembali nilai-nilai sosial yang kritis (Bill Moyer, Loc.Cit). Selain itu definisi perihal Pergerakan Sosial dikemukakan pula oleh Robert Missel yaitu seperangkat keyakinan dan tindakan yang tak terlembaga yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk memajukan atau menghalangi perubahan dalam masyarakat (Robert Missel: 2004: 6-7). Definisi berbeda juga dikemukakan oleh seorang ahli asal Indonesia, Mansoer Faqih yang mengemukakan bahwa Pergerakan Sosial dapat diartikan sebagai kelompok yang terorganisir secara tidak ketat dalam rangka tujuan sosial terutama dalam usaha merubah struktur maupun nilai sosial(Zairyardan Zubir: 2002: 27).
            Pergerakan sosial merupakan salah satu wujud konkret yang dapat merubah suatu kondisi yang di harapkan lebih baik, apabila kita meruntut dari segi geografis di berbagai negara seringkali terjadinya revolusi baik itu yang menyangkut perihal ekonomi, politik, budaya, selalu terdapat pergerakan sosial yang menaungginya. Salah satu pergerakan sosial yang cukup terkenal adalah Revolusi Perancis di tahun 1789, kala itu masyarakat secara kolektif mengecam kebijakan Raja yang menurut mereka sangat tidak etis. Penjara Bastille yang merupakan simbol dari otoriterianisme pemerintahan berhasil mereka runtuhkan, yang mengakibatkan di eksekusinya Louis VI dan Marie Antoniette. Revolusi ini berimbas kepada dianutnya sistem demokrasi setelah sebelumnya menganut sistem monarki absolut. Juga di Filipina yang berhasil menumbangkan Marcos dan menaikan  Corazon Aqui. Begitu pula di Indonesia yang telah menaklukan era orde baru menuju era reformasi.
            Pembahasan utama dalam sebuah Pergerakan adalah perjuangan antara Penguasa dan Pergerakan guna mendapat simpati, pikiran, dan dukungan aktif dari mayoritas massa. Apabila kita berkaca pada kasus di Indonesia yang baru beberapa minggu ini terjadi, yaitu tentang demonstrasi besar perihal perencanaan kenaikan harga BBM. Dari sini dapat kita kecap suatu strategi demi menarik cita simpati dalam masyarakat, terlepas dari motif politik yang di dugakan, pihak penguasa berdalih kenaikan tersebut adalah digunakan untuk menutup jebolnya APBN 2012 serta diperlukan untuk memberikan bantuan dana terhadap sektor-sektor yang lebih membutuhkan. Argumen yang disampaikan oleh kaum Pergerakan-pun juga tak kalah menarik, dipaparkan bahwa penaikan harga BBM merupakan langkah yang mutlak keliru untuk ditempuh oleh pemerintah serta kebijakan pengikutnya seperti BLT (Bantuan Langsung Tunai) dinilai malah memperlemah kondisi bangsa ini. Hingga kemudian terjadi Pergerakan Sosial di pelbagai kota di Indonesia bahkan hingga berakhir bentrok.
            Menilik dengan iklan layanan masyarakat yang disampaikan pemerintah dalam televisi-televisi nasional hal ini menunjukan sikap pemerintah yang ingin menarik simpati masyarakat mayoritas demi tercapainya visi pemerintah. Hal serupa ditunjukan oleh kaum Pergerakan Sosial yang tak kalah santer menyuarakan aspirasinya melalui pelbagai media. Suatu trend positif terjadi ialah dimana ketika Pergerakan Sosial yang baru saja terjadi di Indonesia ini di ikuti oleh pelbagai kalangan masyarakat. Disini menunjukan dengan banyaknya elemen Mahasiswa, NGO, Ormas, bahkan Parpol, semakin menggarangkan nuansa alam demokrasi di Nusantara. Jadi dapat ditarik sebuah benang merah sementara, bahwasanya Pergerakan Sosial merupakan fenomena yang lahir dari tataran akar rumput masyarakat yang menginginkan suatu sikap yang lebih baik dari Pemerintah, maka bukan suatu hal yang mengherankan apabila titik fokus dari kaum Pergerakan Sosial ini adalah kekurangan Pemerintah. Suatu Pergerakan Sosial akan berhenti apabila tuntutan tersebut telah terpenuhi.
            Sebuah sandiwara nyata terjadi yaitu sebuah Pergerakan Sosial tidak hanya berpilar untuk Anti-Pemerintah, namun banyak juga Pergerakan Sosial yang nyatanya adalah Pro-Pemerintah. Umumnya Pergerakan Sosial yang Pro-Pemerintah ini merupakan pergerakan yang dimotori oleh Pemerintah guna menandingkan dengan Pergerakan Sosial yang Anti-Pemerintah. Pergerakan Sosial yang ideal harusnya bermula dari rasa perlawanan atau desakan yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat yang mana selanjutnya masyarakat menginginkan adanya perubahan dari Pemerintah itu. Dalam prakteknya, Pergerakan Sosial terbentuk dengan adanya pola interaksi-konflik.
            Terdapat 3 (tiga) kondisi yang dapat memicu lahirnya Pergerakan Sosial, Pertama, Pergerakan Sosial yang terlahir karena adanya kondisi yang memberikan kesempatan untuk Pergerakan itu lahir, misalnya Pemerintahan demokratis akan lebih banyak memberikan ruang untuk terjadinya Pergerakan Sosial dibanding Pemerintahan yang bersifat otoriter. Kedua, ialah Pergerakan Sosial yang terlahir karena ketidak puasan akan kondisi situasi yang ada, sebagai contoh adalah Pergerakan Sosial yang menuntut tidak dinaikannya harga BBM. Ketiga, adalah Pergerakan Sosial yang timbul karena masalah kemapuan dari Tokoh Penggerak. Yang mana Tokoh Penggerak tersebut membentuk semacam organisasi/jaringan hingga masyarakat akan turut serta dalam Pergerakan Sosial tersebut.
            Berbicara Pergerakan Sosial di Indonesia, hal ini juga telah dijamin dalam konstitusi kita, terutama pada pasal 28 yang berbunyi:
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”
Selanjutnya perihal Pergerakan Sosial ini juga diatur dalam UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Informasi dan Pendapat. Fenomena Pergerakan Sosial di Indonesia ini sejatinya bukanlah hal baru, melainkan telah lama terjadi. Merujuk pada Proklamasi RI yang kala itu merupakan desakan dari sekumpulan pemuda yang memaksa Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta dimana mereka sadar akan desakan dan kebutuhan untuk merdeka sehingga memaksa kedua tokoh nasional itu untuk segera bertindak.
Tidak hanya cukup disitu kala tumbangnya era Orde Baru yang dikawal oleh Soeharto juga di motori oleh Pergerakan Sosial, sejarah kita pernah mencatat bagaimana kegarangan Pergerakan Sosial yang kala iti di dominasi Mahasiswa dalam menjatuhkan rezim orde baru yang begitu lama bercokol selama 32 tahun. Saat itu pada tahun 1998 kondisi perekonomian di Indonesia mengalami keterpurukan dimana Rupiah menembus Rp. 17.000/dollar AS, mutlak dibutuhkan pemecahan terhadap permasalahan tersebut. Namun pada bulan Maret 1998, MPR malah menetapkan kembali Soeharto sebagai Presiden RI padahal hal ini ditentang keras oleh masyarakat dan mahasiswa. Hal ini didasarkan atas ketidakpuasan terhadap kepemimpinan Soeharto yang mana malah akan memperburuk kondisi  perekonomian Indonesia. Gundah akan keputusan MPR ini, mahasiswa memilih bedemonstrasi sebagai solusi agar suara mereka dapat didengar.
Demonstrasi pertama kali diluncurkan oleh mahasiswa Yogyakarta sebelum Sidang Umum MPR 1998. Dan menjelang Sidang Umum tersebut demonstrasi malah “menjadi” dibanyak kota besar di Indonesia  sampai akhirnya berlanjut terus hingga bulan Mei 1998. Insiden besar pertama kali adalah pada tanggal 2 Mei 1998 di depan kampus IKIP Rawamangun Jakarta karena mahasiswa dihadang Brimob dan di Bogor karena mahasiswa non-IPB ditolak masuk ke dalam kampus IPB sehingga bentrok dengan aparat. Saat itu demonstrasi gabungan mahasiswa dari berbagai perguruan tingi di Jakarta merencanakan untuk secara serentak melakukan demonstrasi turun ke jalan di beberapa lokasi sekitar Jabotabek. Namun yang berhasil mencapai ke jalan hanya di Rawamangun dan di Bogor sehingga terjadilah bentrokan yang mengakibatkan puluhan mahasiswa luka dan masuk rumah sakit.
Setelah keadaan semakin panas dan hampir setiap hari ada demonstrasi tampaknya sikap Brimob dan militer semakin keras terhadap mahasiswa apalagi sejak mereka berani turun ke jalan. Pada tanggal 12 Mei 1998 ribuan mahasiswa Trisakti melakukan demonstrasi menolak pemilihan kembali Soeharto sebagai Presiden Indonesia saat itu yang telah terpilih berulang kali sejak awal orde baru. Mereka juga menuntut pemulihan keadaan ekonomi Indonesia yang dilanda krisis sejak tahun 1997.
            Mahasiswa bergerak dari Kampus Trisakti di Grogol menuju ke Gedung DPR/MPR di Slipi. Dihadang oleh aparat kepolisian mengharuskan mereka kembali ke kampus dan sore harinya terjadilah penembakan terhadap mahasiswa Trisakti. Penembakan itu berlansung sepanjang sore hari dan mengakibatkan 4 mahasiswa Trisakti meninggal dunia dan puluhan orang lainnya baik mahasiswa dan masyarakat masuk rumah sakit karena terluka. Sepanjang malam tanggal 12 Mei 1998 hingga pagi hari, masyarakat mengamuk dan melakukan perusakan di daerah Grogol dan terus menyebar hingga ke seluruh kota Jakarta. Mereka kecewa dengan tindakan aparat yang menembak mati mahasiswa. Peristiwa tersebut tidak hanya berhenti sampai disana, walaupun banyak dari mahasiswa yang menjadi korban namun hal itu tidak menghentikan dan menggetarkan semangat dari pejuang-pejuang reformasi ini, terbukti perjuangan tersebut tidak sia-sia, pada tanggal 21 Mei 1998 Soeharto menyatakan pengunduran dirinya sebagai Presiden.(dwinofi.blogspot.com)
            Pergerakan Sosial merupakan konsekuensi wajib bagi negara yang mengatas namakan dirinya sebagai negara demokrasi, hal ini dikarenakan peran serta masyarakat sebagai hal yang mutlak tak dapat ditinggalkan. Menurut Polibius ada siklus dalam kehidupan bernegara yaitu :







 
MONARKI                                TIRANI                               ARISTOKRASI











 




ANARKI                               DEMOKRASI                           OLIGARKI

            Berdasarkan pada teori siklus Polibius tersebut, dapat dipahami apabila suatu Negara Demokrasi terdapat rakyat yang mengutamakan kepentingan sendiri, maka mereka menjadi anarki sehingga yang unggul dalam anarkisme tersebut sajalah yang akan muncul sebagai pemenang dan akibatnya negara akan menjadi kepentingan sebagian orang saja(Zulkarnain: 2008: 44). Sebagai percontohan adalah apa yang telah terjadi di Afrika, yang mana bukannya perpolitikan yang beradab yang terlahir, melainkan malah pertempuran antar suku dan agama, sehingga pertumpahan darah menjadi hal wajib dalam arena perebutan kekuasaan(Robert Kaplan: 2000: 36-42) . Setidaknya Indonesia-pun pernah pula mencicipi ke-anarkisme-an ini, ketika era 1998 tersebut, tidak hanya terjadi fenomena membanggakan dengan tumbangnya rezim Orde Baru tersebut, tetapi juga lahirnya pilu yang cukup mendalam kala pertokoan banyak yang dibakar dan dijarah oleh massa. Juga hal yang sangat dzolim dengan banyaknya pemerkosaan yang di alami oleh saudara-saudara kita dari etnis Tiong Hoa. Merupakan hal wajib pula bagi setiap Pergerakan Sosial untuk tetap dapat terpelihara karena merupakan jantung vital penting demokrasi, namun tetap mengindahkan social aggregation yang diemban demi terciptanya harmonisasi di setiap pihak.



BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
            Dari pemaparan yang telah dikemukakan dapat ditarik suatu benang merah sebagai wujud kesimpulan yaitu:
·         Negara Indonesia adalah negara hukum, yang mana dalam suatu negara hukum mutlak diperlukan adanya Partisipasi Masyarakat yang mana dapat diwujudkan dengan sistem demokrasi.
·         Demokrasi merupakan sistem perpolitikan yang dipercaya paling baik dan relevan untuk saat ini.
·         Peran serta masyarakat dalam alam demokrasi meliputi, advokasi, empowerment dan juga social control
·         Sebagai perwujudan dari Social Control, Pergerakan Sosial merupakan hal yang wajib untuk terjadi demi memelihara keseimbangan yang merupakan ciri khas demokrasi.
·         Pergerakan Sosial sebagai luapan desakan akan situasi yang dialami masyarakat muncul dari tataran akar rumput masyarakat, tetapi sering pula terjadi Pergerakan Sosial yang merupakan pola bentukan Pemerintah guna menandingi Pergerakan Sosial yang anti kepadanya
·         Pergerakan Sosial bukanlah hal baru bagi Indonesia, terbukti dari Pergerakan Sosial terbesar yang pernah ada di Indonesia yaitu Proklamasi RI yang digawangi oleh desakan Pemuda kepada Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta dan Pergerakan Sosial yang dilakukan dalam penumbangan Orde Baru.
·         Pergerakan Sosial yang berlebih secara terus menerus maka akan merubah pola demokrasi menjadi pola negara anarki
Adapun Rekomendasi yang dapat penulis haturkan adalah:
·         Tetap melakukan kontrol terhadap pemerintah, tidak hanya menyoroti dari segi kekurangan/kelemahan pemerintah saja, tetapi juga mengapresiasi keberhasilan Pemerintah.
·         Melakukan pengawasan secara optimal terhadap Pergerakan Sosial yang merupakan bentukan invisible hand yang memiliki kepentingan pribadi tertentu
·         Menjaga harmonisasi tujuan Pergerakan Sosial bersama seluruh elemen bangsa demi terciptanya Pergerakan Sosial secara cerdas.

DAFTAR PUSTAKA

Buku, Jurnal dan Makalah:
Affan Gafar, 2000, Politik Indonesia, Transisi Menuju Demokrasi,           Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Anwar Cengkeng, 2008, Teori dan Hukum Konstitusi, In-Trans Publishing,           Malang.
Anton M. Moelino, et.al, 1995, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai    Pustaka, Jakarta.
Bagir Manan, 1990, Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut Asas Desentralisasi Berdasarkan UUD 1945, Disertasi Pasca Sarjana           UNPAD, Bandung.
Bill Moyer, 2004, Merencanakan Gerakan, Pustaka Kendi, Yogyakarta.
Darji Darmodihardjo, et. al , 1994, Pendidikan Pancasila di Perguruan     Tinggi, Lab. Pancasila IKIP Malang, Malang.
Dwi Nofi Andhiyantama, 2012, Mungkinkah Bersatu dalam Demokrasi?,           Merdeka News edisi Januari 2012.
Fatkhurohman et.al, 2005, Reading Material Hukum Administrasi Negara,           Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang.
Fatkhurohman, 2010, Pembubaran Partai Politik Di Indonesia, Setara       Press, Malang.
Ginandjar Kartasasmita, 1996, Pembangunan Untuk Rakyat, Memadukan           Pertumbuhan dan Pemerataan, CIDES, Jakarta.
Harold D. Laswell, et.al, 1950, “Power and Society”, Yale University       Press, New Haven.
Ivan Doherty, Demokrasi Kehilangan Keseimbangannya, Masyarakat      Sipil Tidak Dapat Menggantikan Partai Politik, Journal            Democracy
Jimly Asshidiqie, 1994, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan           Pelaksanaannya di Indonesia, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta.
Jimly Asshidiqie, 2005, Mahkamah Konstitusi dalam Sistem          Ketatanegaraan Republik Indonesia, disampaikan dalam Kuliah      umum di Universitas Brawijaya Malang tanggal 25 September 2005,
John Friedmen, 1992, Empowerment. The Politics of Alternative    Development. Blackwell, Cambridge.
KADIN, Membangun Kadin yang Efektif, Pedoman Advokasi Kebijakan,           Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Jakarta.
Loekman Soetrisno, 1995, Negara dan Peranannya Dalam Menciptakan Pembangunan Desa yang Mandiri. Dalam Seminar Strategi          Pembangunan Pedesaan, Yogyakarta.
Miriam Budiardjo, 2008, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta.
Moh Hatta, 1982, Memoir, Tintamas, Jakarta.
Moh. Mahfud M.D, 2009, Penegakan Hukum dan Tata Kelola      Pemerintahan yang Baik, disampaikan pada Acara Seminar             Nasional “Saatnya Hati Nurani Bicara” yang diselenggarakan oleh             DPP Partai HANURA. Jakarta, 8 Januari 2009.
Mochtar Lubis, 1986, Hati Nurani Melawan Kezaliman, Pustaka Sinar      Harapan, Jakarta.
Padmo Wahyono, 1989, Pembangunan Hukum di Indonesia, Ind. Hill Co.          Jakarta.
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Prenada          Media, Jakarta.
Robert Chambers, 1988, Pembangunan Desa Mulai dari Belakang,          LP3ES, Jakarta.
Ronny Hanitijo S, 1994, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri , Ghalia,           Jakarta.
Robert Kaplan, 2000, The Coming Anarchy, Random House, New York.
Robert Missel, 2004, Teori Pergerakan Sosial, Resist Book, Yogyakarta.
S.I Bens, et. al, 1964, Principles of Political Thought, Collier Books, New             York.
Soehino, 2000, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta.
Soerjono Soekamto, 1998, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Rajawali Pers,            Jakarta.
Soerjono Soekanto et al, 2001, Penelitian Hukum Normatif (Suatu            Tinjauan Singkat), Rajawali Press, Jakarta.
Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, Panitia Penerbit Di Bawah            Bendera Revolusi
Webster’s New Collegiate Dictionary Third Edition
Wirdjono Prodjodikoro, 1980, Asas-asas Hukum Tata Negara di   Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta.
Zairyardan Zubir, 2002, Radikalisme Kaum Terpinggir, Studi tentang       Ideologi, Isu, Strategi dan Dampak Gerakan, Insist Press,             Yogyakarta.
Zulkarnain, 2008, Bahasa Indonesia Hukum, Fakultas Hukum Universitas            Widyagama Malang.

Internet:
Mahasiswa Sekarang “Impoten”? dalam dwinofi.blogspot.com
Memahami Pemberdayaan (Empowerment) dalamwww.bbppketindan.info
Tiga Peran Mayarakat Sipil dalam Proses Demokrasi dalam          www.detik.com












Biodata Penulis :

a. Nama                                   : Dwi Nofi Andhiyantama
b. NIM                                                : 082421810002
c. Fakultas/Program Studi       : Hukum / Ilmu Hukum
d. Perguruan Tingi                  : Universitas Widyagama Malang
e. Alamat                                 : Jl. Setia 8 Balearjosari-Blimbing-                                                      Malang Telp.08980094201
f. Alamat Email                       : dwinofiandhiyantama@gmail.com
g. Pengalaman Organisasi       :
·          Ketua UKM Bola Volly UWG Malang
·          SEKDA BEM FH-UWG
·          Menteri Luar Negeri BEM-UWG Malang
·          Anggota WEC (Widyagama English Club)
·          Anggota UKM ASPIRASI UWG Malang
·          Anggota FORDIHUWIGA
·          Pengurus GPAP Kota Malang
·          Anggota PERMAHI
·          Anggota TIDAR (Tunas Indonesia Raya)
h. Pengabdian Mahasiswa       :
·         Ketua Pelaksana Seminar Regional “GerakanMemperkokoh Wawasan Kebangsaan Bagi Generasi Muda se-Jawa Timur
·         Panitia Jambore Koperasi Sekolah Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur
·         Panitia LKMM (Latihan Keterampilan Manajemen Mahasiswa) UWG Malang
·         Peserta 15th Unesco-Apeid International Conference 2011. Inspiring Education: Creativity and Entrepreneurship
·         Peserta Lomba Debat Konstitusi oleh Mahkamah Konstitusi RI Tahun 2010 dan 2011
·         Peserta Public Speaking Contest oleh Direktorat Kerjasama ASEAN, Kementerian Luar Negeri RI dan Univ. Surabaya Tahun 2010
·         Duta Kewirausahaan Universitas Widyagama Malang Tahun 2012
i. Pengalaman Ilmiah               :
·         PKM-P lolos 2012 (Ketua)
·         PKM-P lolos 2009 (Anggota)
·         Mungkinkah Bersatu dalam Demokrasi?” dimuat dalam koran Merdeka News Edisi Januari 2012
·         Analisa Terhadap Wajah Hukum Indonesia” dimuat dalam Tabloid Pilar Edisi Desember 2009                  
                                                                       

Pengikut