Jumat, 26 Agustus 2011

SISTEM FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL TERJABAR DALAM UUD PROKLAMASI 45


SISTEM FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL
TERJABAR DALAM UUD PROKLAMASI 45
(DINAMIKA PEMBUDAYAAN DAN TANTANGANNYA) *

(Pengantar: Pemikiran Konsepsional Pendidikan Filsafat Pancasila/Dasar Negara di Perguruan Tinggi)

Khazanah kepustakaan mengakui bahwa sistem filsafat dapat berkembang sebagai ideologi suatu bangsa. Lazimnya, sistem filsafat suatu bangsa dijadikan pandangan hidup sebagai nilai terbaik, karenanya dijadikan filsafat hidup (Weltanschauung). Nilai fundamental ini dipraktekkan sepanjang sejarah bangsanya; karenanya teruji kebenaran dan keunggulannya; bahkan manunggal dengan budaya dan peradaban bangsa --- karena itu pula diakui sebagai jiwa bangsa (Volksgeist) atau jatidiri nasional.
Nilai fundamental demikian, senantiasa menjadi sumber nilai dan sumber cita nasional (=ideologi nasional) yang ditegakkan sebagai Sistem Kenegaraan sebagaimana terjabar dalam UUD Negara. Semua warganegara dan lembaga-lembaga negara, yang diwakili kepemimpinan nasional berkewajiban (imperatif) untuk menegakkan dan membudayakan Asas Budaya dan Moral Filsafat Negara (Ideologi Nasional)!;
Bagi bangsa Indonesia filsafat Pancasila sebagai filsafat hidup dijadikan dasar negara (filsafat negara; ideologi negara) sebagaimana dirumuskan dan disahkan oleh PPKI sebagai the founding fathers dalam UUD Proklamasi 45. NKRI sebagai negara Proklamasi berdasarkan Filsafat Pancasila; dalam makna, nilai sistem filsafat Pancasila sebagai ideologi nasional dan konstitusi Proklamasi 45 manunggal dan fungsional dalam integritas kebangsaan dan kenegaraan. Sejak Indonesia merdeka dapat diakui --- secara filosofis-ideologis dan legal konstitusional --- bahwa NKRI Proklamasi 45 dengan predikat sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45.
Kaidah fundamental filsafat negara berfungsi pula sebagai asas kerokhanian bangsa dan negara; mulai ajaran hak asasi manusia (HAM) sampai teori negara; in casu : teori kedaulatan di dalam negara. Maknanya, teori kedaulatan adalah jabaran dari ajaran atau teori HAM; bagaimana kedudukan, hak dan kewajiban manusia di dalam negara bahkan dalam alam semesta dan di hadapan Maha Pencipta. Terkandung pula makna bahwa manusia (SDM) adalah subyek mandiri: subyek budaya (termasuk subyek hukum) dan subyek moral.
Kedudukan SDM dalam ajaran HAM berdasarkan filsafat negaranya, dibentuklah sistem kenegaraan (berkedaulatan rakyat / demokrasi; dan atau negara hukum). Sistem kenegaraan ini ditegakkan dan dikembangkan secara niscaya (a priori, imperatif) berdasarkan asas fundamental sistem filsafat dan atau ideologi nasional yang memberikan identitas dan integritas bagaimana sistem hukum, sosial, politik, ekonomi dan ketatanegaraan seutuhnya ditegakkan; dalam wawasan nasional dan internasional (universal).
Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 memancarkan keunggulan sistem kenegaraan Indonesia Raya (baik sebagai negara berkedaulatan rakyat, maupun sebagai negara hukum); sehingga sempurna keunggulannya mulai nilai natural  (SDA dan SDM), dan kultural (sistem budaya, filsafat dan peradaban) sekaligus Sistem Kenegaraan yang diwariskan sebagai peradaban bangsa yang bermartabat.
Visi-misi dan tantangan bangsa dan NKRI terutama mampu menegakkan integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 potensial didukung dengan berbagai keunggulan; terutama integritas sebagai negara demokrasi dan negara hukum, demi kesejahteraan dan keadilan sosial yang lebih bermartabat. Nilai-nilai fundamental: filosofis-ideologis dan konstitusional secara imperatif menjadi amanat dan kewajiban nasional untuk ditegakkan dan dibudayakan oleh SDM sebagai subyek dalam negara, perwujudan integritas dan martabat nasional.

I.  LATAR BELAKANG SEJARAH NILAI DAN FUNGSI SISTEM FILSAFAT
            Budaya dan peradaban umat manusia berawal dan berpuncak dengan nilai-nilai filsafat yang dikembangkan dan ditegakkan sebagai sistem ideologi. Maknanya nilai filsafat sebagai jangkauan tertinggi pemikiran untuk menemukan hakekat kebenaran ( kebenaran hakiki; karenanya dijadikan filsafat hidup, pandangan hidup, (Weltanschauung); sekaligus memancarkan jiwa bangsa (Volksgeist), jatidiri bangsa dan martabat nasional!.
            SDM yang mewarisi jiwa bangsa dan jatidiri nasional, demi cita-cita dan martabat nasional akan membentuk kesatuan nasional (integritas nasional, martabat nasional,) dengan kesetiaan dan kebanggaan nasional!. Semangat demikian dikenal sebagai jiwa nasionalisme (wawasan kebangsaan, wawasan nasional, Nation State), sebagai martabat nasional sebagai diamanatkan dalam UUD Proklamasi 45 seutuhnya sebagai visi-misi: Mencerdaskan kehidupan bangsa (nation and character building)!. Untuk Indonesia Raya, dalam integritas Wawasan Nusantara!
            Integritas sistem filsafat Pancasila (=sistem ideologi nasional, ideologi negara) yang memancarkan integritas martabatnya sebagai sistem filsafat dan ideologi theisme-religious. Bangsa Indonesia melalui PPKI dengan hikmat kebijaksanaan, kepemimpinan dan kenegarawanan dengan mufakat menetapkan dan mengesahkan Sistem Kenegaraan Pancasila dengan visi-misi sebagai diamanatkan dalam UUD Proklamasi 45. 
            Wawasan kebangsaan yang dijiwai sistem filsafat dan ideologi nasional (in casu : Filsafat Pancasila) insyaAllah akan lebih tegar menghadapi berbagai tantangan zaman, karena integritas Sistem Filsafat Pancasila sebagai asas-kerokhanian bangsa dan negara --- sekaligus sebagai pandangan hidup (Weltanschauung), jiwa bangsa, jatidiri bangsa (Volksgeist) dan integritas martabat nasional; terpancar dalam karakter kepribadian SDM yang berjiwa Pancasila (theisme-religious)! Kesetiaan dan kebanggaan nasional atas nilai fundamental Filsafat Pancasila, dengan sadar dan kebanggaan nasional semua komponen bangsa, bahkan semua warganegara menegakkan dan membudayakan asas budaya dan moral Filsafat Pancasila.
            Jiwa dan semangat demikian, menjadi sumber motivasi dan energi nasional untuk senantiasa menegakkan integritas sistem kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dengan visi-misi Pembudayaan Filsafat Pancasila dan ideologi nasional Indonesia Raya! Maknanya, sebagai bangsa dan negara,  kita menegakkan dan membudayakan asas budaya dan moral politik (filsafat, ideologi) Pancasila. Secara formal dan fungsional, bermakna sebagai sistem dan asas normatif etika dan moral politik nasional (berdasarkan) Filsafat Pancasila.
     
A.  Ajaran Sistem Filsafat Pancasila sebagai Sistem Ideologi Nasional.
Ajaran berbagai nilai filsafat --- sebelum berkembang sebagai sistem ideologi!--- terutama menampilkan nilai fundamental sebagai essensi dan integritas ajarannya; berupa ajaran sistem filsafat: polytheisme, pantheisme, secularisme, dan atheisme …. yang berpuncak sebagai ajaran monotheisme, universalisme --- sering disamakan sebagai sistem filsafat : theisme-religious ---. Peradaban modern menyaksikan, bahwa sistem filsafat Pancasila memancarkan identitas dan integritas martabatnya sebagai sistem filsafat monotheisme-religious!. Integritas ini secara fundamental dan intrinsik memancarkan keunggulan sistem filsafat Pancasila sebagai bagian dari sistem filsafat Timur (yang berwatak : theisme-religious).
Ajaran dan nilai filsafat amat mempengaruhi pikiran, budaya dan peradaban serta moral umat manusia!. Semua sistem kenegaraan ditegakkan berdasarkan ajaran atau sistem filsafat yang mereka anut (sebagai dasar negara, ideologi negara). Dalam dinamika berbagai negara modern mempromosikan keunggulan masing-masing, dan terus memperjuangkan supremasi ideologi dan dominasi sistem kenegaraannya: theokratisme, liberalisme-kapitalisme, marxisme-komunisme-atheisme, zionisme; sosialisme, naziisme-fascisme, fundamentalisme. Juga termasuk negara berdasarkan (nilai ajaran) agama: negara Islam ….. termasuk sistem ideologi Pancasila (=sistem kenegaraan Pancasila sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi 45). Bangsa Indonesia menegakkan sistem kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 sebagai aktualisasi filsafat hidup (Weltsanschauung) yang diamanatkan oleh PPKI sebagai pendiri negara!.
Sistem filsafat dan atau ideologi secara a-priori ajarannya menjadi sumber dan landasan Grandtheory (Metatheory dan Megatheory). Bagi bangsa merdeka dan berdaulat sistem filsafat dan atau sistem ideologi ditegakkan sebagai sistem kenegaraan--- sebagaimana nampak dalam uraian di atas!---. Demikianlah, sistem filsafat Pancasila ditegakkan sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 yang memancarkan integritas dan keunggulan (berbagai keunggulan sebagai diuraikan dalam Bagian berikut). Karenanya, secara filosofis-ideologis-konstitusional bersifat imperatif (mengikat, memaksa) semua rakyat warganegara, lembaga negara, kepemimpinan nasional dan produk kelembagaannya wajib dijiwai, bersumber, dilandasi dan dipandu oleh Dasar Negara dan Ideologi Nasional Pancasila. Maknanya, siapapun dan organisasi apapun, yang tidak setia untuk menegakkan nilai dasar negara dan ideologi negara Pancasila dikategorikan: tidak setia (tidak loyal) atau mengkhianati/makar kepada bangsa dan negara; atau melakukan separatism ideology!.

B.  Integritas Sistem Filsafat Pancasila Sebagai Sistem Ideologi
Bangsa Indonesia sepanjang sejarahnya dijiwai nilai-nilai budaya dan moral Pancasila, yang dikutip di muka merupakan sari dan puncak nilai sosio budaya Indonesia. Nilai mendasar ini ialah filsafat hidup (Weltanschauung, Volksgeist) Indonesia Raya.
Sistem Filsafat Pancasila adalah sistem filsafat theisme-religious adalah asas kerokhanian dan asas moral SDM Indonesia sekaligus sebagai keunggulan intrinsik dan fungsional! Asas-asas moral fundamental ini menjadi sumber motivasi, asas budaya dan moral politik bangsa dan NKRI dalam tatanan nasional dan global (internasional)!

Integritas Sistem Filsafat dan Ideologi (Negara) Pancasila
Berdasarkan kepercayaan dan cita-cita bangsa Indonesia, maka diakui sistem filsafat Pancasila mengandung multi - fungsi dalam kehidupan bangsa, negara dan budaya Indonesia.
           
Kedudukan dan fungsi nilai dasar Pancasila, dapat dilukiskan sebagai berikut:







7.  Sistem Nasional (cermati skema 4!)
6.   Sistem Filsafat Pancasila, filsafat dan budaya Indonesia: asas dan moral politik NKRI.
5.   Ideologi Negara, ideologi nasional.
4.   Dasar Negara (Proklamasi, Pembukaan UUD 45): asas kerokhanian bangsa, jiwa UUD 45; Grundnorm, basic norm, sumber dari segala sumber hukum.
3.   Jiwa dan kepribadian bangsa; jatidiri nasional (Volksgeist) Indonesia.
2.   Pandangan hidup bangsa (Weltanschauung).
1.   Warisan sosio-budaya bangsa.
 













Skema 1

Sesungguhnya nilai dasar filsafat Pancasila demikian, telah terjabar secara filosofis-ideologis dan konstitusional di dalam UUD Proklamasi (pra-amandemen) dan teruji dalam dinamika perjuangan bangsa dan sosial politik 1945 – 1998 (1945 – 1949; 1949 – 1950; 1950 – 1959 dan 1959 – 1998). Reformasi 1998 sampai sekarang, mulai amandemen I – IV: 1999 – 2002 cukup mengandung distorsi dan kontroversial secara fundamental (filosofis-ideologis dan konstitusional) sehingga praktek kepemimpinan dan pengelolaan nasional cukup memprihatinkan.

1.      Aktualisasi Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45;
2.      Aktualisasi nilai kebangsaan dan kenegaraan Indonesia Raya, sebagai terlukis dalam skema 1-2-3-4!
3.      Secara ontologis-axiologis bangsa Indonesia belum secara signifikan melaksanakan visi-misi yang diamanatkan oleh sistem filsafat Pancasila, sebagaimana terjabar dalam UUD Proklamasi 45 ---terutama dalam era reformasi 1998 – sekarang
Dalam dinamika peradaban modern, sistem ideologi Pancasila berpacu merebut supremasi ideologi demi integritas Indonesia Raya, daripada didominasi supremasi ideologi liberalisme-kapitalisme yang berpuncak neo-imperialisme!  

C. Asas, Budaya dan Moral Sistem Filsafat dan Ideologi Pancasila
            Bangsa Indonesia dengan syukur dan kebanggaan nasional diberkati dengan berbagai keunggulan nasional; sebagai terpancar dalam keunggulan integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 (sebagai terlukis dalam beberapa Skema dalam makalah ini).
            Integritas normatif-kultural-konstitusional terlukis dalam struktur nilai dalam NKRI dan Nusantara Indonesia Raya, sebagai dijelaskan dalam skema 2.

Integritas Struktur Nilai dalam Sistem Kenegaraan RI


 




Skema 2


MEMORANDUM NASIONAL (I)
Berdasarkan analisis normatif filosofis-ideologis dan konstitusional demikian, integritas nasional dan NKRI juga memprihatinkan. Karena, berbagai jabaran di dalam amandemen UUD 45   (sebagai UUD 2002) b e l u m  sesuai dengan amanat filosofis-ideologis filsafat Pancasila secara intrinsik dan imperatif, sebagaimana kandungan integritas nilai dalam Skema 1 dan 2. Terbukti UUD 2002, dihayati sebagai berbeda dengan nilai-nilai fundamental filsafat Pancasila sebagaimana jabaran dalam UUD Proklamasi 45. Artinya, terjadi penyimpangan (distorsi) yang melahirkan pula kontroversial dalam tatanan dan praktek kenegaraan yang cukup memprihatinkan; terutama dalam fenomena praktek budaya: demokrasi liberal dan ekonomi liberal, serta berbagai kontroversial budaya dan moral sosial politik! Fenomena demikian adalah akibat degradasi nilai dalam konstitusi dan wawasan nasional, dan Wawasan Nusantara serta Asas Kekeluargaan; bahkan degradasi kebanggaan mental dan moral filsafat dan ideologi Pancasila! --- berbagai komponen bangsa tergoda dan terlanda neo-liberalisme dengan memuja kebebasan (=liberalisme), atas nama demokrasi (demokrasi liberal), HAM (HAM individualisme) yang bersumber dari sistem filsafat Natural Law Theory yang melahirkan ideologi liberalisme-kapitalisme! ---.
Bila kita menilai dengan filsafat Pancasila, akan jelas perbedaan fundamental denga ajaran HAM yang bersumber dari Sistem Filsafat Pancasila (hayati Bagian II Makalah ini). Karenanya, visi-misi: Nation and Character Building adalah keniscayaan yang amat mendesak; demi integritas SDM Indonesia Raya yang unggul-kompetitif-bermartabat!.

II.  INTEGRITAS SISTEM KENEGARAAN PANCASILA--UUD PROKLAMASI 45
            Sebagai aktualisasi sistem filsafat Pancasila dan atau sistem ideologi (nasional) Pancasila secara ontologis dan axiologis dikembangkan dan ditegakkan sebagai integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dengan asas-asas fundamental berikut :
Sebagai aktualisasi sistem filsafat Pancasila dan atau sistem ideologi (nasional) Pancasila secara ontologis dan axiologis dikembangkan dan ditegakkan sebagai integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dengan asas-asas fundamental berikut :
            Sistem Filsafat Pancasila (sebagai Dasar Negara dan Ideologi Negara) mengandung ajaran tentang hak asasi manusia (HAM) yang mengakui asas-asas :
  1. Bahwa HAM adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa kepada umat manusia; sebagai hak kodrati yang fundamental sebagai integritas martabat kepribadian manusia. HAM, dianugerahkan untuk disyukuri, dinikmati dan dikembangkan ---untuk diabdikan sebagai amal kebajikan selama hidupnya---.
  2. Bahwa HAM adalah juga sebagai amanat untuk dipelihara (hidup sehat dan berjasa), mengabdi kepada sesama manusia, berbakti kepada alam dan budaya; dan berkhidmat kepada Allah Maha Pencipta Yang Maha Berdaulat. Karenanya, pribadi manusia menerima HAM (sebagai anugerah) sekaligus sebagai amanat (berwujud : Kewajiban Asasi Manusia = KAM). Jadi, HAM berdasarkan filsafat Pancasila ditegakkan oleh setiap pribadi manusia dalam asas-keseimbangan HAM dan KAM ! Maknanya, pribadi yang baik ialah yang menunaikan (amanat) KAM untuk menikmati (anugerah) HAM.
Kesadaran martabat kepribadian manusia (SDM) berdasarkan filsafat Pancasila, memancarkan integritas asas moral SDM Indonesia Raya sebagai subyek budaya, subyek moral yang bermartabat. Maknanya, SDM warganegara Indonesia Raya menegakkan asas kedaulatan rakyat yang bermartabat!

A.  Sistem Filsafat Pancasila Sebagai Asas Kerokhanian Bangsa dan Negara
            Filsafat Pancasila memberikan kedudukan yang tinggi dan mulia atas martabat manusia, sebagai pancaran asas moral (sila I dan II); karenanya ajaran HAM berdasarkan filsafat Pancasila yang bersumber asas normatif theisme-religious, secara fundamental sbb:  
1.   Bahwa HAM adalah karunia dan anugerah Maha Pencipta (sila I dan II: hidup, kemerdekaan dan hak milik/rezki); sekaligus amanat untuk dinikmati dan disyukuri oleh umat manusia.
2.   Bahwa menegakkan HAM senantiasa berdasarkan asas keseimbangan dengan kewajiban asasi manusia (KAM). Artinya, HAM akan tegak hanya berkat (umat) manusia menunaikan KAM sebagai amanat Maha Pencipta.
3.   Kewajiban asasi manusia (KAM) berdasarkan filsafat Pancasila, ialah:
a.   Manusia wajib mengakui sumber (HAM: life, liberty, property) adalah Tuhan Maha Pencipta (sila I).
b.   Manusia wajib mengakui dan menerima kedaulatan Maha Pencipta atas semesta, termasuk atas nasib dan takdir manusia;  dan
c.   Manusia wajib berterima kasih dan berkhidmat kepada Maha Pencipta (Tuhan Yang Maha Esa), atas anugerah dan amanat yang dipercayakan kepada (kepribadian). Manusia terikat dengan hukum alam dan hukum moral !.
Tegaknya ajaran HAM ditentukan oleh tegaknya asas keseimbangan HAM dan KAM; sekaligus sebagai derajat (kualitas) moral dan martabat manusia.
Sebagai manusia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita juga bersyukur atas potensi jasmani-rokhani, dan martabat unggul, agung dan mulia manusia berkat anugerah kerokhaniannya ---sebagai terpancar dari akal-budinuraninya--- sebagai subyek budaya (termasuk subyek hukum) dan subyek moral. (M. Noor Syam 2007: 147-160)
Berdasarkan ajaran suatu sistem filsafat, maka wawasan manusia (termasuk wawasan nasional) atas martabat manusia, menetapkan bagaimana sistem kenegaraan ditegakkan; sebagaimana bangsa Indonesia menetapkan NKRI sebagai negara berkedaulatan rakyat (sistem demokrasi) dan negara hukum (Rechtsstaat). Asas-asas fundamental ini memancarkan identitas, integritas dan keunggulan sistem kenegaraan RI (berdasarkan) Pancasila – UUD 4, sebagai sistem kenegaraan Pancasila.
Ajaran luhur filsafat Pancasila memancarkan identitas theisme-religious sebagai keunggulan sistem filsafat Pancasila dan filsafat Timur umumnya --- karena sesuai dengan potensi martabat dan integritas kepribadian manusia---.
Jadi, bagaimana sistem kenegaraan bangsa itu, ialah jabaran dan praktek dari ajaran sistem filsafat dan atau sistem ideologi nasionalnya masing-masing. Berdasarkan asas demikian, kami dengan mantap menyatakan NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila, dan terjabar (pedoman penyelenggaraanya) dalam UUD Proklamasi 45 --- yang orisinal, bukan menyimpang sebagai “ terjemahan “ era reformasi yang menjadi UUD 2002 --- yang kita rasakan amat sarat kontroversial, bahkan menjadi budaya neo-liberalisme !
Secara filosofis-ideologis dan konstitusional inilah amanat nasional dalam visi-misi Pendidikan dan Pembudayaan Filsafat Pancasila dan Ideologi Nasional! Visi-misi mendasar dan luhur ini menjamin integritas SDM dalam Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD 45.

B.  Dasar Negara Pancasila Sebagai Asas Kerokhanian Bangsa dan Sistem Ideologi Nasional dalam Integritas UUD Proklamasi 45
Secara ontologis-axiologis (filsafat Pancasila) terjabar dalam UUD Proklamasi 45 secara imperatif (filosofis-ideologis dan konstitusional) bangsa dan NKRI adalah integral (manunggal) dan bersifat t e t a p (integritas, jatidiri / Volksgeist)  sebagai kepribadian dan martabat nasional.
Tegaknya suatu bangsa dan negara ialah kemerdekaan dan kedaulatan sebagai wujud kemandirian, integritas dan martabat nasional. Bagi bangsa Indonesia dapat dinyatakan sebagai: Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila – UUD Proklamasi 45.
Dalam analisis kajian normatif-filosofis-ideologis dan konstitusional atas UUD Proklamasi 45 dalam hukum ketatanegaraan RI, dapat diuraikan asas dan landasan  filosofi-ideologis dan konstitusional berikut:
1.   Baik menurut teori umum hukum ketatanegaraan dari Nawiasky, maupun Hans Kelsen dan Notonagoro diakui kedudukan dan fungsi kaidah negara yang fundamental yang bersifat tetap; sekaligus sebagai norma tertinggi, sumber dari segala sumber hukum dalam negara. Karenanya, kaidah ini tidak dapat diubah, oleh siapapun dan lembaga apapun, karena kaidah ini ditetapkan hanya sekali oleh pendiri negara (Nawiasky1948: 31 – 52; Kelsen 1973: 127 – 135; 155 – 162; Notonagoro 1984: 57 – 70; 175 – 230; Soejadi 1999: 59 – 81). Sebagai kaidah negara yang fundamental, sekaligus sebagai asas kerokhanian negara dan jiwa konstitusi, nilai-nilai dumaksud bersifat imperatif (mengikat, memaksa). Artinya, semua warga negara, organisasi infrastruktur dan suprastruktur dalam negara imperatif untuk melaksanakan dan membudayakannya.
Sebaliknya, tiada seorangpun warga negara, maupun organisasi di dalam negara yang dapat menyimpang dan atau melanggar asas normatif ini; apalagi merubahnya.     
2.   Dengan mengakui kedudukan dan fungsi kaidah negara yang fundamental, dan bagi negara Proklamasi 17 Agustus 1945 (baca: NKRI) ialah berwujud: Pembukaan UUD Proklamasi 45. Maknanya, PPKI sebagai pendiri negara mengakui dan mengamanatkan bahwa atas nama bangsa Indonesia kita menegakkan sistem kenegaraan Pancasila – UUD 45. Asas demikian terpancar dalam nilai-niai fundamental yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 45 sebagai kaidah filosofis-ideologis Pancasila seutuhnya. Karenanya dengan jalan apapun, oleh lembaga apapun tidak dapat diubah. Karena Pembukaan ditetapkan hanya 1x oleh pendiri negara (the founding fathers, PPKI) yang memiliki legalitas dan otoritas pertama dan tertinggi (sebagai penyusun yang mengesahkan UUD negara dan lembaga-lembaga negara). Artinya, mengubah Pembukaan dan atau dasar negara berarti mengubah negara; berarti pula mengubah atau membubarkan negara Proklamasi (membentuk negara baru;  mengkhianati negara Proklamasi 17 Agustus 1945). Siapapun dan organisasi apapun yang tidak mengamalkan dasar negara Pancasila ---beserta jabarannya di dalam UUD negara---; bermakna tidak loyal dan tidak membela dasar negara Pancasila; maka sikap dan tindakan demikian dapat dianggap sebagai makar (tidak menerima ideologi negara dan UUD negara). Jadi, mereka dapat dianggap melakukan separatisme ideologi dan atau mengkhianati negara.
Text Box: "4.	Pokok pikiran yang keempat yang terkandung dalam "pembukaan" ialah negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
III.	Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan dalam pasal-pasalnya.  
Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis (Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis.
	Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-pasalnya."3.   Penghayatan kita diperjelas oleh amanat pendiri negara (PPKI) di dalam Penjelasan UUD 45; terutama melalui uraian: keempat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 45 (sebagai asas kerokhanian negara (geistlichen Hinterground dan Weltanschauung ) bangsa  terutama:
Jadi, kedudukan Pembukaan UUD 45 berfungsi sebagai perwujudan dasar negara Pancasila; karenanya memiliki integritas filosofis-ideologis dan legalitas supremasi otoritas secara konstitusional (terjabar dalam Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 45). Asas demikian secara imprative berfungsi sebagai sumber dari segala sumber hukum, dan kaidah negara yang fundamental (Grundnorm).
Sistem kenegaraan RI secara formal adalah kelembagaan nasional yang bertujuan menegakkan asas normatif filosofis-ideologis (in casu dasar negara Pancasila) sebagai kaidah fundamental dan asas kerokhanian negara di dalam kelembagaan negara bangsa (nation state) sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi 45 seutuhnya. Karenanya, secara a priori (kodrati dan imperatif-filosofis-ideologis-konstitusional), bangsa dan negara berkewajiban menegakkan, mengembangkan, membudayakan, mewariskan dan melestarikannya!
Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dengan integritasnya sebagai negara berkedaulatan rakyat (demokrasi Pancasila) dan negara hukum (Rechtsstaat) berdasarkan moral Pancasila, wajarlah fungsional dalam praktek budaya demokrasi Pancasila dan Negara hukum berdasarkan asas moral dan sistem hukum nasional Pancasila. Maknanya, demokrasi berdasarkan moral Pancasila (UUD 45 Pasal 1, 2 dan 3; serta Pasal 37). Negara hukum Indonesia menegakkan cita hukum (demi keadilan) berdasarkan Sila I-II-V; oleh semua SDM Indonesia dan untuk kemanusiaan!
Visi-misi demikian hanya terwujud terutama dengan melaksanakan amanat nation and character building sekaligus (sinergis) dengan membudayakan N-Sistem Nasional (in casu: jabaran dasar Negara Pancasila dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan berbudaya); demi jatidiri bangsa dan integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 yang bermartabat!
Dinamika budaya sosial politik abad XXI, dipelopori ideologi liberalisme-kapitalisme (neoliberalisme, dan neoimperialisme) atas nama kebebasan, demokrasi dan HAM, individu manusia cenderung memuja kebebasan (=neoliberalisme!), sehingga kesetiaan (loyalitas) dan kebanggaan nasionalnya mengalami degradasi; bahkan dapat terkikis!. (=fenomena keruntuhan mental-moral-martabat nasional!)
Menyelamatkan integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 mutlak dengan terlaksananya visi-misi Nation and Character Building, dalam wujud kepribadian SDM Indonesia Raya unggul-kompetetif-bermartabat yang mampu menegakkan Ketahanan Nasional dan integritas NKRI secara fundamental!
Sikap demikian, bukan hanya a-nasionalisme, dan a-moral (tidak sesuai dengan kewajiban nasional warganegara untuk setia dan bela negara sebagai asas demokrasi: bahwa bangsa, pemerintah dan negara adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat!. Negara dan pemerintah tidak terjamin kedaulatannya, tanpa kesetiaan rakyat warganegaranya!.
Nilai-nilai Dasar Negara Pancasila terjabar dan diaktualisasi melalui Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dan sebagai Sistem Ideologi Nasional Indonesia Raya masa depan!
Asas-asas fundamental filosofis-ideologis dan konstitusional diatas, adalah jabaran dan aktualisasi asas filsafat Pancasila (ontologis-axiologis), terutama :
1.      Asas filsafat Pancasila sebagai sistem ideologi secara ontologis-axiologis tegak dalam aktualisasi Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45
2.      Menjamin ranah (in casu : HAM) privat dan publik berdasarkan asas keseimbangan HAM dan KAM sebagai diamanatkan Bagian II seutuhnya!. Tegasnya, individualitas dan komunitas berkembang dalam asas keseimbangan dalam wujud asas kekeluargaan sebagai asas integralisme fungsional Filsafat Pancasila!
3.      Menjiwai dan melandasi asas moral dan budaya politik nasional : politisi, kepemimpinan nasional, bahkan warganegara dalam pergaulan nasional dan internasional senantiasa menegakkan integritas moral dan martabat nasional!
4.      Asas HAM, hak kemerdekaan (kebebasan) tetap dijamin selama warganegara, golongan / parpol tetap setia (loyal, bangga) kepada dasar negara (ideologi negara) Pancasila dan UUD Proklamasi 45 dalam asas ajaran HAM berdasarkan Filsafat Pancasila (=Asas Keseimbangan HAM dan KAM)!. 
5.      Secara filosofis-ideologis dan UUD Pasal 29 bangsa dan NKRI menganggap ideologi marxisme-komunisme-atheisme bertentangan dengan ideologi Pancasila yang beridentitas theisme-religious; karenanya dikategorikan sebagai : separatisme ideologi dan makar !
Sebaliknya, siapapun atas nama kebebasan (=liberalisme) dan demokrasi (=kedaulatan rakyat) mengembangkan / memperjuangkan nilai ideologi selain ideologi negara Pancasila (non-Pancasila), dikategorikan sebagai melakukan tindakan : separatisme ideologi, makar dan atau mengkhianati sistem kenegaraan Pancasila! ---Waspadalah kepada berbagai sistem ideologi yang mengancam integritas ideologi Pancasila, seperti : ideologi liberalisme-kapitalisme, sekularisme; dan marxisme-komunisme-atheisme!--- karena semua bermuara: neoimperialisme!.
Amanat filosofis-ideologis dan konstitusional Pancasila, integral (utuh) dalam UUD Proklamasi 45, karenanya bersifat imperatif baik secara hukum, sosial-politik, ekonomi; bahkan mental dan moral SDM Indonesia Raya. Asas fundamental demikian adalah bukti kesetiaan dan kebanggan nasional. Sebaliknya, penyimpangan (distorsi) dan atau degradasi nasional, lebih-lebih kesetiaan-ganda (=bicara sebagai warganegara Pancasila, dalam praktek memperjuangkan ideologi neo-liberalisme, sekularisme, komunisme-atheisme). Sesungguhnya, sikap dan tindakan demikian adalah separatisme ideologi (=mengkhianati dasar negara dan ideologi Pancasila=makar!). Inilah makna fundamental dan imperatif dari asas Bagian III A-B yang dimaksud oleh Notonagoro, Nawiasky dan Kelsen di atas!
Amanat menegakkan NKRI dalam integritas sebagai sistem kenegaraan Pancasila, bermakna bahwa bangsa Indonesia (rakyat, warganegara RI) berkewajiban membela NKRI dalam integritasnya sebagai sistem kenegaraan Pancasila ---antar sistem kenegaraan: kapitalisme – liberalisme, dan marxisme – komunisme – atheisme --- yang dapat mengancam integritas bangsa dan NKRI. Jadi, bangsa Indonesia senantiasa waspada dan siap bela negara atas tantangan dan ancaman bangsa dan negara yang mengancam integritas ideologi Pancasila: baik neoimperialisme Amerika maupun ideologi marxisme – komunisme – atheisme dari manapun datangnya; termasuk kebangkitan PKI, neo-PKI atau KGB.

III.  KEUNGGULAN NKRI SEBAGAI SISTEM KENEGARAAN PANCASILA-UUD PROKLAMASI 45
Berdasarkan asas-asas ontologis-axiologis Pancasila (asas kerokhanian bangsa dan negara, sebagai jatidiri nasional); maka aktualisasinya sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 sesungguhnya diberkati oleh Allah Yang Maha Kuasa (Pembukaan alinea 3) dengan berbagai keunggulan yang potensial menjadikan Indonesia Raya dapat menjadi negara jaya-sentosa dan bermartabat!, sebagai terkandung dalam pemikiran mendasar dalam Makalah ini.
A.      Keunggulan Indonesia Raya
Bangsa dan negara Indonesia diberkati Tuhan Yang Maha Esa dengan berbagai keunggulan yang wajib dikembangkan dan dilestarikan demi kesejahteraan rakyat dan Ketahanan Nasional.
            Keunggulan Indonesia Raya terpancar dari mulai alam nusantara, warisan budaya, sistem filsafat dan ideologi sampai potensi kuantitas – kualitas SDM Indonesia 
            Kita bangsa Indonesia wajib bersyukur dan bangga atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa bahwa bangsa dan NKRI diberkati dengan berbagai keunggulan potensial (sebagai keunggulan natural dan kultural/SDA), terutama:
1.      Keunggulan natural (alamiah): nusantara Indonesia amat luas (15 juta km2, 3 juta km2 daratan + 12 juta km2 lautan, dalam gugusan 17.584 pulau); amat subur dan nyaman iklimnya; amat kaya sumber daya alam (SDA); amat strategis posisi geopolitiknya. Kekayaan SDA alam khatulistiwa (berwujud: inersi matahari) terbesar, sebagai sumber inersi masa depan! Juga SDA alam tropis (hutan tropis) sebagai paru-paru dunia, sumber O2 demi kehidupan dan kesehatan umat manusia!
2.      SDA kelautan sebagai negara bahari (maritim, kelautan) di silang benua dan samudera sebagai transpolitik-ekonomi dan kultural postmodernisme dan masa depan. SDA kelautan dengan sumber protein hewani (ikan) menjadi sumber gizi dan energi umat manusia yang tidak ternilai!
3.      Keunggulan kuantitas-kualitas manusia (SDM) sebagai rakyat dan bangsa; merupakan asset primer nasional: 238 juta (Sensus Nasional 2010) dengan karakteristika dan jatidiri yang diwarisinya sebagai bangsa pejuang (ksatria)…… ---silahkan dievaluasi bagaimana identitas dan kondisi kita sekarang!--- dalam era reformasi.
4.      Keunggulan sosiokultural dengan puncak nilai filsafat hidup bangsa (terkenal sebagai filsafat Pancasila) yang merupakan jatidiri nasional, jiwa bangsa, asas kerokhanian negara dan sumber cita nasional sekaligus identitas dan integritas nasional.
5.      Keunggulan historis; bahwa bangsa Indonesia memiliki sejarah keemasan: kejayaan negara Sriwijaya (abad VII - XI); dan kejayaan negara Majapahit (abad XIII - XVI) dengan wilayah kekuasaan kedaulatan geopolitik melebihi NKRI sekarang (dari Taiwan sampai Madagaskar). Dengan nilai warisan filsafat Pancasila sebagai sari dan puncak budaya luhur dan peradaban Indonesia Raya.

B.       Keunggulan Sistem Kenegaraan Filsafat Pancasila Terjabar dalam UUD Proklamasi 45
Keunggulan Sistem Filsafat Pancasila sebagai sistem ideologi negara (ideologi nasional) terjabar dalam UUD Proklamasi 45, terutama:  
Text Box: Keunggulan sistem kenegaraan Pancasila sebagai negara Proklamasi 17 Agustus 1945; terjabar dalam asas konstitusional UUD 45:
1.	NKRI sebagai negara berkedaulatan rakyat (demokrasi);
2.	NKRI sebagai negara hukum (Rechtsstaat);
3.	NKRI sebagai negara bangsa (Nation State);
4.	NKRI sebagai negara berasas kekeluargaan (paham persatuan, wawasan nasional dan wawasan nusantara);
5.	NKRI menegakkan sistem kenegaraan berdasarkan UUD Proklamasi 45 yang memancarkan asas konstitusionalisme melalui tatanan kelembagaan dan kepemimpinan nasional dengan identitas Indonesia, dengan asas budaya dan asas moral filsafat Pancasila yang memancarkan identitas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious. Asas demikian memancarkan keunggulan sistem filsafat Pancasila (sebagai bagian dari sistem filsafat Timur) dalam menghadapi tantangan dan godaan masa depan: neo-liberalisme, neo-kapitalisme dan neo-imperialisme serta neo-PKI dalam pascamodernisme yang menggoda dan melanda bangsa-bangsa modern abad XXI.
            Keunggulan potensial (A-B) demikian sinergis dan berpuncak dalam kepribadian SDM Indonesia Raya sebagai penegak kemerdekaan dan kedaulatan NKRI yang memancarkan budaya dan moral Pancasila dalam mewujudkan cita-cita nasional. Potensi nasional dan keunggulan NKRI akan ditentukan oleh kuantitas-kualitas SDM yang memadai + UUD Negara yang mantap terpercaya ---bukan kontroversial sebagaimana UUD 45 amandemen---.
Sistem kenegaraan RI secara formal adalah kelembagaan nasional yang bertujuan mewujudkan asas normatif filosofis-ideologis (in casu dasar negara Pancasila) sebagai kaidah fundamental dan asas kerokhanian negara di dalam kelembagaan negara bangsa (nation state, negara nasional)!.
NKRI adalah negara bangsa (nation state) sebagai pengamalan sila III yakni nilai Wawasan Nasional yang ditegakkan dalam NKRI dan Wawasan Nusantara. Jadi, aktualisasi asas ontologis-axiologis filsafat Pancasila ditegakkan dalam sistem kenegaraan Pancasila sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi 45; diuraikan secara ringkas terlukis dalam skema berikut :








Perwujudan Sistem NKRI (Berdasarkan) Pancasila - UUD 45*











                                                                                                (MNS, 1985: 2005)
Skema 3
*) = NKRI sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45

C.  Sistem Ideologi Pancasila ditegakkan dalam N-Sistem Nasional
Maknanya, secara das Sein und das Sollen dasar negara Pancasila (ideologi nasional) sebagai terlukis dalam skema 3 dan 4, dikembangkan, ditegakkan dan dibudayakan dalam N-Sistem Nasional sebagai aktualisasi integritas sistem kenegaraan Pancasila (UUD Proklamasi 45). 
Secara skematis, terlukis dalam skema berikut.



*) =      N = sejumlah sistem nasional, terutama:
            1. Sistem filsafat Pancasila
            2. Sistem ideologi Pancasila                                                  
            3. Sistem Pendidikan Nasional (berdasarkan) Pancasila
            4. Sistem hukum (berdasarkan) Pancasila
            5. Sistem ekonomi Pancasila
            6. Sistem politik Pancasila (= demokrasi Pancasila)
7. Sistem budaya Pancasila
8. Sistem Hankamnas, Hankamrata
(MNS, 1988)
Skema 4

            Skema ini melukiskan bagaimana sistem filsafat Pancasila dijabarkan secara normatif-konstitusional dan fungsional sebagai terlukis dalam struktur (nilai) kenegaraan yang dimaksud komponen-komponen dalam skema 1-2-3-4 dimaksud !.
Sesungguhnya, menegakkan Sistem Nasional adalah imperatif dari Sistem Kenegaraan Pancasila UUD Proklamasi 45---- sebagaimana sistem negara liberalisme-kapitalisme akan menegakan sistem demokrasi-liberal dan ekonomi-liberal; sistem komunisme menegakan sistem demokrasi-rakyat dan ekonomi-etatisme---! Sungguh, adalah mengingkari (baca: mengkhianati dasar negara dan ideologi negara Pancasila, Indonesia: elite reformasi mempraktekkan demokrasi liberal, dan ekonomi liberal)!. Karena kebijakan demikian, keterpurukan multi-dimensional tak kunjung teratasi!. Karena secara mental-ideologis telah terjadi konflik psikologis dan dilemma moral dari pejabat dan kepemimpinan nasional!
Secara filosofis-ideologis dan konstitusional (imperatif) Bangsa Indonesia berkewajiban membudayakan (aktualisasi) kesetiaan dan kebanggan nasional dengan menegakkan N-Sistem Nasional sebagai perwujudan jatidiri nasional dan integritas-martabat Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45.

IV. AMANAT BUDAYA DAN MORAL FILSAFAT DAN IDEOLOGI PANCASILA-UUD PROKLAMASI 45
            Amanat budaya dan moral Filsafat Pancasila (baik sebagai Dasar Negara maupun Ideologi Negara, Ideologi Nasional), sesungguhnya terjabar secara konstitusional di dalam UUD Proklamasi 45. Maknanya, Dasar Negara Pancasila integral dan terjabar seutuhnya dalam UUD Proklamasi 45 sebagai landasan legalitas dan pedoman pengamalan, pembudayaan dan pewarisannya.

A.      Asas Budaya dan Moral Kelembagaan Negara dan Kepemimpinan Nasional Indonesia Raya
            Secara filosofis-ideologis dan konstitusional maka kelembagaan negara dan kepemimpinan nasional secara imperatif berkewajiban menegakkan dan membudayakan asas budaya dan moral filsafat dan ideologi Pancasila-UUD Proklamasi 45 seutuhnya (secara murni dan konsekuen); sebagai Asas Budaya dan Moral Nasional Indonesia Raya!

MEMBUDAYAKAN ASAS MORAL DAN ETIKA POLITIK PANCASILA

Asas-asas fundamental dimaksud, terutama secara normatif-integral meliputi:

1.      Pembukaan UUD Proklamasi 45, istimewa alinea 3-4:
“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannnya.

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

2.      Batang Tubuh (Pasal-Pasal) UUD Proklamasi 45; istimewa
a.      Bab I Pasal 1 ayat: (1), (2) dan (3)
b.      Bab II Pasal 2 dan 3
c.       Bab VII Pasal 19, 20, 21 dan 22
d.      Bab X Pasal 26, 27 dan 28;
e.       BAB XI
AGAMA
Pasal 29
(1)   Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2)   Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
f.       Bab XIII Pasal 31 dan 32;
g.      Bab XIV Pasal 33 dan 34

Ketentuan Konstitusional demikian adalah sebagai jabaran normatif: Asas Kerokhanian (asas moral Pancasila dan martabat nasional) bangsa dan negara Indonesia Raya.

3.      Penjelasan UUD Proklamasi 45, istimewa
Text Box: "4.	Pokok pikiran yang keempat yang terkandung dalam "pembukaan" ialah negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
III.	Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan dalam pasal-pasalnya.  
Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis (Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis.
	Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-pasalnya."

Penghayatan kita diperjelas oleh amanat pendiri negara (PPKI) di dalam Penjelasan UUD 45; terutama melalui uraian: keempat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 45 (sebagai asas kerokhanian negara (geistlichen Hinterground dan Weltanschauung) bangsa  terutama:
Asas-asas fundamental di atas mulai daripada asas dasar negara Pancasila sebagai ideologi nasional, sampai asas konstitusional secara integral berfungsi sebagai asas budaya, dan moral terpancar dalam etika politik Pancasila --- sebagai asas budaya dan moral politik NKRI! ---. Asas budaya dan moral demikian inilah yang mengalami distorsi bahkan degradasi dalam budaya dan moral politik elite NKRI dalam era reformasi!
Jadi, kedudukan Pembukaan UUD 45 berfungsi sebagai perwujudan dasar negara Pancasila; karenanya memiliki integritas filosofis-ideologis dan konstitusional sebagai legalitas supremasi otoritas secara kenegaraan (terjabar dalam Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 45). Asas demikian secara imprative berfungsi sebagai sumber dari segala sumber hukum, dan kaidah negara yang fundamental (Grundnorm) yang bersifat tetap (tidak dapat diubah oleh siapapun dan lembaga apapun, dengan jalan apapun; termasuk MPR hasil Pemilu!). Jadi, juga mengandung makna imperatif (wajib) bagi  kelembagaan negara dan kepemimpinan nasional—dengan semua jajarannya—untuk melaksanakan, mengembangkan, membudayakan, mewariskan dan melestarikannya!
Berdasarkan asas normatif-filosofis-ideologis dan konstitusional di atas, secara imperatif setiap elite, bahkan warganegara dalam NKRI  berkewajiban untuk imenegakkan dan membudayakan asas moral politik Dasar Negara Pancasila!

B.       Asas-Asas Moral dan Etika Politik Nasional (Berdasarkan) Filsafat Pancasila
Secara filosofis-ideologis dan konstitusional, kewajiban nasional semua warganegara dalam Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45, sebagai pusat kesetiaan dan kebanggaan nasional, secara fundamental dan integral meliputi:
1.      Menghayati dan menegakkan mental-moral SDM yang setia dan bangga dengan Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45;
2.      Kita warganegara setia dan bangga menegakkan dan membudayakan mental-moral filsafat dan ideologi Pancasila sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi 45.
3.      Kita warganegara setia dan bangga dengan keunggulan-keunggulan Indonesia Raya, dan dengan penuh tanggungjawab mewujudkan demi kesejahteraan rakyat dan melestarikannya.

Jabaran dari pusat kesetiaan dan kebanggan nasional ini, dapat dirumuskan secara mendasar:
1.      Membudayakan asas budaya dan moral politik nasional berdasarkan Filsafat dan Ideologi Pancasila.
Maknanya, semua organisasi sosial-politik dan budaya secara filosofis-ideologis dan konstitusional (imperatif) formal dan fungsional senantiasa berdasarkan Filsafat dan Ideologi Pancasila.
Sebaliknya, apabila ada organisasi berdasarkan asas non-Pancasila, akan melahirkan masalah berikut:
a.       Apa tujuan organisasi dimaksud?
b.      Bagaimana kewajiban perjuangan pendukung organisasi tersebut kepada bangsa dan negaranya (sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45)?
c.       Dapatkah disimpulkan bahwa organisasi ini bertujuan untuk menegakkan ideologi dan Sistem Kenegaraan Non-Pancasila. Karenanya, dikategorikan sebagai gerakan separatism ideology (mengkhianati ideologi Negara; = makar!).
d.      Sikap dan tindakan warganegara yang tidak setia dan bangga dengan filsafat dan ideologi negaranya, berarti kesadaran nasionalnya telah runtuh! Dapat juga SDM demikian mengalami konflik kejiwaan, split –personality; bahkan hypocrite!
Jadi, mereka bukanlah warganegara yang baik.
2.      Setia dan bangga dengan (kebangsaannya) Indonesia Raya yang merdeka, berdaulat dan bermartabat sebagai subyek dalam Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45, diantara berbagai sistem kenegaraan bangsa-bangsa modern dalam dinamika internasional!
3.      Kesadaran dan tanggung jawab siap dan rela bela negara demi kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia Raya dalam integritas dan martabat Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45.
4.      Kesadaran cinta dan bela negara dengan asas dan wawasan: Ketahanan Nasional dalam asas Hankamnas-Hankamrata. Asas imperatif ini, adalah konsekuensi konstitusional dari sistem negara berkedaulatan rakyat (=sistem demokrasi). = dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dalam integritas negara-bangsa (nation state) dan wawasan nusantara! Jadi, rakyat yang sadar demokrasi mengakui amanat dan kewajiban nasional dan konstitusionalnya untuk bela negara demi ketahanan nasional—bukan menyerahkan tanggung jawab hanya kepada TNI—!.
5.      TNI adalah Tentara Nasional (baca: Tentara Rakyat Indonesia, Tentara Bangsa dan Negara Indonesia). Jadi, TNI adalah bhayangkari dan ksatria pembela integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45. Maknanya, TNI senantiasa sadar untuk menegakkan politik nasional (integritas budaya dan moral politik negara); bukan membela politik partai politik yang berkuasa; melainkan membela integritas moral-politik NKRI sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dari tantangan internal maupun eksternal: separatism ideology, ideologi yang bertentangan dengan Pancasila (marxisme-komunisme-atheisme; ekstrim kiri maupun ekstrim kanan; termasuk neo-liberalisme dan neo-imperialisme)!
6.      Amanat filosofis-ideologis dan konstitusional dikukuhkan dalam TAP MPR RI No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa (seyogyanya dipelopori pembudayaannya oleh anggota MPR RI: DPR RI dan DPD RI) bersama Pimpinan dan Anggota Kelembagaan Negara (Tinggi) dan jajarannya!
7.      Amanat konstitusional dalam TAP MPR RI No. VII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia (yang dijiwai ajaran HAM berdasarkan filsafat Pancasila)!.

Jadi, asas dan perangkat normatif dalam NKRI sesungguhnya sudah mantap dan signifikan (bersumber dari Dasar Negara Pancasila-UUD Proklamasi 45); tantangan nasional terutama bagaimana membudayakannya!

V.   INTEGRITAS SISTEM KENEGARAAN PANCASILA DALAM TANTANGAN GLOBALISASI-LIBERALISASI DAN POSTMODERNISME
Dinamika Globalisasi-Liberalisasi dan Postmodernisme sesungguhnya adalah gelombang negara adidaya untuk merebut supremasi ideologi liberalisme-kapitalisme; sebagai otoritas neo-imperialisme dunia. Dinamika ini juga sinergis dengan gelombang Postmodernisme yang laksana badai menggoda dan melanda bangsa dan negara modern, terutama bangsa negara berkembang. Fenomena dimaksud nampak dalam karsa elite untuk mempelopori reformasi---karena merasa warisan nilai lama perlu di reformasi---, meskipun ternyata menjadi bencana yang dapat meruntuhkan integritas nasional dan integritas negara!.
Kita  menyaksikan bagaimana reformasi glasnost dan  perestroika  yang dicanangkan Michael Gorbachev di Unie Soviet  kemudian  r u n t u h  menjadi negara tidak berdaya dan “ m u r t a d “ dari ideologi marxisme-komunisme-atheisme! (McCoubrey & White 1996:117-120). Dengan asas glasnost dan  perestroika, negara Unie Soviet memberi kebebasan dan membuka 5000  gereja bagi umat Kristiani dan 2500 masjid bagi umat Islam.

Catatan: Sejarah dunia menyaksikan: runtuhnya negara adidaya Unie Soviet menjadi negara tidak berdaya, namun rakyatnya bersyukur dapat kembali memuja Tuhan (Agama, Theisme) sehingga negara Rusia sekarang amat sangat meningkat kemakmuran dan kejayaannya.

A. Tantangan Nasional : Globalisasi-Liberalisasi dan Postmodernisme
Menyelamatkan bangsa dan NKRI dari tantangan demikian (baca: keruntuhan sebagaimana yang dialami Unie Soviet), maka bangsa Indonesia wajib meningkatkan kewaspadaan nasional dan ketahanan mental-ideologi Pancasila. Visi-misi demikian terutama meningkatkan wawasan nasional dan kepercayaan nasional (kepercayaan diri) agar SDM warganegara kita mampu mewaspadai tantangan: globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme dan  neo-PKI/KGB!
Kemampuan menghadapi tantangan yang amat mendasar dan akan melanda kehidupan nasional ---sosial-ekonomi dan politik, bahkan mental dan moral bangsa---maka benteng terakhir yang diharapkan mampu bertahan ialah keyakinan nasional atas kebenaran dan kebaikan (baca: keunggulan) dasar negara Pancasila baik sebagai jatidiri bangsa dan filsafat hidup bangsa (Volksgeist, Weltanschauung), sekaligus sebagai dasar negara (ideologi negara, ideologi nasional). Hanya dengan keyakinan nasional ini manusia Indonesia tegak-tegar dengan keyakinannya yang benar dan terpercaya: bahwa sistem filsafat Pancasila sebagai bagian dari filsafat Timur memancarkan identitas dan integritas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious. Sebagai jiwa UUD negara yang menjiwai dan melandasi budaya dan moral politik Indonesia dalam integritas sistem kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45.
Bandingkan dengan ajaran filsafat kapitalisme-liberalisme yang beridentitas individualisme-materialisme-sekularisme-pragmatisme (neo-imperialisme) akan hampa spiritual religius sebagaimana juga identitas ideologi marxisme-komunisme-atheisme! Kapitalisme-liberalisme memuja kebebasan dan HAM demi kapitalisme (baca: materi, kekayaan sumber daya alam yang dikuasai neoimperialisme): dalam praktek politik dan ekonomi liberal, yang menjajah Irak awal abad XXI ---negara adidaya yang bergaya pembela HAM di panggung dunia!--- ternyata HAM yang HAMPA!. Mengapa bangsa-bangsa beradab, bahkan PBB sebagai organisasi dunia yang beradab  tetap bungkam ?!   
Tantangan globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme dapat berwujud adanya degradasi wawasan nasional dan wawasan ideologi nasional. Demikian pula adanya degradasi mental ideologi, seperti budaya demokrasi liberal dan HAM  individualisme-egoisme--- bukan kesatuan dan kerukunan sebagai asas moral filsaafat dan ideologi bangsanya---. Perhatikan beberapa fenomena sosial politik dan ekonomi (neo-liberal) dalam era reformasi sebagai praktek budaya: kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme dalam hampir semua bidang kehidupan Indonesia, bermuara sebagai neoimperialisme! Sinergis dengan kondisi global maka dalam NKRI juga tantangan kebangkitan neo-PKI / KGB;!
1.      Watak setiap ajaran filsafat dan ideologi dengan asas dogmatisme senantiasa merebut supremasi dan dominasi atas berbagai ajaran filsafat dan ideologi yang dipandangnya sebagai saingan. Ideologi kapitalisme-liberalisme yang dianut negara-negara Barat sebenarnya telah merajai kehidupan berbagai bangsa dan negara: politik kolonialisme-imperialisme. Karena itulah, ketika perang dunia II berakhir 1945, meskipun mereka meraih kemenangan atas German dan Jepang, namun mereka kehilangan banyak negara jajahan memproklamasikan kemerdekaan, termasuk Indonesia. Sejak itulah negara-negara penganut ideologi kapitalisme-liberalisme menetapkan strategi politik neo-imperialisme untuk melestarikan penguasaan ekonomi dan sumber daya alam dan SDM di negara-negara jajahan yang bangkit merdeka; karenanya, mereka (Sekutu menyusun strategi rekayasa global, 1947).
2.      Melalui berbagai organisasi dunia, mulai PBB, World Bank dan IMF sampai APEC dipelopori Amerika Serikat mereka tetap sebagai kesatuan Sekutu dan Unie Eropa dalam perjuangan merebut supremasi politik dan ekonomi dunia (neo-imperialisme). Lebih-lebih dengan berakhirnya perang dingin (1950-1990) mereka makin menunjukkan supremasi politik neoimperialisme!    
3.      Hampir semua negara berkembang yang kondisi ipteks, industri dan ekonomi amat tergantung kepada negara maju (G-8)---kemudian berkolaborasi dalam visi-misi     G-20---maka melalui bantuan modal pembangunan baik bilateral maupun multilateral, seperti melalui IMF dan World Bank, termasuk IGGI kemudian CGI semuanya mengandung strategi politik ekonomi negara Sekutu (USA dan UE).
4.      Melalui kesepakatan APEC, mereka mempropagandakan doktrin ekonomi liberal, atas nama ekonomi pasar ---tidak boleh ada proteksi demi peningkatan kemampuan dan kemandirian---. Sementara potensi ekonomi berbagai negara berkembang tanpa proteksi, tanpa daya saing yang memadai...... semuanya dilumpuhkan dan ditaklukkan. Tercapailah politik supremasi ekonomi kapitalisme-liberalisme, sebagai neo-imperialisme.
5.      Sesungguhnya sejak dimulai perang dingin (sekitar 1950 – 1985) Sekutu telah menampilkan watak untuk merebut dominasi dan supremasi politik internasional. Kondisi perang dingin yang amat panjang meskipun menguras dana dan biaya perang (angkatan perang dan persenjataan), namun juga dijadikan media propaganda bahwa otoritas supremasi politik dan ideologi dunia tetap dimiliki Blok Barat. Supremasi politik dan ideologi ini juga didukung oleh supremasi ipteks .......sehingga banyak intelektual negara berkembang (baca: negara GNB) yang belajar ipteks ke negara-negara blok Barat.  Sebagian intelektual kita itu telah tergoda dan terlanda wawasan politiknya, sehingga sebagai elite reformasi mempraktekkan demokrasi liberal, ekonomi liberal, bahkan juga budaya negara federal!
    
Ternyata kemudian, mereka telah dididik juga sebagai kader pengembang ideologi dan politik ekonomi kapitalisme-liberalisme ---termasuk dalam NKRI---. Kepemimpina mereka belum membuktikan keunggulannya dalam mengatasi multi –krisis nasional yang makin menghimpit rakyat warga bangsa tercinta!. Kondisi buruk ini dapat menjadi lahan subur bangkinya neo-PKI/KGB yang berpropaganda menjadi ”penyelamat ” kaum miskin dan buruh tani dalam NKRI, melalui revolusi rakyat (proletar)!
Inilah fenomena dan bukti sebagian elite dalam NKRI tergoda dan terlanda ideologi neo-liberalisme dan neo-komunisme! Apakah fenomena dan bukti aktual dalam era reformasi sebagian elite reformasi memang berjuang untuk ideologi non-Pancasila (baca : separatisme ideologi : ekstrim kiri, ekstrim kanan dan neo-imperialisme) yang mengancam integritas negara Pancasila?
Tantangan globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme yang sinergis dengan neo-PKI/KGB (marxisme-komunisme-atheisme)   t i d a k  dihayati sebagai tantangan yang mengancam integritas: kemerdekaan dan kedaulatan Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45, termasuk mental dan moral SDM bangsa Indonesia Raya!
Bila demikian kondisinya, inilah tragedi reformasi; bahkan tragedi mental dan moral bagi bangsa Indonesia Raya --- karena SDM kita diruntuhkan mental wawasan nasional sekaligus moral theisme-religious: berganti menjadi: memuja kebebasan (=liberalisme), demokrasi (demokrasi liberal); atas nama HAM (HAMPA=konflik horizontal sampai anarkhisme)!
Sebagian elite reformasi dan rakyat tergoda dan terlanda memuja HAM yang dipropagandakan ideologi liberalisme (dipelopori USA dan UE) --- yang individualistik; bahkan HAMPA! Kita menyaksikan bagaimana, terutama USA menjajah dan menindas Afghanistan, Irak dan mengancam Iran!. Secara apriori Amerika Serikat terus mendukung Zionisme Israel dalam menjajah dan menindas bangsa Palestina! Mengapa bangsa-bangsa Barat bungkam, padahal mereka “pelopor dan pembela” The Declaration of Universal Human Rights sebagai Piagam PBB tentang HAM sedunia!
Dinamika dan tantangan demikian kita hadapi dengan kesetiaan dan kebanggaan nasional, terutama menegakkan dan membudayakan Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45; termasuk membudayakan Pilar-Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara yang menjadi program MPR sekarang!
Amanat nasional dan konstitusional ini menjadi makin mendesak, sebagai jawaban (demi Ketahanan Nasional) yang merupakan ancaman langsung atas integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45, dan integritas SDM warganegara Indonesia Raya yang menganut ideologi nasional Pancasila!.
Perhatikan dan hayati nilai dan tantangan neo-imperialisme dan neo-komunisme-atheisme-etatisme sebagai terlukis dalam Skema 5!




INTEGRITAS NASIONAL DAN NKRI SEBAGAI SISTEM KENEGARAAN PANCASILA
*) =      UUD 45 Amandemen, dengan kelembagaan negara (tinggi) : = Presiden, MPR, DPR, DPD; MK, MA dan BPK (+ KY)
skema: 5
 
                     (MNS, 2007)

B.  Tantangan Nasional dalam Era Reformasi
Pemerintahan dan kelembagaan negara era reformasi, bersama berbagai komponen bangsa berkewajiban meningkatkan kewaspadaan nasional yang dapat mengancam integritas nasional dan NKRI.
Tantangan nasional yang mendasar dan mendesak untuk dihadapi dan dipikirkan alternatif pemecahannya, terutama:
1.      Amandemen UUD 45 yang sarat kontroversial; baik filosofis-ideologis bukan sebagai jabaran dasar negara Pancasila, juga secara konstitusional amandemen cukup memprihatinkan karena berbagai konflik kelembagaan. Berdasarkan analisis demikian berbagai kebijaksanaan negara dan strategi nasional, dan sudah tentu program nasional mengalami distorsi nilai ---dari ajaran filsafat Pancasila, menjadi praktek budaya kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme---. Terutama demokrasi liberal dan ekonomi liberal……..bermuara sebagai supremasi neo-imperialisme!
2.      Elite reformasi dan kepemimpinan nasional hanya mempraktekkan budaya demokrasi liberal atas nama HAM; yang aktual dalam tatanan dan fungsi pemerintahan negara (suprastruktur dan infrastruktur sosial politik) hanyalah: praktek budaya oligarchy, plutocracy.......bahkan sebagian rakyat mempraktekkan budaya anarchy (anarkhisme)!
3.      Rakyat Indonesia mengalami degradasi wawasan nasional ---bahkan juga degradasi kepercayaan atas keunggulan dasar negara Pancasila, sebagai sistem ideologi nasional---. Karenanya, elite reformasi mulai pusat sampai daerah mempraktekkan budaya kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme. Jadi, rakyat dan bangsa Indonesia mengalami erosi jatidiri nasional!
4.      NKRI sebagai negara hukum, dalam praktek justru menjadi negara yang tidak menegakkan kebenaran dan keadilan berdasarkan Pancasila – UUD 45. Praktek dan “budaya” korupsi makin menggunung, mulai tingkat pusat sampai di berbagai daerah: Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kekayaan negara dan kekayaan PAD bukan dimanfaatkan demi kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat, melainkan dinikmati oleh elite reformasi. Demikian pula NKRI sebagai negara hukum, keadilan dan supremasi hukum; termasuk HAM belum dapat ditegakkan.
5.      Tokoh-tokoh nasional, baik dari infrastruktur (orsospol), maupun dalam suprastruktur (lembaga legislatif dan eksekutif) hanya berkompetisi untuk merebut jabatan dan kepemimpinan yang menjanjikan (melalui pemilu dan pilkada). Berbagai rekayasa sosial politik diciptakan, mulai pemekaran daerah sampai usul amandemen UUD 45 (tahap V) sekedar untuk mendapatkan legalitas dan otoritas kepemimpinan demi kekuasaan. Sementara kondisi nasional rakyat Indonesia, dengan angka kemiskinan dan pengangguran yang tetap menggunung belum ada konsepsi alternatif strategis pemecahannya. Kondisi demikian dapat melahirkan konflik horisontal dan vertikal, bahkan anarchisme sebagai fenomena sosio-ekonomi-psikologis rakyat dalam wujud stress massal dan anarchisme!
6.      Pemujaan demokrasi liberal atas nama kebebasan dan HAM telah mendorong bangkitnya primordialisme kesukuan dan kedaerahan. Mulai praktek otoda dengan budaya negara federal sampai semangat separatisme. Fenomena ini membuktikan degradasi nasional telah makin parah dan mengancam integritas mental ideologi Pancasila, integritas nasional dan integritas NKRI, dan integritas moral (komponen pimpinan,  manusia, bangsa) ! 
7.      Momentum pemujaan kebebasan (neo-liberalisme) atas nama demokrasi dan HAM, dimanfaatkan partai terlarang PKI untuk bangkit. Mulai gerakan “pelurusan sejarah” ---terutama G.30S/PKI--- sampai bangkitnya neo-PKI sebagai KGB melalui PRD dan Papernas. Mereka semua melangkahi (baca: melecehkan Pancasila – UUD 45) dan rambu-rambu (= asas-asas konstitusional) yang telah berlaku sejak 1966, terutama:        
a.       Bahwa filsafat dan ideologi Pancasila memancarkan integritas sebagai sistem filsafat dan ideologi theisme-religious. Artinya, warga negara RI senantiasa menegakkan moral dan budaya politik yang adil dan beradab yang dijiwai moral Pancasila berhadapan dengan separatisme ideologi: marxisme-komunisme-atheisme yang diperjuangkan neoPKI / KGB dan antek-anteknya.
b.      UUD Proklamasi seutuhnya memancarkan nilai filsafat Pancasila: mulai Pembukaan, Batang Tubuh (hayati: Pasal 29) dan Penjelasan UUD 45.
c.       Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 dan dikukuhkan Tap MPR RI No. I/MPR/2003 Pasal 2 dan Pasal 4.
d.      Tap MPR RI No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa; dan
e.       Undang Undang No. 27 tahun 1999 tentang Keamanan Negara ( yang direvisi, terutama Pasal 107a—107f).      
Perhatikan dan hayati isi nilai dalam Skema 5, Bagian bawah.

C.      Praktek dan Budaya Neo-Liberalisme Menggoda dan Melanda Rakyat dan NKRI
Dunia postmodernisme makin menggoda dan melanda dunia melalui politik supremasi ideologi. Kita semua senang dan bangga, menikmati kebebasan dan keterbukaan atas nama demokrasi dan HAM, tanpa menyadari bahwa nilai-nilai neoliberalisme menggoda dan melanda sehingga terjadi degradasi wawasan nasional, sampai degradasi mental dan moral sebagian rakyat bahkan elite dalam era reformasi.  
Sebagian elite reformasi bangga dengan praktek reformasi yang memuja kebebasan (=liberalisme) atas nama demokrasi (demokrasi liberal) dan HAM (HAM yang dijiwai individualisme, materialisme, sekularisme) sehingga rakyat Indonesia masih terhimpit dalam krisis multi dimensional.
Harapan berbagai pihak dengan alam demokrasi dan keterbukaan, nasib rakyat akan dapat diperbaiki menjadi lebih sejahtera dan adil sebagaimana amanat Pembukaan UUD 45 : “ ........ memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa .... “ dapat terlaksana, dalam makna SDM Indonesia cerdas dan bermoral! Tegasnya, bukan euforia reformasi dengan budaya demokrasi neo-liberal dalam praktek oligarchy, plutocracy dan anarchy…….berwujud konflik horisontal…..degradasi wawasan nasional dan moral (korupsi menggunung) dapat bermuara disintegrasi bangsa dan NKRI.  
Sesungguhnya, dalam era reformasi yang memuja kebebasan atas nama demokrasi dan HAM, ternyata ekonomi rakyat makin terancam oleh kekuasaan neoimperialisme melalui ekonomi liberal. Analisis ini dapat dihayati melalui bagaimana politik pendidikan nasional (UU RI No: 9 tahun 2009 tentang  BHP sebagai kelanjutan PP No. 61 / 1999) yang membuat rakyat miskin makin tidak mampu menjangkau. Meskipun UU tersebut dibatalkan oleh MK-RI, April 2010 namun praktek budaya BHP cenderung tetap berlangsung --- termasuk adanya fungsi BLU ---!.
Bidang sosial ekonomi, silahkan dicermati dan dihayati Perpres No. 76 dan 77 tahun 2007 tentang PMDN dan PMA yang tertutup dan terbuka, yang mengancam hak-hak sosial ekonomi bangsa; istimewa kesejahteraan generasi penerus!
Demokrasi liberal dengan biaya amat mahal beserta social cost yang cukup memprihatinkan ---konflik horisontal, sampai anarkhisme yang bermuara disintegrasi bangsa --- adalah tragedi penyimpangan elite reformasi dalam menegakkan sistem kenegaraan Pancasila! ----lebih-lebih pasca Amandemen UUD Proklamasi 45, menjadi : UUD 2002 !

VI.  KEBIJAKAN DAN STRATEGI : PENDIDIKAN DAN PEMBUDAYAAN FILSAFAT DAN IDEOLOGI (NEGARA) PANCASILA
Sesungguhnya sub thema ini adalah aktualisasi pembudayaan ontologis-epistemologis-axiologis filsafat Pancasila seutuhnya demi integritas SDM Indonesia Raya dan Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45.
Demi tegaknya integritas nilai filsafat Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional ---dan tegaknya integritas Sistem Kenegaraan Pancasila--- negara berkewajiban melaksanakan amanat Pendidikan dan Pembudayaan Filsafat Pancasila dan Ideologi Nasional.
Demi SDM warganegara NKRI sebagai generasi penerus, penegak dan bhayangkari negara Pancasila wajarlah semua rakyat warga bangsa Indonesia Raya menghayati dan mengamalkan filsafat Pancasila (sebagai filsafat hidup, dasar negara, ideologi negara!). Visi-Misi demikian makin mendesak sebagai kesiapan Ketahanan Nasional sebagai wujud terbinanya Nation and Character Building, baik integritas SDM sebagai subyek budaya, subyek hukum, dan subyek moral; sekaligus integritas Sistem Nasional Pancasila! Hanya dengan integritas demikian keunggulan Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45  tegak sebagai martabat Indonesia Raya menghadapi TANTANGAN GLOBALISASI-LIBERALISASI DAN POSTMODERNISME sebagai terlukis dalam Skema 5.
Text Box: Negara berkewajiban membentuk Kelembagaan yang melaksanakan visi-misi Pendidikan dan Pembudayaan Filsafat Pancasila; dengan alternatif : lintas kelembagaan Kementerian dan Non Kementerian, terutama : Kemendiknas, Kemenag, Kemendagri; Lemhannas, Wantannas, LIPI; Kemeneg. Pemuda dan Olah Raga, Kemenkominfo.
Kelembagaan dimaksud dapat bekerjasama dan atau dibantu oleh berbagai PTN-PTS yang diperlukan.
Pembudayaan dilaksanakan mulai dan melalui keluarga, media komunikasi (cetak dan elektronika) dengan program : Mimbar Nasional Filsafat Pancasila. Maknanya, setiap media elektronik khususnya, diminta Negara aktif berpartisipasi melaksankan Pembudayaan Nilai Dasar Negara Pancasila (15 menit, 3x seminggu)!
Program dimaksud sinergis dengan peningkatan program Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) mulai pendidikan dasar sampai pendidikan menengah! Khusus untuk Pendidikan Tinggi juga dikembangkan matakuliah : Filsafat Pancasila sebagai Ideologi Nasional.
Amanat pendidikan dan pembudayaan Filsafat Pancasila sebagai Ideologi Nasional sejiwa dengan visi-misi yang diamanatkan Pembukaan UUD Proklamasi 45 : “......memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa ........” yang dijabarkan sebagai : nation and character building. Karenanya, menjadi kewajiban moral dan konstitusional (imperative) untuk kita laksanakan sebagai visi-misi Nasional mendasar dan mendesak!.
Guna melaksanakan visi-misi ini secara memadai, mulai kelembagaan, tenaga pembina dan dosen perlu dipersiapkan; termasuk : kurikulum dan kepustakaannya. Jadi, Kelembagaan Pendidikan dan Pembudayaan Dasar Negara Pancasila dan Ideologi Nasional merupakan peningkatan kesadaran asas kerokhanian bangsa sekaligus asas moral politik nasional yang dapat tergoda dan terlanda dinamika globalisasi-liberalisas dan postmodernisme; berwujud neo-imperialisme!
Dinamika globalisasi-liberalisas dan postmodernisme  nampak dalam fenomena sosial politik, ekonomi; bahkan mental dan moral berbagai komponen bangsa yang mengalami degradasi wawasan nasional, dengan mempratekkan budaya neoliberalisme dan sekularisme; demokrasi liberal, ekonomi liberal; HAM liberal dan individualistik; sampai kebebasan moral (terutama: korupsi, konflik horisontal; termasuk antar suku dan agama yang bermuara anarkhisme dan disintegrasi nasional!)
Sesungguhnya, kondisi dan fenomena demikian adalah tantangan nasional mendasar dan mendesak; karena mengancam integritas mental dan moral SDM Indonesia Raya sekaligus integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45!. Hanya dengan subyek SDM bermoral Pancasila sebagai wujud Ketahanan Nasional untuk menjamin integritas NKRI, wawasan nasional dan wawasan nusantara yang aktual dan bermartabat.

VII.   MEMORANDUM NASIONAL
Kewajiban nasional para pemimpin bangsa; lebih-lebih sesepuh (pejuang dan  pemimpin) bangsa --- sebagai amanat moral dan konstitusional --- demi integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dan integritas SDM generasi penerus, untuk mengupayakan bagaimana menegakkan dan membudayakan nilai-nilai fundamental Indonesia Raya.
Nilai-nilai fundamental Indonesia Raya demikian adalah sebagai tersurat dan tersirat dalam thema makalah ini : “FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI SISTEM IDEOLOGI NASIONAL TERJABAR DALAM UUD PROKLAMASI 45 DINAMIKA PEMBUDAYAAN DAN TANTANGANNYA (MEMBUDAYAKAN ASAS MORAL DAN ETIKA POLITIK PANCASILA)”
Mulai dengan menegakkan budaya asas moral dan etika politik Pancasila bagi kepemimpinan nasional --- kelembagaan tingkat Pusat sampai Daerah ---, juga meningkatkan asas dan wawasan nasional dan ideologi nasional bagi generasi penerus, kita percaya dapat mewariskan Negara Proklamasi dalam integritas sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 seutuhnya.
Secara moral dan konstitusional (imperatif) dengan dipelopori elite Indonesia Raya di atas, marilah kita laksanakan pembudayaan nilai filsafat Pancasila sebagai ideologi nasional, sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi 45; terutama melalui penghayatan dan praktek nilai-nilai berikut.

A.   Asas Budaya dan Moral Politik Pancasila
MEMORANDUM NASIONAL DAN MORAL
1.    Sebagai bangsa kita berkewajiban bersyukur dan bangga atas anugerah dan amanat Allah Yang Maha Kuasa berwujud Indonesia Raya dalam Nusantara Indonesia; mewarisi budaya luhur dan unggul, sekaligus wilayah nusantara yang amat strategis, kaya SDA; potensi unggul SDM dan luhur budaya, sistem filsafat dan ideologi Pancasila.
2.    Kita bersyukur dan bangga nilai-nilai fundamental dikembangkan dan ditegakkan oleh the founding fathers (PPKI) dalam integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 seutuhnya dengan keunggulan sistem negara berkedaulatan rakyat (demokrasi Pancasila) dan negara hukum (Rechtsstaat); b u k a n  neo-liberalisme yang bermuara : neo-imperialisme!.
3.    Kita bersyukur Indonesia Raya yang merdeka, berdaulat, bersatu dan cukup bermartabat sebagai pancaran nilai filsafat Pancasila sebagai sistem filsafat theisme-religious terjabar secara signifikan dalam UUD Proklamasi 45. Amanat konstitusional ini telah ditegakkan mulai Proklamasi 45, Dekrit Presiden RI 5 Juli 1959; sampai Kebangkitan Orde Baru dengan thema Melaksanakan Pancasila-UUD 45 secara Murni dan Konsekuen!
4.    Oleh berbagai komponen bangsa, kepemimpinan Orde Baru dianggap menyimpang dari amanat nilai Pancasila-UUD 45, terutama berwujud KKN! Karenanya, bangkitlah gerakan reformasi untuk mengikis fenomena dan praktek KKN!
      
       Catatan : secara rasional, konstitusional dan moral tentulah hujatan itu berdasarkan kaidah dan norma dasar (filsafat Pancasila dan UUD 45)! Tetapi, adalah ironis dan tragis, norma dasar (Grundnorm) justru mengalami reformasi = diamandemen 1999 – 2002, yang sarat kontroversial bahkan degradasi nilai dan makna secara filosofis-ideologis dan konstitusional.

5.    Sebagai bangsa, kita berkewajiban mawas diri dan menilai (audit) apakah reformasi sungguh benar (valid, terpercaya) dan demikian pula amandemen UUD 45 menjadi UUD 2002. Kita menghayati bahwa kita mengalami degradasi wawasan nasional, wawasan ideologis-filosofis dan wawasan konstitusional. ..  yang bermuara konflik horizontal bahkan dapat dibawah kekuasaan neo-imperialisme!
6.    Sesungguhnya, reformasi dan amandemen akan kita pertanggungjawabkan secara konstitusional dan moral, kepada : Allah Yang Mengamanatkan Kemerdekaan Indonesia Raya, kepada generasi pendahulu yang berkorban demi bangsa; dan kita juga bertanggungjawab pula kepada generasi masa depan (=pewaris dan pemilik Indonesia Raya) : apakah akan menerimanya dalam keadaan merdeka, berdaulat, sejahtera dan bermartabat? Ataukah justru dikuasai supremasi ideologi neo-liberalisme dan neo-imperialisme!
7.    Marilah kita menghayati nilai-nilai dalam uraian ringkas makalah ini seutuhnya; dalam beberapa skema!. Bagaimana tanggungjawab konstitusional dan moral kita apabila reformasi telah menyimpang secara filosofis-ideologis dan konstitusional yang tergoda dan terlanda demokrasi liberal, ekonomi liberal (baca : neo-lib); neo-imperialisme (sekularisme) yang sinergis dengan kebangkitan : neo-PKI/KGB (atheisme!). Inilah tragedi peradaban dan moral kemanusiaan yang dapat terjadi bila reformasi tidak di-audit berdasarkan asas filosofis-ideologis Pancasila yang dijiwai moral Ketuhanan Yang Maha Esa (sebagai sistem filsafat theisme-religious)! Karenanya, visi-misi Nation and Character Building diakui sebagai mendasar dan mendesak untuk diwujudkan!

B.   Alternatif Pembudayaan Filsafat Pancasila sebagai Ideologi Nasional
ASAS MORAL DAN ETIKA POLITIK INDONESIA RAYA
(ASAS MORAL POLITIK PANCASILA)

Kami Bangsa Indonesia Raya bersyukur dan bangga mewarisi dan memiliki Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 yang unggul-bermartabat. Keunggulan dan martabat Indonesia Raya seutuhnya: meliputi keunggulan Indonesia Raya (Keunggulan SDM, Natural/SDA dan Kultural) sinergis dengan keunggulan Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45.
Bahwa Kami sebagai bangsa dan warganegara berkewajiban untuk menegakkan dan membudayakan Sistem Kenegaraan yang diberkati Tuhan Yang Maha Esa dalam “ASAS MORAL DAN ETIKA POLITIK INDONESIA RAYA (ASAS MORAL POLITIK PANCASILA)demi melaksanakan anugerah dan amanat Allah Yang Maha Kuasa, dengan kesadaran mendasar berikut.
I.     Kita sebagai manusia dan bangsa bermartabat berkewajiban mengabdi kepada Tuhan Maha Pencipta, yang menganugerahkan dan mengamanatkan hidup, keimanan, kemerdekaan dan kesejahteraan dalam budaya dan peradaban, moral dan agama.
II.   Kami sebagai manusia dan bangsa Indonesia Raya bersyukur dan bangga diberkati dengan asas budaya dan Dasar Negara Pancasila sebagai amanat Tuhan Yang Maha Esa untuk ditegakkan. Karenanya, kami sebagai manusia dan bangsa bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
III.  Kami senantiasa bersyukur dan bangga sebagai bangsa Indonesia Raya dengan menyadari sepenuhnya bahwa kita adalah bagian integral dari martabat umat manusia dan kemanusiaan sepanjang sejarah budaya dan peradaban. Karenanya, kami berkewajiban untuk menegakkan kemerdekaan, perdamaian, persahabatan dan kerjasama antar-bangsa sebagai perwujudan moral kemanusiaan yang bermartabat.
      
Sebagai warganegara dan bangsa Indonesia, kami berkewajiban menegakkan budaya dan martabat Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45, dengan menegakkan dan membudayakan Asas Moral Budaya Politik Pancasila:
1.    Kami adalah manusia dan pribadi warganegara Indonesia Raya senantiasa bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.    Kami senantiasa menegakkan asas-asas HAM dan KAM demi martabat kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.    Kami berkewajiban mengembangkan wawasan nasional dalam negara bangsa dengan asas kekeluargaan dan wawasan nusantara demi integritas dan martabat Indonesia Raya dalam integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45.
4.    Kami menegakkan dan membudayakan Asas Kerakyatan sebagai amanat kedaulatan rakyat (berdasarkan) Moral Dasar Negara Pancasila-UUD Proklamasi 45 dalam budaya NKRI.
5.    Kami dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab berkewajiban Membudayakan Asas Moral Keadilan Sosial bagi Bangsa dan Rakyat Indonesia demi Martabat Nasional dan Kemanusiaan.

P E N U T U P
POKOK-POKOK PIKIRAN
            Berdasarkan uraian ringkas makalah dengan thema : Sistem Filsafat dan Ideologi Pancasila (Landasan Integritas Nasional dan Tegak sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45) secara mendasar dapat dirumuskan pokok-pokok pikiran berikut :
1.      Sistem Filsafat dan Ideologi Pancasila adalah bagian dari sistem filsafat Timur yang memancarkan integritas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious. Ajaran filsafat Pancasila yang dikembangkan sebagai sistem ideologi nasional dikembangkan dan ditegakkan dalam integritas Sistem Kenegaraan Pancasila (sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi 45).
2.      Filsafat Pancasila sebagai asas kerokhanian bangsa dan NKRI memberikan integritas keunggulan sistem kenegaraan Indonesia Raya.
      Bahwa sesungguhnya UUD Negara adalah jabaran dari filsafat negara Pancasila (Weltanschauung) sebagai ideologi nasional (ideologi negara); asas kerokhanian bangsa dan negara; jatidiri bangsa. Karenanya menjadi asas normatif-filosofis-ideologis-konstitusional bangsa; menjiwai dan melandasi cita budaya dan moral politik nasional, sebagai terjabar dalam asas normatif-filosofis-ideologis-konstitusional dan bersifat imperatif :
a.   Negara kesatuan, negara bangsa (nation state, wawasan nasional dan wawasan nusantara: sila III), ditegakkan sebagai NKRI.
b.   Negara berkedaulatan rakyat (= negara demokrasi: asas normatif sila IV).
c.   Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab (sila I-II) sebagai asas moral kebangsaan dan kenegaraan RI; ditegakkan sebagai budaya dan moral (manusia warga negara) politik Indonesia.
d.   Negara berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat): asas supremasi hukum demi keadilan dan keadilan sosial: oleh semua untuk semua (sila I-II-IV-V); sebagai negara hukum Pancasila.
e.   Negara berdasarkan asas kekeluargaan (paham persatuan: negara melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, dan seluruh rakyat Indonesia, negara mengatasi paham golongan dan paham perseorangan: sila III-IV-V) dijiwai dan dilandasi sila I-II; dan ditegakkan dalam sistem ekonomi Pancasila, sebagai demokrasi ekonomi dan pemberdayaan rakyat sebagai SDM subyek penegak integritas NKRI dan Ketahanan Nasional!.
3.      Dinamika globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme bermuara supremasi (ideologi neo-liberalisme) sebagai neo-imperialisme, menjadi tantangan nasional yang mengancam integritas Sistem Kenegaraan Pancasila;  sekaligus integritas mental-moral-SDM Indonesia masa depan!. Tantangan ini makin mendesak karena sinergis dengan fenomena kebangkitan neo-PKI / KGB dalam NKRI yang “cucitangan” atas tanggung jawab G 30 S / PKI ---dengan dalih : “pelurusan sejarah”--- (versi PKI-atheisme)!
4.      Secara ontologis-axiologis era reformasi jauh menyimpang dari kaidah fundamental filsafat Pancasila dan ideologi Pancasila sebagai diamanatkan UUD Proklamasi 45 --- yang telah diubah menjadi UUD 2002 ---. Karenanya, pemerintah dan elite reformasi mempraktekkan budaya dan moral demokrasi liberal, ekonomi liberal  ......bahkan memuja kebebasan (=liberalisme), demokrasi liberal (bukan demokrasi berdasarkan moral Pancasila); atas nama HAM (HAM yang individualistik, yang dipropagandakan oleh USA sementara fenomena sosial politik global mereka menindas HAM, dengan menjajah beberapa negara Timur Tengah : seperti Irak .... dan Afghanistan ! ). Fenomena demikian menunjukkan HAM mereka hanyalah propaganda H A M P A !
5.      Dinamika neo-liberalisme dan neo-imperialisme dalam era postmodernisme ---termasuk era reformasi--- menggoda dan melanda bangsa-bangsa, termasuk Indonesia ! Bilamana kita tidak tegak-tegar dengan integritas nilai filsafat Pancasila, rakyat kita mengalami degradasi nasional ...... bahkan degradasi mental dan moral (theisme-religious menjadi sekularisme; bahkan materialisme-kapitalisme-individualisme dan atheisme!) Fenomena demikian bermuara sebagai bencana nasional, tragedi moral dan peradaban bangsa-bangsa masa depan!
6.      Multikrisis dimensional nasional dalam NKRI belum teratasi, kita dihimpit dengan global crisis financial dari negara adidaya (USA dan UE) yang dapat memacu politik supremasi neo-imperialisme dari ideologi neo-liberalisme dan neo-imperialisme!
7.      Adalah kewajiban nasional, bahkan kewajiban moral kita semua --- terutama elite reformasi dan Pemerintah --- untuk merenung dan mawasdiri sebagai audit nasional, khususnya sebagai audit reformasi! Maknanya, apakah kita sudah sungguh-sungguh setia dan bangga dengan sistem kenegaraan Pancasila sebagai diamanatkan PPKI dalam UUD Proklamasi 45; ataukah kita telah tergoda dan terlanda oleh “kejayaan” negara liberalisme-kapitalisme --- sehingga kita ikut membudayakan demokrasi liberal dan ekonomi liberal (mungkin juga mental dan moral liberal), --- bermuara sebagai neo-imperialisme! ---.
8.      Pembudayaan Pilar-Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara secara konstitusional dan imperatif adalah amanat filosofis-ideologis Pancasila-UUD Proklamasi 45.
9.      Visi-Misi demikian makin mendesak sebagai kesiapan Ketahanan Nasional sebagai wujud terbinanya Nation and Character Building, baik integritas SDM sebagai subyek budaya, subyek hukum, dan subyek moral; sekaligus integritas Sistem Nasional Pancasila! Hanya dengan integritas demikian keunggulan Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45  tegak sebagai martabat Indonesia Raya menghadapi TANTANGAN GLOBALISASI-LIBERALISASI DAN POSTMODERNISME sebagai terlukis dalam Skema 5.
10.  Sebagai bangsa yang mewarisi sistem filsafat Pancasila yang memancarkan martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious, adalah kewajiban dan amanat moral semua warganegara Indonesia Raya untuk menegakkan dan menunaikan amanat fundamental sebagai asas kerokhanian bangsa dan negara, yang secara imperatif konstitusional diamanatkan UUD Proklamasi 45 seutuhnya.
11.  Aktualisasi asas-asas fundamental ini, terutama tegaknya asas moral demokrasi Pancasila dan asas moral negara hukum, termasuk keadilan sosial dan demokrasi ekonomi dalam kehidupan bangsa demi Ketahanan Nasional Indonesia Raya yang aktual dan essensial dalam integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45.

Makalah ini memberikan wawasan dan asas-asas fundamental Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 bagaimana nilai-nilai Kebangsaan dan Kenegaraan Indonesia Raya yang diwariskan dan diamanatkan The Founding Fathers. Tantangan demikian menjadi amanat dan kewajiban nasional --- sebagai visi-misi nasional --- demi integritas SDM Indonesia Raya masa depan. Kelembagaan dan metode terpercaya dan efektif, terutama dilaksanakannya Pendidikan (Filsafat) Pancasila di PTN/PTS secara memadai (signifikan). Sebagai bahan pertimbangan, kami lampirkan Program GBPP MKPK sebagai bagian dari kebijakan dan strategi Pembudayaan Nilai (Filsafat dan Dasar Negara) Pancasila dalam perwujudannya sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45.
Demikian sebagai bahan pertimbangan dan renungan kita generasi kini untuk diwariskan dan diabdikan bagi generasi muda, generasi penerus bangsa yang menjamin tegaknya integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 yang jaya, adil  dan bermartabat!
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa mengayomi dan memberkati Indonesia Raya dalam integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45, demi rakyat dan bangsa Indonesia Raya yang jaya, adil dan bermartabat!

Malang, 5 Februari 2011
Laboratorium Pancasila
Universitas Negeri Malang (UM)
Ketua,


Mohammad Noor Syam
(Guru Besar Emeritus UM)

Kepustakaan:

Avey, Albert E. 1961: Handbook in the History of Philosophy, New York, Barnas & Noble, Inc.
Center for Civic Education (CCE) 1994: Civitas National Standards For Civics and Government, Calabasas, California, U.S Departement of Education.   
Huston Smith, 1985: The Religions of Man, (Agama-Agama Manusia, terjemah oleh : Saafroedin Bahar), Jakarta, PT. Midas Surya Grafindo. 
Kartohadiprodjo, Soediman, 1983: Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila, cetakan ke-4, Bandung, Penerbit Alumni.
Kelsen, Hans 1973: General Theory of Law and State, New York, Russell & Russell
McCoubrey & Nigel D White 1996: Textbook on Jurisprudence (second edition), Glasgow, Bell & Bain Ltd.
Mohammad Noor Syam 2007: Penjabaran Fislafat Pancasila dalam Filsafat Hukum (sebagai Landasan Pembinaan Sistem Hukum Nasional), disertasi edisi III, Malang, Laboratorium Pancasila.
------------------ 2000: Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia (Wawasan Sosio-Kultural, Filosofis dan Konstitusional), edisi II, Malang Laboratorium Pancasila.
------------------ 2010: Sistem Filsafat Pancasila sebagai Ideologi Nasional Terjabar dalam UUD Proklamasi 45 (Amanat Pembudayaan dan Tantangannya), Malang Laboratorium Pancasila (UM Press).
MPR RI: TAP MPR RI No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
MPR RI: TAP MPR RI No. VII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
Murphy, Jeffrie G & Jules L. Coleman 1990: Philosophy of Law An Introduction to Jurisprudence, San Francisco, Westview Press.
Nawiasky, Hans 1948: Allgemeine Rechtslehre als System der rechtlichen Grundbegriffe, Zurich/Koln Verlagsanstalt Benziger & Co. AC.
Notonagoro, 1984: Pancasila Dasar Filsafat Negara, Jakarta, PT Bina Aksara, cetakan ke-6.
Radhakrishnan, Sarpavalli, et. al 1953: History of Philosophy Eastern and Western, London, George Allen and Unwind Ltd.   
UNO 1988: HUMAN RIGHTS, Universal Declaration of Human Rights, New York, UNO
UUD 1945, UUD 1945 Amandemen, Tap MPRS – MPR RI dan UU yang berlaku. (1966; 2001, 2003) dan PP RI No. 6 tahun 2005.
UU RI No. 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD.
UU RI No. 27 tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan Perwakilan Daerah danDewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Wilk, Kurt (editor) 1950: The Legal Philosophies of Lask, Radbruch, and Dabin, New York, Harvard College, University Press.


LAMPIRAN I:
Untuk lebih memahami HAM berdasarkan ajaran Filsafat Pancasila, dilengkapi dengan studi perbandingan dengan ajaran HAM berdasarkan Natural Law Theory (Teori Hukum Alam) yang dianut Ideologi Liberalisme-Kapitalisme dan dengan ajaran HAM berdasarkan Filsafat Idealisme Murni (Hegel) yang dianut ideologi marxisme-komunisme-atheisme; perhatikan Skema 6-8 terlampir;  
HAM BERDASARKAN FILSAFAT PANCASILA
(Asas Keseimbangan HAM dan KAM)
































            (MNS, 2000: 85 – 98)
skema 6
HAM BERDASARKAN FILSAFAT PANCASILA
(DALAM BANDINGAN DENGAN: TEORI NATURAL LAW & TEORI HEGEL)

 

(MNS, 1983 – 1993; 2003)   

Skema 7

Catatan:
Dalam filsafat Islam, sesungguhnya HAM (hidup, kemerdekaan dan hak milik) sebagai anugerah “hanyalah” untuk manusia secara universal. Martabat mulia dan agung manusia, pada hakikatnya berwujud integritas keimanan sebagai martabat kerokhanian manusia. Keimanan (dan ketakwaan) inilah sesungguhnya yang manjadi mahkota dan integritas kemuliaan martabat manusia di hadapan Maha Pencipta dan Maha Berdaulat Jadi, kategori keimanan adalah anugerah dan amanat khusus bagi pribadi manusia yang setia dengan komitmen kerokhaniannya, sebagaimana dimaksud (Q 7: 172; dan 49: 17; 51: 56).
Sesungguhnya, hakekat HAM dalam asas keseimbangan dengan KAM ialah kemuliaan martabat manusia jasmani-rohani, dan dunia-akhirat. Hakekat demikian menjamin martabat HAM yang hidup dengan kerohaniannya dalam alam keabadian (akhirat), yang dipercaya umat beragama (sekaligus sebagai pengamalan Dasar Negara Pancasila, sila I dan II).


LAMPIRAN II :

PROGRAM GBPP PENDIDIKAN PANCASILA (MKPK)
DI PERGURUAN TINGGI (PTN/PTS)

I.       Tujuan Pendidikan (Pembinaan dan Pengembangan)
1.       Terbinanya SDM pribadi dan warganegara yang bersyukur dan bangga dianugerahi (yang diamanatkan) Allah YMK untuk bangsa dan nusantara Indonesia Raya (yang amat kaya SDA dalam posisi amat strategis). Juga diberkati dengan sistem filsafat Pancasila yang bermartabat sebagai sistem filsafat theisme-religious.
2.       Bersyukur dan bangga diberkati sebagai bangsa dan generasi penerus yang menerima anugerah dan amanat Sistem Kenegaraan Pancasila-UD Proklamasi 45. Artinya, SDM Indonesia raya menghayati dan membudayakan nilai filsafat Pancasila (sebagai ideologi nasional) integral dan terjabar dalam UUD Proklamasi 45.
3.       Terbinanya SDM cerdas dan bijaksana yang unggul-terpercaya membudayakan sistem filsafat Pancasila yang tegak (manunggal) sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-UD Proklamasi 45 (maknanya, integritas nilai sistem filsafat Pancasila) manunggal dengan tegaknya integritas-kemerdekaan-kedaulatan Sistem Kenegaraan Pancasila-UD Proklamasi 45.
4.       Terbinanya SDM Pancasilais sebagai subyek budaya (termasuk subyek hukum dan subyek NKRI) yang dijiwai ketaqwaan kepada Allah YMK dan setia mewarisi cita-cita proklamasi yang diamanatkan dan diwariskan PPKI (the founding fathers) --- berasarkan amanat Allah YMK sebagai tersurat dan tersirat dalam Pembukaan UUD Proklamasi 45 alinea ketiga.
5.       SDM Indonesia Raya yang unggul (mental-moral-intelektual) yang tegak dengan integritas kepribadian bermoral Pancasila (theisme-religious), yang menegakkan HAM dan KAM sebagai Subyek Ketahanan Nasional Indonesia Raya (penegak asas negara berkedaulatan rakyat dan asas Hankamnas-Hankamrata).

II.      Pokok-Pokok Bahasan (dan Subpokok Bahasan)
1.       Latar Belakang Sosio-Budaya Nusantara Indonesia Raya:
Geo-strategis sebagai ALH-SDA yang manunggal dengan SDM Indonesia Raya.
2.       Latar Belakang Sejarah Nilai dan Fungsi Sistem Filsafat (sebagai filsafat hidup/Weltansschauung) sekaligus sebagai jiwabangsa (Volksgeist) jati diri nasional
3.       Ajaran Sistem Filsafat Pancasila sebagai Sistem Ideologi Nasional (manunggal dan terjabar dalam UUD Proklamasi 45)
4.       Integritas Sistem Filsafat Pancasila sebagai Sistem Ideologi Nasional (manunggal dan tegak sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-UD Proklamasi 45)
5.       Asas, Budaya dan Moral Sistem Filsafat dan Ideologi Pancasila dalam Integritas dan Kedudukan berikut:













Kedudukan dan fungsi nilai dasar Pancasila, dapat dilukiskan sebagai berikut:






7.  Sistem Nasional (cermati skema 4!)
6.   Sistem Filsafat Pancasila, filsafat dan budaya Indonesia: asas dan moral politik NKRI.
5.   Ideologi Negara, ideologi nasional.
4.   Dasar Negara (Proklamasi, Pembukaan UUD 45): asas kerokhanian bangsa, jiwa UUD 45; Grundnorm, basic norm, sumber dari segala sumber hukum.
3.   Jiwa dan kepribadian bangsa; jatidiri nasional (Volksgeist) Indonesia.
2.   Pandangan hidup bangsa (Weltanschauung).
1.   Warisan sosio-budaya bangsa.
 













Skema 1

Integritas Struktur Nilai dalam Sistem Kenegaraan RI







Skema 2

6.       Menghayati posisi nilai filsafat Pancasila dalam Sistem Filsafat Universal sebagai bagian dari sistem filsafat yang bermartabat theisme-religious (hayati skema 1, 2, 3 dan 4 dalam Powerpoint).
7.       Ajaran HAM berdasarkan filsafat Pancasila sebagai:
a.       II.  INTEGRITAS SISTEM KENEGARAAN PANCASILA--UUD PROKLAMASI 45
            Sebagai aktualisasi sistem filsafat Pancasila dan atau sistem ideologi (nasional) Pancasila secara ontologis dan axiologis dikembangkan dan ditegakkan sebagai integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dengan asas-asas fundamental berikut :
Sebagai aktualisasi sistem filsafat Pancasila dan atau sistem ideologi (nasional) Pancasila secara ontologis dan axiologis dikembangkan dan ditegakkan sebagai integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dengan asas-asas fundamental berikut :
            Sistem Filsafat Pancasila (sebagai Dasar Negara dan Ideologi Negara) mengandung ajaran tentang hak asasi manusia (HAM) yang mengakui asas-asas :
  1. Bahwa HAM adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa kepada umat manusia; sebagai hak kodrati yang fundamental sebagai integritas martabat kepribadian manusia. HAM, dianugerahkan untuk disyukuri, dinikmati dan dikembangkan ---untuk diabdikan sebagai amal kebajikan selama hidupnya---.
  2. Bahwa HAM adalah juga sebagai amanat untuk dipelihara (hidup sehat dan berjasa), mengabdi kepada sesama manusia, berbakti kepada alam dan budaya; dan berkhidmat kepada Allah Maha Pencipta Yang Maha Berdaulat. Karenanya, pribadi manusia menerima HAM (sebagai anugerah) sekaligus sebagai amanat (berwujud : Kewajiban Asasi Manusia = KAM). Jadi, HAM berdasarkan filsafat Pancasila ditegakkan oleh setiap pribadi manusia dalam asas-keseimbangan HAM dan KAM ! Maknanya, pribadi yang baik ialah yang menunaikan (amanat) KAM untuk menikmati (anugerah) HAM.
Kesadaran martabat kepribadian manusia (SDM) berdasarkan filsafat Pancasila, memancarkan integritas asas moral SDM Indonesia Raya sebagai subyek budaya, subyek moral yang bermartabat. Maknanya, SDM warganegara Indonesia Raya menegakkan asas kedaulatan rakyat yang bermartabat!”


b.       A.           Sistem Filsafat Pancasila Sebagai Asas Kerokhanian Bangsa dan Negara
            Filsafat Pancasila memberikan kedudukan yang tinggi dan mulia atas martabat manusia, sebagai pancaran asas moral (sila I dan II); karenanya ajaran HAM berdasarkan filsafat Pancasila yang bersumber asas normatif theisme-religious, secara fundamental sbb:  
1.   Bahwa HAM adalah karunia dan anugerah Maha Pencipta (sila I dan II: hidup, kemerdekaan dan hak milik/rezki); sekaligus amanat untuk dinikmati dan disyukuri oleh umat manusia.
2.   Bahwa menegakkan HAM senantiasa berdasarkan asas keseimbangan dengan kewajiban asasi manusia (KAM). Artinya, HAM akan tegak hanya berkat (umat) manusia menunaikan KAM sebagai amanat Maha Pencipta.
3.   Kewajiban asasi manusia (KAM) berdasarkan filsafat Pancasila, ialah:
a.   Manusia wajib mengakui sumber (HAM: life, liberty, property) adalah Tuhan Maha Pencipta (sila I).
b.   Manusia wajib mengakui dan menerima kedaulatan Maha Pencipta atas semesta, termasuk atas nasib dan takdir manusia;  dan
c.   Manusia wajib berterima kasih dan berkhidmat kepada Maha Pencipta (Tuhan Yang Maha Esa), atas anugerah dan amanat yang dipercayakan kepada (kepribadian). Manusia terikat dengan hukum alam dan hukum moral !.”

(Perhatikan Makalah halaman 5-6)

7.       UUD Proklamasi 45 seutuhnya sebagai jabaran sistem filsafat Pancasila (=Sistem Kenegaraan Pancasila-UD Proklamasi 45).
a.       Keunggulan Sistem Kenegaraan Pancasila-UD Proklamasi 45 (hayati Makalah halaman 6 Bagian B dan halaman 8-13)
b.       Asas-asas etika dan moral politik Pancasila (hayati dan kembangkan nilai dalam Makalah halaman 14-15)

8.       Keunggulan Sistem Kenegaraan Pancasila-UD Proklamasi 45 dalam Tantangan Globalisasi-Liberalisasi dan Post-modernisme yang sinergis dengan Kebangkitan KGB/Neo-PKI:
a.       Hayati Makalah halaman 8-13 dan Bandingkan dengan UUD 2002 (UUD 45 dengan Perubahan I-IV, 1999 – 2002) dengan praktek budaya neo-liberalisme.
b.       Hayati dan waspadai nilai yang dimaksud dalam skema 5 dalam Makalah beserta tantangan-tantangannya A dan B, halaman 15–20 dalam Makalah ini.

9.       Ajaran HAM berdasarkan Teori Hukum Alam (Natural Law Theory) dapat dikaji dalam buku: Sistem Filsafat Pancasila sebagai Ideologi Nasional Terjabar dalam UUD Proklamasi 45 (Amanat Pembudayaan dan Tantangannya), yang diterbitkan sebagai bagian dari Program Pembudayaan Nilai Pancasila (PNP) di Jawa Timur; terutama halaman 24–30! Juga tersirat dalam beberapa skema terlampir (dalam Makalah ini).

10.     Asas-asas Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional:
a.       Integritas Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional
b.       Hakekat (Potensi) Ketahanan Nasional dalam Sistem Negara Berkedaulatan Rakyat (=Negara Demokrasi): dari, oleh dan untuk Rakyat atau oleh semua dan untuk semua!

11.     Aktualisasi Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45:
a.       Asas politik bebas-aktif (membela HAM, kemerdekaan dan kedaulatan bangsa-bangsa yang masih terjajah).
b.       Amanat dan kewajiban filosofis-ideologis-konstitusional menegakkan asas moral (politik nasional) berdasarkan filsafat dan ideologi Pancasila!
          (Membudayakan Asas-Asas Etika Politik Pancasila)

III.    Beberapa Masalah Mendasar dan Mendesak dalam NKRI
Masalah ini dapat dijadikan bahan pemikiran bagi mahasiswa, melalui pembahasan thema/topik makalah --- sebagai tugas terstruktur dan atau diskusi dalam kelas/kelompok ---, terutama:
1.       Bagaimana kemantapan UUD 2002 (UUD 45 Amandemen) dibandingkan UUD Proklamasi 45 (original).
2.       Beberapa kontroversial filosofis-ideologis dalam UUD 2002
3.       Praktek demokrasi era reformasi adalah budaya Demokrasi Liberal
4.       Praktek ekonomi nasional era reformasi adalah ekonomi neo-lib (ekonomi pasar)
5.       Praktek kebebasan sosial-politik menjadi budaya anarkhisme
6.       Fenomena degradasi wawasan nasional dan jatidiri nasional (sebab dan alternatif penyembuhannya)
7.       Degradasi wawasan kebanggaan ideologi nasional Pancasila kontra pemujaan demokrasi liberal dan HAM Individualistik.
8.       HAM berdasarkan Pancasila dalam kehidupan moral dan budaya bangsa Indonesia.
9.       Praktek otoda sebagai budaya federalisme
10.     Berkembangnya berbagai Komisi Ad Hoc dalam era reformasi bersifat ekstra konstitusional atau inkonstitusional.
11.     Pemilu era reformasi adalah pemborosan dana dan membudayakan plutocracy, sampai anarkhisme.
12.     Praktek degradasi wawasan nasional dan wawasan nusantara bermuara disintegrasi nasional
13.     Bagaimana metode membudayakan empat pilar berbangsa dan bernegara Indonesia (konsepsi MPR RI 2010).


Demikian beberapa Pokok Bahasan dan Subpokok Bahasan sebagai alternatif untuk dapat dikembangkan dan dimantapkan dalam rangka pengayaan nilai (pengamalan) filsafat Pancasila bagi mahasiswa --- sebagai calon potensi intelektual Indonesia Raya --- .


Malang, 5 Februari 2011
Penyaji,




Mohammad Noor Syam
(Guru Besar Emeritus UM)



* ) Makalah disajikan dalam Semiloka Program Pendidikan Pancasila di PTN/PTS, diselenggarakan UIN Malang 7 Februari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut