Kamis, 27 Januari 2011

HUBUNGAN KERJA


HUBUNGAN KERJA
Berbicara masalah hubungan kerja pada dasarnya ialah hubungan antara Buruh dan Majikan setelah adanya Perjanjian kerja yang mana ialah suatu perjanjian dimana pihak kesatu  yaitu buruh mengikatkan dirinya pada pihak lain yaitu majikan untuk bekerja dengan mendapatkan upah dan majikan menyatakan kesanggupannya untuk memperkerjakan si buruh dengan membayar upah.Menurut UU No.13 Tahun 2003 Pasal 1 angka 15 Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Namun perlu diketahui suatu perjanjian kerja tidaklah boleh untuk bertentangan dengan perjanjian perburuhan yang dibuat oleh majikan dengan serikat buruh yang ada pada perusahaannya.

1.PENGERTIAN PERJANJIAN KERJA DAN PERJANJIAN PERBURUHAN

Suatu Perjanjian kerja dan perjanjian perburuhan memiliki fungsi yang sangat penting dalam adanya hubungan kerja itu.Hal ini dikarenakan dengan adanya perjanjian ini dapat menciptakan suatu ketenangan kerja,jaminan kepastian hak dan kewajiban baik bagi pihak buruh maupun majikan.Dalam UU No.13 Tahun 2003 Pasal 1 angka 14 memberikan pengertian bahwa Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak,dan kewajiban para pihak.Dalam sebuah perjanjian kerja,menurut redaksi pasal 52 ayat 1 UU No.13 Tahun 2003 haruslah dibuat atas:
         a. kesepakatan kedua belah pihak;
b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan
             ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku.

  Sedangkan untuk istilah perjanjian perburuhan ini sudah tidak digunakan lagi dalam UU No.13 Tahun 2003,namun guna mengetahui apakah kiranya yang dimaksud dengan perjanjian perburuhan ada baiknya kita tengok bunyi pasal 1 angka 1 UU No.21 Tahun 1954 dimana menjelaskan bahwa “Perjanjian perburuhan adalah perjanjian yang diselenggarakan oleh serikat atau serikat-serikat buruh yang telah terdaftar pada kementerian Perburuhan dengan majikan,majikan-majikan,perkumpulan majikan yang berbadan hukum yang pada umumnya atau semata-mata memuat syarat-syarat yang diperhatikan perjanjian kerja”.

Sebagai ganti dari itu dalam UU No.13 Tahun 2003 diperkenalkan suatu istilah baru yaitu Perjanjian kerja bersama yang menurut Pasal 1 angka 21 Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan dengan pengusaha,atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.Seperti dalam perjanjian pada umumnya dalam perjanjian kerja sendiri terdapat subyek dan obyek perjanjian,dalam sebuah perjanjian kerja subyek yang dimaksud ialah orang-orang yang terikat oleh perjanjian yang dibuatnya.

Maka dapat disimpulkan subyek yang dimaksud disini ialah buruh dan majikan,sedangkan dalam perjanjian kerja bersama subyek yang ada bukan hanya buruh dan majikan saja melainkan tercantum pula serikat buruh atau beberapa serikat buruh dengan instansi-instansi terkait. Suatu perjanjian buruh bersama amatlah penting terutama bagi pihak buruh dikarenakan perjanjian ini memuat kehendak para buruh dalam bekerja yang mana haruslah dipenuhi oleh para majikan.Perjanjian ini harus mengandung perihal syarat-syarat kerja dan juga tentang hak dan kewajiban dari kedua belah pihak.

Setelah mengulas subyek dari perjanjian tersebut,kini kita akan mencoba membahas apakah yang dimaksud dengan objek perjanjian,menurut Lalu Husni yang dimaksud dengan objek perjanjian adalah isi dari perjanjian itu,yang menyangkut hak-hak dan kewajiban para pihak yang membuat perjanjian itu.Dalam pasal 54 ayat 1 UU No.13 Tahun 2003 suatu perjanjian kerja sekurang-kurangnya haruslah memuat:
a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
c. jabatan atau jenis pekerjaan;
d. tempat pekerjaan;
e. besarnya upah dan cara pembayarannya;
f.  syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan
    pekerja/buruh;
g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
        i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Selain itu dalam suatu perjanjian kerja tidaklah dapat ditarik/diputus secara sepihak,hal ini juga termuat dalam pasal 55 dalam Undang-undang ini.Sebuah perjanjian kerjapun juga tidak diisyaratkan harus dalam bentuk tertulis atau lisan,namun  jikalau dibuat secara tertulis maka biaya yang dikeluarkan adalah tanggung jawab majikan.

KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN KERJA

Kewajiban para pihak dalam suatu perjanjian umumnya disebut prestasi.Dalam hal ini Soebekti mengungkapkan:

“Suatu pihak yang memperoleh hak-hak dari perjanjian itu juga menerima kewajiban-kewajiban yang merupakan kebalikan dari hak yang diperolehnya,dan sebaliknya suatu pihak yang memikul kewajiban-kewajiban juga memperoleh hak-hak yang dianggap sebagai kebalikannya kewajiban-kewajiban yang dibebankan padanya”

Dalam perjanjian kerja karena dia juga merupakan salah satu dari bentuk khusus perjanjian pada umumnya,maka dari pernyataan Soebekti tadi dapat ditarik kesimpulan bahwa apa yang menjadi hak buruh akan menjadi kewajiban majikan dan juga sebaliknya.

 1.KEWAJIBAN BURUH

Dikarenakan tidak ditemukan secara konkret tentang apa saja kewajiban buruh dalam UU No.13 Tahun 2003,maka ada baiknya jika kita bereferensi pada KUHPer.Menurut redaksi pasal 1603d KUHPer  dikatakan bahwa buruh yang baik adalah :
“Buruh yang menjalankan kewajiban-kewajiban dengan baik,yang dalam haal ini kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan segala sesuatu dalam keadaan yang sama,seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan”

Selanjutnya dikatakan bahwa buruh berkewajiban untuk:
-Melakukan pekerjaan yang dijanjikan menurut kemampuannya dengan sebaik-baiknya
-Melakukan sendiri pekerjaannya,hanya dengan seizin dari majikan ia dapat menyuruh orang
ketiga untuk menggantikannya
-Taat terhadap peraturan mengenai hal melakukan pekerjaannya
-Buruh yang tinggal dengan pengusaha wajib berkelakuan baik menurut tata tertib rumah tangga pengusaha.

2.KEWAJIBAN MAJIKAN

     Kewajiban umum dari majikan akan adanya hubungan kerja adalah memberikan upah.Namun jika kita tilik dari regulasi yang ada yaitu UU No.13 Tahun 2003 kewajiban dari majikan ialah lebih dari membayar upah saja,melainkan memberi perlindungan kerja,memberi cuti,perluasan kesempatan kerja,dll.Dalam perihal perlindungan,pengupahan dan kesejahteraan dalam Undang-undang ini diatur dalam bab tersendiri yaitu BAB X.












OLEH      :
DWI NOFI ANDHIYANTAMA
082421810002
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIDYAGAMA MALANG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut