Kamis, 27 Januari 2011

Nasib Demokrasi dan eksistensinya


Nasib Demokrasi dan eksistensinya
Demokrasi,hal itu tentu sudah tidak asing lagi di telinga semua rakyat Indonesia.Kita selalu mengatakan bahwa negara kita ini dibentuk dengan adanya prinsip demokrasi yang secara simbolis dilukiskan sebagai dari rakyat,oleh rakyat dan untuk rakyat.Ditilik dari simbol tersebut dapatlah kita buat kesimpulan bahwa kekuasaan itu berada ditangan rakyat dan harusnya rakyat pula yang menentukan arah kehidupan bernegara suatu bangsa.Demokrasi sendiri terdiri dari bermacam bentuk mulai dari Demokrasi langsung,demokrasi kuno,demokrasi modern,demokrasi perwakilan dan bahkan ada juga demokrasi terpimpin(Zaman orde lama) sampai demokrasi pancasila(Zaman orde baru) dan masih banyak lagi.
Dikarenakan pada saat ini hampir tidak ada lagi sebuah negara berbentuk “City State” atau Negara kota maka untuk melakukan model daripada demokrasi klasik tersebut adalah tidak mungkin sebab kita tidak akan mampu untuk mengumpulkan seluruh rakyat guna memerintah negara dan menyampaikan semua aspirasinya untuk diwujudkan,maka yang bersifat rasional adalah demokrasi perwakilan.Sebagai wujud dalam demokrasi perwakilan itu,Indonesia mengenal PEMILU yang sering dikatakan sebagai  “Pesta Demokrasi” yang mana adalah suatu perhelatan besar oleh rakyat dimana rakyat dituntut untuk memilih wakilnya yang akan menduduki tahta di Eksekutif maupun Legislatif.Namun yang perlu digaris bawahi dalam pemberian suaranya dalam PEMILU bukanlah berarti kedaulatan rakyat itu sirna dan berpindah kepada para wakil rakyat tersebut,melainkan hanyalah kekuasaannya sajalah yang berpindah.
Ditilik dari hal tersebut dapat kita ketahui bahwa para elite politik yang telah menerima kekuasaan dari rakyat(Legitimasi Rakyat) mestinya menjadi alat bagi rakyat guna menyampaikan aspirasinya sebagai pemilik kedaulatan,atau dengan bahasa kasarnya menjadi “pelayan” atas kehendak rakyat.Naasnya jika kita tinjau fakta yang ada bukan saja kekuasaan tersebut yang diserahkan namun juga kedaulatannya,maka rakyat seolah-olah berposisi hanya sebagai alat,guna mendapatkan legitimasi itu saja.Indria samego berpendapat,”Selama ini rakyat dianggap pasif dan bodoh sehingga harus melimpahkan hak politiknya kepada para elite.Rakyat sebagai pemilik kedaulatan diabaikan nasibnya”.Joseph Schumpeter pun pernah berpendapat bahwa “Demokrasi tidak lain adalah kekuasaan politisi,yang demikian peran rakyat hanyalah memilih orang-orang yang akan membuat keputusan-keputusan bagi rakyat”.
Dengan  demikian demokrasi yang ada nampaknya hanya bekerja dan hidup pada saat PEMILU saja,karena untuk selebihnya rakyat sering kali tidak diperhatikan.Fatkhurohman menyatakan bahwa  “demokrasi hanya dijadikan alat ceremony politik oligarki(“negara yang dipegang oleh sekelompok orang yang kemudian orang-orang tersebut lebih mementingkan kepentingan kelompoknya tersebut”) yakni sebuah demokrasi yang dijalankan hanya sebatas pemenuhan rambu-rambu demokrasi,diperuntukan kepada golongan/elite partai,yang kemudian melahirkan tipe demokrasi prosedural”.
Bahkan Geof mulgan pernah mengkritik jikalau demokrasi perwakilan cenderung akan melahirkan oligarki dan teknokrasi.Hal senada juga diungkapkan oleh Baechler bahwa “Dalam demokrasi juga dapat terbesit adanya kecurangan(korupsi)”.Dalam hal ini dapatlah ditarik kesimpulan bahwa konsep idealis dari para elite politik sebagai wakil rakyat lambat laun telah sirna mereka beranggapan bahwa “kekuasaannya adalah kesempatan untuk memperkaya dirinya dan menganggap rakyat sebagai ladang untuk digarap demi keuntungan dia sendiri”(Magnis Suseno).
Dengan pendapat-pendapat tersebut semakin nyata bagi kita untuk mengetahui bahwa dalam pelaksanaan demokrasi terdapat celah yang besar untuk merubah negara ini menjadi oligarki.Tentunya kita sebagai rakyat tidak ingin demokrasi yang ada menjadi disimpangkan oleh para elite politik menjadi oligarki.Untuk itu diperlukan kontrol sosial dari rakyat selaku pemilik kedaulatan guna mengawasi kinerja para elite politik yang notabenenya telah menerima kekuasaan dari rakyat,karena intisari dalam PEMILU sendiri adalah selain Hak pilih juga adalah Hak kontrol.Jikalau rakyat bersifat skeptis terhadap hak kontrol tersebut maka Demokrasi itu tidak akan terwujud secara nyata dan hanya nama saja,maka kontrol secara besar oleh masyarakatlah yang harus dibangun agar nuansa demokrasi di Indonesia ini tidak hanya ada pada saat PEMILU saja,dan para elite politik harus lebih memahami jati dirinya sebagai wakil rakyat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut